Faktor Resiko Gagal Ginjal Akut setelah Operasi Jantung Terbuka

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh fh21.com.cn

Prosedur bedah jantung telah mengalami banyak kemajuan sejak pertama kali dilakukan beberapa dekade lampau, baik dari segi efisiensi teknik maupun penekanan risiko serta efek sampingnya. Pembedahan pada jantung telah berhasil meringankan dan mengatasi berbagai jenis kelainan seperti penyakit jantung bawaan, kelainan katup jantung, hingga sumbatan pembuluh darah koroner; memperbaiki kualitas dan meningkatkan harapan hidup bagi penderita.

Setiap tindakan membawa keuntungan dan risiko tersendiri, tak terkecuali bedah jantung. Walaupun dengan pertimbangan bahwa potensi keuntungan yang akan diraih lebih besar, tentu masih ada potensi kerugiannya. Salah satu yang lazim adalah terjadinya gagal ginjal akut/acute kidney injury (AKI) setelah operasi jantung. Insidensinya dilaporkan mencapai 30% dalam sebuah penelitian terdahulu. Konsekuensi yang ditimbulkan beragam mulai dari perlunya terapi tambahan, waktu rawat inap lebih panjang, perlunya cuci darah jangka panjang, hingga kematian.

Gagal ginjal sendiri dideskripsikan dalam beberapa derajat keparahan berdasarkan kandungan kreatinin dalam darah serta volume urin. Gagal ginjal akut yang terjadi pasca operasi jantung merupakan masalah multifaktorial, meliputi adanya toksin endogen dan eksogen, faktor metabolik, inflamasi, dan stres oksidatif. Penggunaan mesin pintas jantung-paru yang lazim dilakukan pada operasi jantung serta obat-obatan tertentu juga meningkatkan risiko terjadinya AKI.

Kami bekerjasama dengan RS Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar melakukan analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya gagal ginjal akut setelah pembedahan jantung. Penelitian dilakukan pada 33 subjek yang memenuhi kriteria, di antaranya pasien-pasien yang menjalani operasi pintas arteri koroner, perbaikan/penggantian katup jantung, dan perbaikan kelainan jantung bawaan. Kadar kreatinin dalam darah 1 hari sebelum operasi dan setiap hari selama 7 hari setelah operasi didata dan dianalisis.

Dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa dari 33 penderita, 21 orang (63,6%) didapati memenuhi kriteria diagnosis gagal ginjal akut pasca operasi. Dari sini dilakukan analisis lebih lanjut, yaitu hubungan antara kejadian gagal ginjal akut pasca operasi dengan faktor risiko tertentu, antara lain usia, jenis kelamin, adanya komorbid hipertensi dan/atau diabetes mellitus, durasi penggunaan mesin pintas jantung-paru, macam operasi jantung, serta penggunaan obat-obatan tertentu.

Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat perbedaan usia yang signifikan antara kelompok yang mengalami AKI dengan yang tidak. Temuan ini sejalan dengan beberapa studi terdahulu, di mana disebutkan bahwa usia merupakan salah satu faktor yang berperan dalam kejadian AKI pasca operasi jantung. Pada usia lanjut, fungsi tubuh seseorang mengalami kemunduran secara alamiah, tak terkecuali fungsi ginjal. Dengan demikian seseorang berusia tua umumnya lebih rentan terhadap kejadian gagal ginjal.

Adanya penyakit komorbid terutama hipertensi dan diabetes mellitus dikenal sebagai salah satu faktor risiko gagal ginjal. Hasil analisis kami menunjukkan bahwa adanya komorbid hipertensi maupun diabetes mellitus tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian gagal ginjal akut pasca operasi jantung. Walaupun begitu, beberapa penelitian lain melaporkan hasil yang bervariasi, sehingga masih diperlukan studi lebih mendalam terkait hal ini.

Durasi penggunaan mesin pintas jantung-paru, pemberian obat-obatan tertentu khususnya golongan inotropik dan vasopresor juga menunjukkan hasil bervariasi dari beberapa literatur yang ada. Secara teori, kedua faktor tersebut merupakan prediktor terjadinya AKI setelah operasi jantung. Namun nampaknya masih diperlukan studi lebih lanjut untuk memberikan bukti pendukung yang kuat. Macam operasi yang dilakukan, baik operasi pintas pembuluh darah koroner maupun tindakan perbaikan/penggantian katup jantung, ternyata juga tidak memberikan perbedaan yang signifikan terhadap terjadinya AKI dalam penelitian ini.

Selain faktor-faktor yang disebutkan sebelumnya, tentu masih banyak faktor lain yang mempengaruhi kejadian AKI setelah operasi jantung. Namun temuan-temuan di atas tentu mengubah paradigma para ahli dalam pertimbangan pembedahan jantung, sehingga diharapkan dapat terus memberikan terapi yang memberikan manfaat maksimal dengan efek samping minimal.

Penelitian ini merupakan salah satu dari banyak upaya untuk terus mengembangkan teknik pembedahan, khususnya pada bedah jantung. Dengan adanya penelitian ini diharapkan muncul studi-studi serupa yang mampu mengulik permasalahan ini secara lebih mendalam. Gagal ginjal akut pasca operasi jantung merupakan masalah multidisiplin, sehingga dibutuhkan kerjasama yang baik antar bidang spesialisasi untuk mencapai hasil maksimal dalam meningkatkan kualitas hidup penderitanya.

Penulis: dr. Yan efrata Sembiring, SpB., SpBTKV(K)

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di: https://www.bjoaonline.com/article.asp?issn=2549-2276;year=2021;volume=5;issue=1;spage=6;epage=10;aulast=Adil

Adil A, Setiawan P, Sembiring YE, Arif SK, Amin H. Acute kidney injury incidence following cardiac surgery: A risk factor analysis. Bali J Anaesthesiol 2021;5:6-10

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp