Corporate Social Responsibility dan Agresivitas Pajak: Apa Peran Intensitas Modal?

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi by Money Kompas

Suatu negara memiliki berbagai sumber pendapatan, salah satunya pajak. Pajak merupakan penyumbang terbesar pendapatan Negara. Hal tersebut dibuktikan dengan pertumbuhan realisasi penerimaan negara tahun 2015-2019 di Departemen Keuangan yang menyatakan bahwa penerimaan negara terbesar yaitu pajak. Namun kita ketahui bersama bahwa wajib pajak dan pemerintah memiliki perbedaan kepentingan, dimana wajib pajak yang menganggap pajak adalah beban yang dapat mengurangi labanya sedangkan pemerintah menganggap pajak sebagai sumber utama untuk membiayai pengeluaran negara.

Perbedaan kepentingan tersebut menjadikan perusahaan melakukan berbagai cara untuk mengurangi beban pajaknya. Hal ini menimbulkan ketidakpatuhan manajemen perusahaan. Perusahaan berusaha mengurangi biayanya, sehingga perusahaan cenderung melakukan perencanaan pajak secara agresif. Padahal banyak akademisi maupun praktisi berpendapat bahwa tindakan agresivitas pajak dianggap tidak etis dan tidak sah. Perusahaan yang bertindak agresif terhadap pajak akan dipandang masyarakat menjadi perusahaan yang tidak bertangung jawab social. Untuk menghindari anggapan tersebut, perusahaan berupaya untuk melakukan Corporate Social Responsibility (CSR) demi menunjukan janji perusahaan kepada masyarakat sekitar. Pengungkapan CSR merupakan bentuk interaksi perusahaan dengan masyarakat sekitar perusahaan. Perusahaan yang dapat memenuhi harapan masyarakat melalui CSR dapat dikatakan berhasil, sebaliknya apabila harapan masyarakat tidak dapat dipenuhi maka dapat menimbulkan tanggapan negatif pada perusahaan dan dianggap gagal. Agresivitas pajak perusahaan juga bergantung pada CSR perusahaan karena perusahaan yang melakukan CSR dengan baik, perusahaan tersebut akan menghindari agresivitas pajak karena hal tersebut dapat merusak kesan perusahaan itu sendiri.

Secara logika, kegiatan CSR yang dilakukan perusahaan akan menurunkan tindakan agresivitas pajak perusahaan. Hal tersebut dikarenakan pengungkapan CSR sendiri dalam laporan tahunan perusahaan adalah untuk menunjukkan kepada masyarakat dan publik bahwa selain mencari keuntungan, perusahaan juga melakukan kewajibannya terhadap lingkungan sekitar dan mampu mewujudkan harapakan masyarakat. Selanutnya, diketahui bahwa faktor yang memicu terjadinya agresivitas pajak salah satunya adalah CSR, namun hubungan CSR dan agresivitas pajak dapat berubah dengan adanya intensitas modal perusahaan. Intensitas modal merupakan besaran perusahaan dalam berinvestasi dalam bentuk persediaan dan aset tetap. Tingkat efisiensi perusahan dalam memakai aktivanya demi menghasilkan penjualannya dapat ditunjukkan dengan rasio intensitas modal.

Untuk menjawab hal tersebut Laksmi dan Narsa (2022) melakukan pengujian hubungan antara CSR dan agresivitas pajak dengan intensitas modal sebagai variabel pemoderasi. Penelitian tersebut mengambil 384 sampel dari perusahaan manufaktur. Statistik deskriptif digunakan untuk mengolah data, dengan multiple linear regression analysis dan juga moderated regression analisys untuk menguji variabel moderasinya.  Hasil pengujian memberikan hasil bahwa pengungkapan CSR memiliki hubungan negatif dengan agresvitas pajak, hal ini dibuktikan dengan peerusahan yang semakin besar mengungkap CSR perusahaannya, maka semakin rendah perusahaan tersebut melakukan agresivitas pajak. Pengujian hipotesis kedua menunjukkan hasil bahwa intensitas modal dapat memoderasi dengan memperlemah hubungan negatif antara CSR dan agresivitas pajak. Dengan kata lain, dengan semakin besarnya intensitas modal suatu perusahaan maka semakin mendorong perusahaan untuk tidak melakukan agresivitas pajak meski perusahaan telah melakukan CSR yang memadai. Hal tersebut dikarenakan Perusahaan yang aset tetapnya semakin besar akan membuat beban depresiasi asetnya semakin besar pula, sehingga hal tersebut dapat memengaruhi beban pajak perusahaan yang timbul dari beban depresiasi tersebut. Biaya penyusutan akan menjadi pengurang penghasilan, sehingga laba kena pajak perusahaan berkurang dan biaya penyusutan tersebut akan mengurangi jumlah pajak yang harus dibayar perusahaan. Perusahaan memang memanfaatkan aset tetap tersebut guna mengurangi beban pajaknya, akan tetapi perusahaan juga membeli aset tetap salah satunya untuk membantu pelaksanaan kegiatan CSR.

Penelitian tersebut diharapkan dapat menambah historis literatur riset mengenai agresivitas pajak maupun CSR. Bagi fiskus sebaiknya bersikap lebih tegas kepada wajib pajak dalam memberikan laporan keuangannya, dan lebih mempertimbangkan struktur pengungkapan CSR sebagai faktor yang berhubungan dengan agresivitas pajak, sehingga dapat mengoptimalkan penerimaan pajak Negara. Sedangkan bagi perusahaan, dinantikan dapat mengoptimalkan kegiatan yang terkait pengungkapan CSR demi menjaga image perusahaan dengan tidak melakukan agresivitas pajak

Penulis: Niluh Putu Dian

Link jurnal: https://journal.unesa.ac.id/index.php/aj/article/view/12624

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp