Mengenal Barotrauma, Gejala, dan Cara Pencegahannya

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Penyampaian materi oleh Dr. Rosydiah Rahmawati, Sp. THT-KL(K) dalam acara Ngobrol Santai dengan Ahlinya, pada Minggu (26/12/2021) melalui Zoom Meeting. (Dok. Pribadi)

UNAIR NEWS – Barotrauma atau sakit telinga sering dialami oleh mereka yang sedang dalam penerbangan atau penyelaman. Dr. Rosydiah Rahmawati, Sp. THT-KL(K) dalam acara Ngobrol Santai dengan Ahlinya yang diadakan oleh Rumah Sakit Terapung Ksatria Airlangga (RSTKA) menjelaskan bahwa barotrauma adalah cedera yang disebabkan oleh kegagalan untuk menyamakan tekanan antara rongga berudara dalam tubuh dengan lingkungan sekitar.

“Ada beberapa organ yang berpengaruh akibat dari barotrauma seperti telinga, sinus paranasal, dan paru. Kita tahu bahwa perubahan tekanan di permukaan bumi, saat kita ke atas atau naik pesawat ada perubahan tekanan di saat desending ataupun asending. Kalau bicara tentang menyelam atau turun ke permukaan ada squeeze dan reverse squeeze,” jelasnya.

Selanjutnya, dr. Rosydiah menjelaskan gejala atau kondisi awal barotrauma. Pasien barotrauma memiliki riwayat berada pada perbedaan tekanan, baik penerbangan atau penyelaman, nyeri telinga, telinga terasa penuh atau tidak nyaman, dan terjadinya penurunan pendengaran.

“Jika kondisi seperti ini tidak diperbaiki maka akan memburuk sehingga bisa terjadi nyeri berat, bisa terjadi tinnitus dan vertigo, telinga keluar darah atau cairan, dan penurunan pendengaran dari sedang sampai berat,” imbuhnya.

Ia juga menjelaskan komplikasi yang terjadi karena barotrauma. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain adalah infeksi telinga akut, hilangnya pendengaran, terjadinya ruptur atau perforasi dari membran timpani, dan vertigo. Dr Rosydiah juga mengatakan bahwa barotrauma memiliki prognosis yang baik, sifatnya sementara, dan dapat sembuh sempurna.

“Komplikasi tadi bisa terjadi infeksi telinga akut, kemudian hilangnya pendengaran, ruptur atau perforasi dari membran timpani dan vertigo. Barotrauma ini prognosisnya baik, jadi sifatnya sementara dan dapat sembuh sempurna,” jelasnya.

Pada akhir, dr. Rosydiah menjelaskan cara pencegahan yang dapat dilakukan agar tidak mengalami barotrauma. Pencegahan sederhana yang dapat dilakukan yaitu pertama, membuka tutup tuba dengan gerakan rahang, baik menguap atau mengunyah, terutama sewaktu pesawat terbang mulai turun untuk mendarat.

Kedua, jika dalam keadaan flu sebaiknya menggunakan dekongestan oral 12 jam sebelum penerbangan dan tidak melakukan penyelaman. Dan ketiga, melakukan konsultasi dengan dokter THT-KL untuk hal mendetail lainnya.

“Kalau sedang naik pesawat yang bisa membuka tutup tuba adalah dengan gerakan rahang kita baik itu dengan menguap atau mengunyah supaya terjadi ekualisasi. Kalau ada keluhan dari hidung dan terpaksa naik peswat atau sebagainya maka bisa diberikan dekongestal oral 12 jam sebelum penerbangan, tapi kalau yang menyelam lebih baik tidak usah karena menyelam perubahan tekanannya lebih tinggi, dan terakhir sebaiknya konsul ke dokter THT-KL,” jelasnya. (*)

Penulis: Wiji Astutik

Editor: Binti Q. Masruroh

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp