Selama beberapa dekade terakhir, internet telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan banyak orang. Internet menjadi bagian penting dalam menunjang aktivitas sehari-hari yakni dalam bidang sosial, ekonomi, pendidikan, dan gaya hidup. Internet merupakan teknologi yang dapat memudahkan masyarakat untuk mengakses ke berbagai sumber daya informasi. Internet memberikan keuntungan bagi setiap orang, namun penggunaan internet secara berlebih juga dapat menyebabkan gangguan sosial, kesehatan, dan akademik pada anak atau remaja. Remaja dianggap rentan dan berisiko kecanduan internet karena kemampuan kontrol diri yang belum matang, akses mudah , dan fleksibilitas jadwal. Remaja menggunakan internet untuk mengerjakan tugas sekolah, sarana hiburan, sosial media, dan lain-lain. Studi meta-analisis pada 31 negara mendapatkan angka prevalensi kecanduan internet sebesar 6%, dengan prevalensi tertinggi berada di negara bagian timur tengah (Middle East) dan terendah pada Eropa Utara dan Eropa Barat. Kecanduan internet umumnya lebih tinggi pada remaja Asia dibandingkan remaja AS dan Eropa. Angka penggunaan internet di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2017 didapatkan peningkatan pengguna internet sebesar 8% menjadi 143.26 juta orang yang setara dengan 54,68% dari total populasi.
Studi sebelumnya telah menyoroti bahaya penggunaan internet berlebih terhadap remaja yang berhubungan dengan gangguan psikiatri lainnya. Kecanduan internet dapat menyebabkan gangguan dalam fisik, mental, sosial, serta penurunan kualitas hidup. Penting untuk mengidentifikasi faktor risiko dan faktor pelindung terhadap kecanduan internet untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak serta remaja. Selama masa remaja, orang tua memiliki peran penting dalam mengawasi dan mengatur waktu luang anak agar terhindar dari kecanduan internet. Komunikasi yang berkualitas antara orang tua dan anak dalam penggunaan internet dapat secara signifikan mengurangi penggunaan internet secara kompulsif pada anak. Kualitas dari komunikasi dapat dipengaruhi oleh gaya pengasuhan dari orang tua.
Pola asuh orang tua merupakan salah satu faktor dominan yang dapat mempengaruh kebiasaan, gaya hidup, dan perilaku anak. Ada tiga jenis pola asuh yakni otoritatif, otoriter, dan permisif. Indikator positif dari pola asuh berhubungan secara negatif dengan kecanduan internet dan sebaliknya. Studi-studi sebelumnya masih menunjukkan variasi dan hasil yang tidak konsisten antara pola asuh dan kecanduan internet. Beberapa studi menunjukkan bahwa pola asuh otoriter dan permisif dapat meningkatkan penggunaan internet secara kompulsif pada anak. Meskipun terdapat beberapa penelitian mengenai pola asuh dan kecanduan internet remaja, namun masih terdapat sedikit penelitian mengenai gaya pengasuhan yang berbeda dari perspektif ayah dan ibu terhadap tingkat kecanduan internet remaja. Oleh karena itu, peneliti terdorong untuk meneliti hubungan antara pola asuh ayah dan ibu terhadap kecanduan internet remaja.
Penelitian ini merupakan analitik observasional dengan desain cross-sectional melalui pengisian self-report kuesioner yang dilakukan di salah satu sekolah menengah pertama di kota Surabaya. Subjek penelitian adalah siswa yang memenuhi kriteria penerimaan dan penolakan sampel. Besar sampel diambil secara stratified random sampling dan setelah melakukan pengecekan kelengkapan pengisian kuesioner oleh subjek penelitian didapatkan hasil akhir sejumlah 114 kuesioner yang akan dilakukan pengolahan data. Kuesioner yang dibagikan terdiri atas identitas dari subjek penelitian, kuesioner Internet Addiction Test (IAT)dan kuesioner Parental Authority Questionnaire (PAQ). Kuesioner IAT terdiri dari 20 pertanyaan dengan skala pilihan jawaban 0-5 untuk mengukur derajat kecanduan internet subjek penelitian berdasarkan 4 gejala kecanduan internet yakni preokupasi, rendahnya regulasi diri, pengabaian pekerjaan, dan penolakan terhadap kehidupan sosial. Penentuan derajat kecanduan internet subjek penelitian didapatkan dengan menjumlahkan skor total dari jawaban 20 soal yang tersedia kedalam kategori yang sudah ditentukan. Kuesioner PAQ terdiri dari 30 pertanyaan yang dinilai untuk mengukur pola asuh dalam dua sudut pandang (ayah dan ibu) dengan skala pilihan jawaban 1-5. Setiap jenis pola asuh diukur dengan sepuluh item pertanyaan. Penentuan skor pola asuh diukur dengan menjumlahkan skor total setiap pertanyaan. Setelah menghitung skor adiksi internet dan masing-masing tipe pola asuh dari dua sudut pandang (ayah dan ibu) dilakukan analisis antara keduanya.
Penelitian ini mendapatkan hasil bahwa 77,2% dari subjek penelitian mengalami kecanduan internet dan mayoritas mengalami derajat ringan yakni sebesar 52.60%. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat hubungan secara signifikan positif antara pola asuh permisif dan otoriter dari ayah dengan derajat kecanduan internet remaja. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kuat pola asuh permisif atau otoriter yang diterapkan oleh ayah, maka semakin tinggi kecanduan internet yang dialami oleh remaja. Hubungan terkuat secara signifikan positif ditunjukkan antara pola asuh permisif ayah dengan derajat kecanduan internet remaja. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa pola asuh memainkan peran penting dalam kecanduan internet remaja. Studi ini menyoroti pentingnya ayah tidak menerapkan pola asuh permisif dan otoriter untuk mencegah terjadinya kecanduan internet pada anak-anak mereka. Menerapkan pola asuh yang efektif serta meningkatkan kualitas interaksi antara orang tua-anak adalah cara terbaik untuk menciptakan kesejahteraan pada kesehatan mental remaja serta mencegah remaja dalam kecanduan internet.
Penulis: Dr. Yunias Setiawati, dr.,Sp.K.J(K)
Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan penulis di :
https://ijps.tums.ac.ir/index.php/ijps/article/view/2326/1026
Setiawati Y, Hartanti D, Husada D, Irwanto I, Ardani IGAI, Nazmuddin M. Relationship between Paternal and Maternal Parenting Style with Internet Addiction Level of Adolescents. Iran J Psychiatry. 2021;16(4):438-443.