Wakil Ketua MA: Anotasi Putusan Sebagai Sarana Pengayaan Keterampilan Sarjana Hukum

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Dr. H. Sunarto, S.H., M.H (Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA) bidang Yudisial) saat menyampaikan materinya. (Foto: Istimewa) .

UNAIR NEWS – Ilmu hukum merupakan ilmu terapan yang menuntut para sarjana hukum tak hanya menguasai hukum secara teoritis, namun juga terampil dalam menghadapi kasus konkret nantinya.

Minimnya pengalaman menangani kasus hukum, membuat kebanyakan lulusan sarjana hukum saat ini kurang terampil dalam menghadapi perkara hukum secara riil. Hal itu dijelaskan oleh Dr. H. Sunarto, S.H., M.H yang merupakan Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA) bidang Yudisial dalam seminar pendidikan hukum LEAP-OKP FH UNAIR Selasa (18/01) lalu. Dr. Sunarto hadir untuk mengisi topik “case law in Indonesian legal education”

Dr. Sunarto mengungkapkan, saat melakukan rekrutmen, MA harus mengadakan serangkaian proses pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan para perangkat MA. Ia berpesan, sarjana hukum harus selalu mencari pengalaman guna meningkatkan keterampilan mereka di bidang hukum.

“Oleh karena itu, sarjana hukum harus kaya akan pengalaman sehingga mampu mengaplikasikan teori yang dipelajari dalam perkuliahan untuk menghadapi kasus riil sebagai penegak hukum dan keadilan nantinya,” tuturnya.

Dr. Sunarto menjelaskan, salah satu cara untuk meningkatkan keterampilan para akademisi hukum adalah melakukan anotasi terhadap putusan pengadilan. Ia menambahkan, anotasi putusan merupakan catatan yang bertujuan untuk menerangkan, mengomentari ataupun mengkritik sebuah putusan hukum.

“Melalui anotasi putusan ini para sarjana hukum bisa belajar bagaimana membaca dan menganalisa putusan MA, mulai dari rumusan kamar hingga sumber hukum yang digunakan baik formil maupun materiil,” jelasnya.

Lebih lanjut, Dr. Sunarto mengungkapkan terdapat hal yang perlu digaris bawahi dalam melakukan anotasi putusan. Yakni anotasi terhadap putusan pengadilan itu diperbolehkan manakala putusan itu sudah berkekuatan hukum tetap (BHT) yang telah melalui serangkaian proses hukum formil dan materiil. Hal itu dilakukan untuk mencegah terjadinya antinomi hukum.

“Selain itu putusan harus dikaji dengan metode hukum formil untuk melakukan pembuktian dan hukum materi yang digunakan dalam metode penemuan hukum,” tandasnya.

Melanjutkan pemaparannya Dr. Sunarto mengungkapkan, saat ini MA sudah menyediakan kumpulan putusan pengadilan yang bisa diakses oleh siapapun di laman direktori putusan MA. Disana juga disediakan informasi berkenaan dengan rumusan kamar, yurisprudensi, landmark decision dan peraturan perundang-undangan suatu perkara.

“Mahasiswa bisa menggunakan itu sebagai bahan analisis dan kajian untuk melakukan anotasi putusan hukum,” imbuhnya.

Tak hanya itu, lanjutnya, guna mendorong para mahasiswa untuk menganalisis putusan, MA menggelar lomba pencarian dan analisis putusan yang bisa diikuti oleh seluruh mahasiswa fakultas hukum.

Pada akhir, Dr. Sunarto mengharapkan, kedepan pendidikan tinggi hukum tidak hanya menyediakan pembelajaran hukum secara teoritis saja. Namun juga mampu memberikan pengalaman bagi mahasiswa untuk menghadapi suatu perkara melalui metode belajar yang digunakan. 

“Sehingga pendidikan hukum Indonesia mampu mencetak calon aparatur yang akan mengisi jabatan strategis di peradilan maupun MA yang tak hanya berkualitas namun juga berintegritas,” pungkasnya. (*)

Penulis : Ivan Syahrial Abidin

Editor : Khefti Al Mawalia

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp