Alumnus UNAIR Bagikan Model Pengelolaan Sampah Ala Desa Proklim

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Sumadi ST MKL saat sesi diskusi. (Foto: Istimewa)

UNAIR NEWS – Dengan total penduduk mencapai 270 juta jiwa, membuat Indonesia menduduki posisi ke-3 sebagai negara penyumbang sampah terbesar di dunia. Diperkirakan, Indonesia mampu menghasilkan sampah sebanyak 67 juta ton setiap tahunnya. Nilai itu masih terus bertambah karena adanya peningkatan limbah medis akibat Covid-19.

Pengelolaan sampah berbasis desa dinilai menjadi salah satu upaya efektif untuk menanggulangi sampah. Dalam pengmas yang dilakukan oleh Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UNAIR pada Minggu (16/01) kemarin, salah satu alumnus FKM UNAIR yang telah berhasil mendirikan usaha di bidang fasilitas kesehatan masyarakat, Sumadi ST MKL membagikan informasi berkaitan dengan mitigasi sampah di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur.

Mengawali pemaparannya, Sumadi menjelaskan, sampah yang sejauh ini dipandang tidak berharga, ternyata memiliki nilai ekonomis ketika dikelola dengan baik. Ia mengungkapkan, sampah yang dihasilkan oleh 1000 rumah tangga dapat menghasilkan uang mencapai 46 Juta Rupiah. Hal itu tentu dapat menjadi motivasi masyarakat sehingga mau mengaplikasikan konsep 3R (reduce, reuse & recycle).

“Alih-alih menggunakan pendekatan kebijakan, kami lebih mengajak masyarakat melalui pendekatan kewirausahaan dalam upaya mitigasi sampah  karena memang jauh lebih efektif,” ujarnya.

Sumadi yang juga bekerja di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Nganjuk menambahkan, DLH Kabupaten Nganjuk juga menggandeng beberapa ormas seperti Nahdlatul Ulama (NU) untuk menyukseskan programnya. Melalui kerja sama tersebut dapat menghasilkan program bernama “Sedekah Sampah” dimana masyarakat menyumbangkan sampah mereka untuk dikelola.

“Kita juga adakan edukasi kepada masyarakat untuk memilah sampah-sampah yang memiliki nilai jual sehingga bisa disalurkan kepada industri yang mau menerima,” tandasnya.

Selain edukasi, DLH Kabupaten Nganjuk juga memberikan dukungan berupa penyediaan akses penjualan kepada perusahaan atau industri terkait. Hal tersebut membuat masyarakat pengelola sampah tak lagi bingung untuk menjual sampah yang sudah dikelola.

“Mulai dari plastik, kertas, kardus dan sampah lain yang bisa didaur ulang kita carikan konsumen dari sektor industri dan kita ajak kerjasama,” ungkapnya.

Tidak hanya itu, lanjutnya, masyarakat juga kita ajak untuk membuat produk kreatif seperti tas laptop, tas belanja untuk kita jual kepada institusi yang sudah menjalin kerja sama dengan kita seperti sekolah dan perangkat desa. Hal tersebut dapat menjadi sebuah motivasi bagi para pengrajin karena produk yang dibuat tak hanya untuk mengurangi sampah saja namun juga mampu menghasilkan profit.

Pada akhir, Sumadi mengungkapkan, mereka juga membuat inovasi baru dalam rangka menciptakan sarana pengelolaan sampah dalam lingkup keluarga yakni “composter underground non-agitasi” dan “composter for table non-agitasi”. Dimana setiap pohon disediakan lubang untuk menampung air dan sampah organik yang dihasilkan oleh pohon sehingga bisa menjadi pupuk.

“Sedangkan composter for table non-agitasi adalah cara mudah membuat kompos dari sampah dapur yang cukup memerlukan starter berupa kompos untuk ditumpuk dengan sampah dapur dan ditunggu 32 hari dan bisa digunakan sebagai kompos,” pungkas pria yang dianugerahi sebagai sanitarian terbaik tingkat provinsi (2008) tersebut. (*)

Penulis: Ivan Syahrial Abidin

Editor: Khefti Al Mawalia

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp