Di dunia terdapat 5,5 juta orang meninggal karena stroke dan perkiraan kasus stroke akan meningkat secara bertahap sampai 21,9% pada tahun 2030. Stroke selain menyebabkan kesakitan dan kematian, juga menjadi penyebab paling sering terjadi kecacatan. Di Indonesia stroke merupakan penyakit tidak menular yang menjadi penyebab utama kematian pada semua kelompok umur (15,4%). Provinsi Jawa Timur menempati angka prevalensi tertinggi keempat se-Indonesia. Sebagaimana angka prevalensi stroke Jawa Timur melebihi angka prevalensi rata-rata stroke di Indonesia.
Stroke (cerebrovascular disease) terjadi akibat gangguan fungsional otak yang bersifat akut dan mendadak dengan tanda-tanda klinis gangguan fokal atau global dari fungsi serebral yang menetap minimal 24 jam, tanpa penyebab lain selain pembuluha darah. Sebagai suatu sindroma klinis yang akut dan mendadak, tanda yang ditimbulkan oleh stroke adalah kelumpuhan salah satu sisi badan secara peresisten atau kecacatan kognitif. Melihat penyebabnya, stroke terdiri dari stroke iskemik dan stroke perdarahan. Dampak dari stroke seringkali mengena kepada semua aspek kehidupan. Stroke tidak hanya menyebabkan kecacatan motorik tapi lebih dari itu seperti kontak sosial berkurang, percaya diri menurun, dan depresi pasca stroke serta berbagai faktor yang menurunkan kualitas hidup. Bahkan sampai satu tahun pasca stroke, kualitas hidup pasien pasca stroke masih belum bagus. Hal tersebut bisa diketahui dengan mengukur kualitas hidup pasien pasca stroke dengan meggunakan instrumen kualitas hidup yang dikeluarkan oleh WHO, Lembaga kesehatan dunia.
Stroke tidak hanya meninggalkan kecacatan fisik bagi penderitanya, stroke juga menimbulkan dampak yang besar dari segi sosial ekonomi, kerena biaya pengobatan yang relatif mahal dan penurunan produktifitas pada penderita akibat kecacatan yang ditimbulkan. The American Heart Association (AHA) mengestimasikan bahwa beban ekonomi yang dikeluarkan untuk penderita stroke sebesar $53.6 juta, dengan biaya langsung pengobatan stroke sebesar $33 juta, dan biaya tidak langsung akibat kehilangan produktifitas sebesar $20.6 juta (WHO, 2014).
Rehabilitasi medik adalah suatu program yang disusun untuk memberi kemampuan pada penderita yang memiliki kecacatan fisik dan atau penyakit kronis, agar mereka dapat hidup atau bekerja sepenuhnya sesuai dengan kapasitasnya. Kegiatan yang dilakukan dalam rehabilitasi medik tidak hanya mencakup pemulihan kesehatan fisik saja, namun aspek pemulihan psikososial juga diperhatikan. Adanya kegiatan rehabilitasi pasien pasca stroke memiliki kemungkinan yang lebih kecil dalam mengalami perburukan kemampuan fungsional untuk melakukan aktivitas keseharian dan meningkatkan kemampuan aktivitas keseharian. Penderita pasca stroke yang memiliki fungsi mobilitas yang lebih baik diharapkan dapat meningkatkan aktivitas dan partisipasi dalam komunitas yang akan berpengaruh pada peningkatan kualitas hidupnya.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa ada perbedaan status kualitas hidup menurut rehabilitasi medik. Pasien pasca stroke yang tidak pernah mengikuti rehabilitasi medik memiliki risiko lebih besar kualitas hidupnya rendah dibandingkan dengan pasien pasca stroke yang mengikuti rehabilitasi medik. Penelitian lain juga menyatakan bahwa dengan rehabilitasi yang tepat maka 80% dapat menguasai (melakukan) aktivitas perawatan diri dan 30% dapat kembali bekerja. Demikian pula, terdapat perbaikan yang signifikan dalam hal fungsi fisik mobilitas, dan kepercayaan diri pada pasien pasca stroke yang mengikuti rehabilitasi medik. Rehabilitasi medik merupakan suatu program yang disusun untuk mengurangi dampak disabilitas agar mereka dapat hidup atau bekerja sepenuhnya sesuai dengan kapasitas yang ada, berinteraksi dan berintegrasi dengan masyarakat. Program rehabilitasi tidak hanya terbatas pada pemulihan kondisi fisik semata, tetapi juga mencakup rehabilitasi yang bersifat psikososial. Rehabilitasi medik pada pasien stroke tidak dapat memperbaiki defisit neurologik akibat stroke, tetapi mengurangi atau memperbaiki defisit fungsional dan psikologi. Secara umum, keberhasilan rehabilitasi medik terletak pada seberapa banyak penderita dapat beraktivitas secara mandiri dalam melakukan perawatan diri maupun melakukan pekerjaan, serta dapat ber-rekreasi atau berolah raga seperti sebelum sakit tanpa memerlukan bantuan berupa alat bantu dan tentunya perbaikan kualitas hidup sebagai tujuan utama.
Penulis: Santi Martini
Rujukan: Assessing quality of life and associated factors in post-stroke patients using the world health organization abbreviated generic quality of life questionnaire (WHOQOL-BREF). https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2213398421002499