Pada tanggal 4 Februari 2022 saya mengikuti webinar menarik yang diselenggarakan Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga (UNAIR) dengan tema Vaksin Merah Putih dan Ketangguhan Bangsa Menghadapi Pandemi. Pembicara dalam acara webinar itu adalah orang-orang yang hebat di bidangnya yaitu Dr H Hasan Ubadillah Sekretaris PWNU dan MUI wilayah Jatim, Prof Dr Ni Nyoman Tri Puspaningsih MSi Wakil Rektor Bidang Riset, Inovasi, dan Community Development UNAIR, Prof Cita Rosita Prakoeswa dr SpKK(K) FINSDV FAADV Wakil Direktur Pendidikan Profesi, Penelitian, dan SDM RSUD Dr Soetomo dan Dr Gatot Soegiarto dr SpPD-KAI FINASIM Tim Uji Klinis Vaksin Merah Putih UNAIR. Acara itu dimoderatori Dr Suparto Wijoyo Wakil Direktur III Sekolah Pascasarjana UNAIR – seorang ahli hukum by training sekaligus ahli lingkungan hidup serta birokrasi pemerintahan – yang sebentar lagi InsyaAllah mendapatkan SK pengangkatannya sebagai Guru Besar UNAIR.
Pembicaraan dalam webinar itu mengingatkan saya akan pidato presiden RI pertama Bung Karno pada tanggal 17 Agustus 1965 tentang gagasan berdikari atau berdiri di atas kaki sendiri, yaitu konsep berdaulat dalam politik, ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan. Konsep itu digaungkan Bung Karno saat Indonesia menghadapi kekuatan barat yaitu Amerika dan sekutunya. Tulisan ini tidak membahas tentang konsep itu, namun tentang ide bahwa Indonesia tidak boleh bergantung pada asing, misalnya membuat produk dalam negeri, dengan bahan baku dalam negeri, dengan tenaga dalam negeri. Sebenarnya tidak hanya Indonesia yang memiliki keinginan mandiri, semua negara memiliki keinginan yang sama, ambil contoh beberapa presiden Amerika Serikat menggaungkan gerakan buy American products.
Apa yang dilakukan UNAIR dalam mengerahkan sumber dayanya terutama para peneliti dan ilmuwan menciptakan Vaksin Merah Putih sebenarnya merupakan bentuk implementasi dari gagasan berdikari di atas dalam bidang penemuan vaksin. Penemuan Vaksin Merah Putih tidak hanya merupakan pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi atau kontribusi UNAIR untuk kemanusiaan terutama dalam upaya menghadapi pandemi Corona, tapi juga merupakan bentuk penegakan kedaulatan bangsa.
Prof Nyoman menjelaskan perjuangan panjang UNAIR melakukan penelitian vaksin ini dengan bergabung dalam Konsorsium Nasional Penelitian Vaksi yang terdiri dari institusi terkemuka nasional yaitu UI, ITB, UGM, UNPAD, LIPI dan Eijkman. Prof Nyoman sebagai a Balinese lady yang santun tapi tegas ketika menjelaskan perjuangan panjang ini dengan kalimat antara lain, “Saya tidak mau mengatakan kita menghadapi masalah, bukan masalah, tapi tantangan, karena bukankah tantangan itu menimbulkan peluang?”.
Memang beliau betul, perjuangan panjang menemukan Vaksin Merah Putih ini menimbulkan peluang, yaitu peluang untuk memobilisasi para ahli di lingkungan UNAIR, peluang bangsa Indonesia membuat sendiri vaksin, peluang menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia bisa, peluang mendapatkan pengakuan atau fatwa MUI bahwa Vaksin Merah Putih itu halal dan suci, dan peluang mendapatkan barokah dari Tuhan Yang Maha Esa. Memang Kiai Ubaid dari MUI itu menjelaskan bahwa para ulama bertemu bermusyawarah membahas Vaksin Merah Putih, melakukan penyelidikan proses pembuatannya, menyelidikan alat-alat yang digunakan, menyelidiki perusahaan yang membuatnya sebelum menyimpulkan bahwa Vaksin Merah Putih itu dalam hukum syariat adalah halal dan suci, dan karena itu Vaksin Merah Putih ini mendapatkan barokah Allah SWT.
Prof Cita dan Dr Gatot menjelaskan kehebatan Vaksin Merah Putih ini antara lain memiliki kekhasan Indonesia serta memiliki fatwa halal dan suci dari MUI. Ini merupakan kekuatan Vaksin Merah Putih. Namun masih harus melalui uji klinis kedua yang memerlukan 405 relawan dan uji klinis ketiga memerlukan 5.000 relawan. Keduanya juga menjelaskan secara teknis uji klinis dan bagaimana cara masyarakat mendaftarkan diri sebagai relawan.
Ada baiknya dalam tahapan berikutnya UNAIR sowan para kiai di Jawa Timur agar bisa mengerahkan relawan dari ribuan pesantren yang ada di provinsi ini, juga bisa berkolaborasi dengan kelompok masyarakat seperti pemuda, OSIS, ibu-ibu PKK, dharmawanita, dan sebagainya. Yang tak kalah pentingnya pihak UNAIR harus berkoordinasi dengan Menteri Kesehatan RI yang pernah mengatakan bahwa Presiden Jokowi sebagai Presiden G-20 akan berpidato di depan para kepala negara kelompok G-20 dan mengumumkan Indonesia sudah mampu membuat vaksin sendiri dan akan disumbangkan ke negara lain. UNAIR perlu mengingtkan Presiden Jokowi untuk tidak lupa memasukkan penemuan Vaksin Merah Putih itu di draft pidatonya.
Jalan memang masih panjang, tapi itu bukan masalah. Mengutip kata Prof Nyoman, “Sebuah tantangan yang memunculkan peluang”. Semoga.