Mengatasi Penuaan Dini dengan Sel Punca

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Pemaparan materi oleh Prof. Dr. Cita Rosita Sigit Prakoeswa, dr., Sp.KK(K), FINDV., FAADV dalam NGOBRAS ke-46 pada Minggu (23/1/2022) melalui Zoom Meeting.

UNAIR NEWS – Rumah Sakit Terapung Ksatria Airlangga (RSTKA) kembali mengadakan Ngobrol Santai dengan Ahlinya (NGOBRAS) dengan tema peran Conditioned Medium Stem Cell pada Dermatologi. NGOBRAS ke-46 yang dilaksanakan pada pada Minggu (23/1/2022) itu menghadirkan Prof. Dr. Cita Rosita Sigit Prakoeswa, dr., Sp.KK(K), FINDV., FAADV Guru Besar Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (UNAIR).

Pada awal pemaparan, Prof. Cita menyampaikan bahwa photoaging merupakan penuaan dini pada seseorang yang disebabkan salah satunya oleh sinar matahari. Radikal bebas, lanjut Prof. Cita merupakan peran sentral penyebab terjadinya photoaging baik dalam konteks molekuler maupun seluler jaringan sampai pada karakteristik kulit yang bisa kita lihat dengan kasat mata ataupun dengan berbagai alat. Jika didiamkan, photoaging berpotensi skin cancer dan cosmecceutical problem.

“Dengan adanya matahari justru menghambat antioksidan dan antioksidan tidak bisa menghambat radikal bebas, dan terjadilah photoaging. Photoaging sendiri treatmentnya berbagai macam, tapi harus ada pertimbangan antara efikasi dan biayanya, ini masih cukup mahal sehingga banyak yang mengabaikan padahal photoaging berpotensi skin cancer dan cosmecceutical problem,” jelasnya.

Selanjutnya, Prof. Cita menjelaskan bahwa Mesenchymal Stem Cell (MSC) adalah sel punca yaitu sel yang terus melakukan regenerasi. Stem Cell sendiri memiliki berbagai manfaat termasuk memodulasikan sistem imun dan meningkatkan berbagai growth factor. Prof. Cita juga menegaskan alasan kenapa Mesenchymal Stem Cell-Conditioned Mediaum (MSC-CM) lebih dipilih dari pada MSC sendiri. Hal ini karena MSC-CM memiliki keuntungan dibandingkan MSC seperti bisa disimpan, didistribusikan, dan bisa digunakan oleh orang lain.

“MSC harus dari diri sendiri. Misalnya saya pakai sensor saya kemudian yang lainnya juga begitu, ada keterbatasan lain juga yaitu harus memiliki labolatorium yang terstandar dan tingkat kesulitannya juga tinggi,” ucap Prof Cita.

“Sementara MSC-CM itu Stem Cell setelah dikultur dan tidak ada sel. Kalau dibandingkan dengan Stem Cell pasti efikasinya lebih kuat namun MSC-CM memiliki keuntungan seperti bisa disimpan, didistribusikan, dan digunakan oleh orang lain karena tidak ada sel di situ,” tambahnya.

Kemudian, Prof. Cita menegaskan keuntungan penggunaan MSC-CM dibandingkan dengan Stem Cell. Kapasitas Stem Cell tentunya lebih tinggi dibandingkan MSC-CM, namun prosenya masih mahal dan tidak bisa dibawa secara mudah, harus dengan kondisi khusus. Sementara MSC-CM tidak ada potential rejection, transportnya mudah, dan harganya lebih terjangkau.

“MSC-CM untuk protokolnya sama dengan Stem Cell tetapi tidak ada potential rejection karena dia digunakan untuk orang lain dan tidak ada sel di situ, transportnya mudah dan tentu harganya jauh kalau dibandingkan dengan Stem Cell. Apabila produksi secara besar-besaran tentu harganya bisa lebih ditekan,” jelasnya. (*)

Penulis: Wiji Astutik

Editor: Binti Q. Masruroh

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp