HopeHelps UNAIR, Tawarkan Layanan Tanggap Kekerasan Seksual di Kampus

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi by Media Indonesia

UNAIR NEWS – Bertumpu pada laporan kolaborasi Tirto.id, The Jakarta Post, dan VICE Indonesia pada tahun 2019, kekerasan seksual merupakan salah satu problema yang amat menjamur di lingkungan perguruan tinggi. Laporan tersebut mencatat terdapat sekitar 174 penyintas dari 79 kampus yang tersebar di 29 kota. Problema ini menjelma gunung es, karena separuh dari penyintas tersebut tidak pernah melaporkan kejadian kekerasan seksual yang pernah dialaminya.

Oleh karena itu, amat relevan untuk mengenal lebih dekat terkait HopeHelps UNAIR, yang merupakan cabang lokal dari HopeHelps Network. Organisasi ini menawarkan layanan tanggap dan pencegahan kekerasan seksual di kampus. Dengan itu, tim redaksi mewawancarai Direktur Lokal HopeHelps UNAIR Khristianti Weda pada Selasa malam (28/12/2021). Weda menuturkan bahwa layanan tanggap utama yang ditawarkan oleh HopeHelps UNAIR adalah berupa hotline dan pendampingan bagi penyintas.

“Disitu penyintas yang menghubungi hotline tersebut, dapat kami berikan dukungan awal secara psikologis, serta pendampingan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan korban. Pendampingan tersebut berupa pendampingan hukum, psikologis, dan lain-lainnya seperti administrasi kampus, misalnya mungkin korban ingin pelaku disanksi. Tapi mengingat kami seluruhnya dijalankan oleh mahasiswa (student run), tentu pendampingan itu diberikan melalui kerjasama dengan lembaga profesional,” papar alumni FH UNAIR itu.

Weda mengatakan bahwa hadirnya cabang lokal HopeHelps di Bumi Airlangga diinisiasi olehnya pasca ia menuntaskan skripsinya pada April 2021, dengan 8 orang anggota awal. Untuk mendirikan cabang lokal, para anggota tersebut harus melalui beberapa pelatihan, tes, dan wawancara dalam kurun waktu 1-2 bulan oleh HopeHelps Network.

“Jadi calon anggota akan melalui pre-test dan wawancara, dan apabila ia lolos kedua tahap tersebut maka akan mengikuti grand training selama 4-6 hari. Pelatihan tersebut komprehensif sekali ilmunya, kami diajari hal-hal seperti ilmu gender, feminisme, hukum pidana, kekerasan seksual, hingga kesehatan reproduksi. Pihak yang mengajar juga memang pakar-pakar yang berkompeten di bidangnya. Setelah itu, kami disuruh mengisi post-test yang soalnya sama persis dengan pre-test untuk mengukur perkembangan pengetahuan kami. Jadi memang lumayan panjang prosesnya agar kami siap menjadi layanan tanggap untuk penyintas kekerasan seksual di kampus,” ujarnya.

Hotline yang dimiliki oleh HopeHelps UNAIR telah aktif sejak September 2021 silam, menandakan awal mula aktifnya organisasi. Penyintas yang ingin menggunakan hotline tersebut juga amat dijamin privasinya. Hal ini dituturkan oleh Weda melalui premis bahwa hanya terdapat tiga direktorat saja yang dapat mengetahui laporan kasus yang masuk.

Weda juga menuturkan bahwa dalam geliat aktivitasnya, HopeHelps UNAIR sangat peduli terkait well-being anggota-anggotanya. Hal ini dikarenakan pada faktor bahwa ia adalah student-run organization, dan menampung laporan penyintas kekerasan seksual pasti amat membutuhkan kesiapan mental dan profesionalitas. 

“Tentu work-life balance sangat diperlukan. Bahkan, HopeHelps Network juga menyediakan lembaga konseling bagi seluruh anggota HopeHelps yang sekiranya membutuhkan,” tambahnya. 

Terakhir merespon pasca ditekennya Permendikbud-Ristek 30/2021, Weda mengatakan bahwa HopeHelps UNAIR akan meningkatkan kerjasama agar cita-cita kampus aman dari kekerasan seksual dapat terealisasi di UNAIR. Dalam konteks fitur-fitur beleid tersebut seperti pembuatan Satuan Tugas (Satgas), tentu HopeHelps UNAIR juga akan terus mengawal agar pembentukkannya di UNAIR dapat terwujud dengan baik.

Penulis: Pradnya Wicaksana

Editor: Nuri Hermawan

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp