Seperti yang kita ketahui bahwa bencana alam datang silih berganti di berbagai belahan dunia. Selain itu, terdapat banyak kejadian bencana massal seperti kecelakaan transportasi dan tindak pidana terorisme. Secara geografis Negara Republik Indonesia terletak di kawasan Ring of Fire atau disebut juga sebagai Circum-Pacific Belt. Kondisi geografis tersebut dapat digambarkan sebagai jalur sepanjang Samudra Pasifik yang terdapat banyak gunung berapi aktif. Selain Indonesia juga terdapat negara-negara lain yang berada di Kawasan Ring of Fire termasuk Chili, Meksiko, Amerika Serikat, Antartika, Rusia, Jepang, Filipina, Papua Nugini, Kanada, Peru, Taiwan, dan Guatemala.
Berbagai upaya untuk meminimalisir resiko bencana alam telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia. Namun pada kenyataannya masih ada banyak kejadian bencana massal yang datang tanpa terduga. Selain itu, banyak tindak kriminal yang terjadi termasuk kekerasan seksual, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan kekerasan pada anak. Serangkaian kejadian baik bencana massal maupun tindak kriminal tentu membutuhkan penanganan yang memadai dalam hal identifikasi korban dan manajemen barang bukti untuk pengadilan.
Seorang dokter gigi selain bertugas memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, juga dapat berperan dalam penegakan hukum. Menurut Keizer Neilson, 1980, odontologi forensik didefinisikan sebagai bidang kedokteran gigi yang berhubungan dengan manajemen yang tepat dan penyelidikan barang bukti gigi, untuk membantu identifikasi individu dan penyajian barang bukti gigi untuk kepentingan keadilan. Dalam banyak kasus kriminal dan bencana massal, bidang kedokteran gigi memberikan kontribusi signifikan dalam mengidentifikasi korban dan pelaku tindak kejahatan. Pada beberapa kasus seringkali identifikasi secara visual tidak dapat diandalkan sehingga diperlukan metode identifikasi yang efektif dan efisien, seperti identifikasi odontologi forensik.
Kontribusi Odontologi Forensik dalam Identifikasi Individu
Peran dokter gigi dalam bdang forensik telah dimulai sejak awal 66 M ketika ada kasus di mana seorang wanita yang terkait dengan Kaisar Nero, yang diidentifikasi kematiannya melalui keunikan susunan giginya. Identifikasi melalui gigi pertama kali diterima secara hukum di Boston, Amerika Serikat, pada tahun 1849; dimana salah seorang dokter gigi berhasil mengidentifikasi pasiennya yang menjadi korban mutilasi. Identifikasi gigi pertama kali dalam kasus bencana massal dilakukan di Paris pada tahun 1987, di mana terjadi kebakaran di bazar amal dan mengakibatkan 126 korban meninggal dunia. Pada saat itu dokter gigi diminta membantu identifikasi korban berdasarkan catatan gigi antemortem untuk dibandingkan dengan catatan gigi post-mortem. Peran dokter gigi dalam identifikasi individu di Indonesia terwujud pada beberapa kejadian bencana massal. Seperti pada peristiwa Bom Bali tahun 2002 dan 2005, Ledakan Bom JW Marriott tahun 2003, Ledakan Bom Kedutaan Besar Australia, Bencana Tsunami Asia tahun 2005, dan beberapa kecelakaan transportasi.
Menurut Interpol DVI Guide, gigi termasuk salah satu primary identifier selain DNA dan sidik jari. Hal ini mempunyai dasar yang ilmiah, antara lain gigi merupakan jaringan tubuh terkuat dan paling tahan terhadap berbagai jenis trauma. Selain itu, gigi memiliki tingkat individualitas yang tinggi, sehingga dapat dipastikan bahwa tidak akan ada dua orang yang memiliki bentuk dan susunan gigi yang sama. Di dalam gigi terdapat jaringan pulpa yang berisi pembuluh darah dan saraf sehingga dapat dijadikan sebagai sumber pemeriksaan DNA.
Rekam Medis dalam Praktik Kedokteran Gigi
Dalam menjalankan praktik kedokteran dan kedokteran gigi sehari-hari, seorang dokter dan dokter gigi diwajibkan untuk membuat rekam medis bagi setiap pasiennya. Hal ini sesuai dengan pasal 46 ayat 1 Undang-undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Rekam medis merupakan dokumen yang memuat informasi umum mengenai identitas pasien, riwayat pasien, temuan klinis, hasil tes diagnostik, perawatan, dan pengobatan pasien dengan cukup rinci. Rekam medis dapat disusun dalam bentuk konvensional (menggunakan kertas) ataupun dalam bentuk elektronik (digital).
Dalam sudut pandang kedokteran gigi forensik, rekam medis memiliki peran penting pada proses identifikasi individu. Catatan rekam medis yang baik menjadi sumber data antemortem yang baik pula dan memudahkan proses identifikasi. Untuk itu, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah menyusun panduan rekam medis gigi yang berlaku secara nasional. Sehingga diharapkan setiap dokter gigi dapat mengacu pada panduan tersebut dalam menyusun rekam medis pada praktik kedokteran gigi sehari-hari.
Ditulis oleh: Arofi Kurnniawan, drg., Ph.D
Link Jurnal: Dentist’s Role and Responsible in Identification and Investigation