Alasan Sapi Betina Produktif Dilarang dipotong?

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

Sapi potong mempunyai peran penting yang sangat besar bagi kehidupan  rakyat Indonesia yaitu sebagai penghasil daging untuk memenuhi kebutuhan nutrisi  asal ternak, Kebutuhan permintaan daging secara nasional semakin meningkat  seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi yang semakin baik, pembangunan  pendidikan yang lebih maju, kesadaran kebutuhan nutrisi asal ternak semakin  meningkat, sehingga menyebabkan pemotongan sapi dari berbagai breed juga  semakin meningkat. Sejak puluhan tahun terakhir Indonesia selalu mengimpor  daging dalam jumlah yang sangat besar. Pada tahun 2021 pemerintah melakukan  impor sapi bakalan sebanyak 502.000 ekor setara daging 112.503 ton, impor daging  sapi sebesar 85.500 ton, serta impor daging sapi Brazil dan daging kerbau India  dalam keadaan tertentu sebesar 100.000 ton. Salah satu penyebab Indonesia  menjadi ketergantungan impor sapi adalah permintaan daging sapi meningkat  cukup besar dengan kecepatan tinggi di bandingkan laju pertumbuhan produksi.  Sehingga produksi dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan daging  Nasional. 

Dalam usaha meningkatkan produksi dan produktivitas sapi potong di  Indonesia , kontrol terhadap pemotongan sapi-sapi betina adalah sangat penting  peranannya terhadap perkembangan populasi. sehingga kelesatrian populasi dapat  dijaga dengan baik. Pemerintah mengakui tingkat pemotongan sapi lokal betina  produktif masih tinggi mencapai 6.045 ekor sampai bulan September di tahun 2021.

(Isikhnas.com). padahal dalam undang-undang sudah di atur pelarangan  pemotongan betina produktif yaitu Undang-Undang No. 41 Tahun 2014 pasal 18  ayat (4) meyebutkan bahwa Setiap Orang dilarang menyembelih Ternak ruminansia  besar betina produktif. dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu)  tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp100.000.000,00  (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). 

Masih banyaknya pemotongan betina produktif di picu karena alasan harga  sapi betina lebih murah dibandingkan sapi jantan dan keterbatasan sapi jantan serta  penegakan hukum terkait undang-undang belum konsisten. Masih banyak tempat  pemotongan hewan (TPH) rumahan yang melakukan pemotongan betina tanpa  pengawasan dari petugas Dinas Terkait atau dokter hewan sebagai pengawas  kesehatan masyarakat.  

Keterkaitan pemotongan betina produktif dengan penyakit brucellosis adalah  bahwa penyakit brucellosis merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan oleh  bakteri genus Brucella sp. Brucellosis di Indonesia dikenal sebagai penyakit  reproduksi menular pada hewan ternak, dan juga bisa menular pada manusia,  penyakit ini belum banyak dikenal di masyarakat. Sumber penularan yang potensial  dari hewan ke manusia adalah ternak sapi yaitu melalui kontak dengan plasenta,  fetus (janin) dan cairan organ reproduksi hewan. 

Penyakit brucellosis bisa menular  dari hewan ke manusia dapat terjadi melalui jalur yaitu : a) Makanan yaitu  mengkonsumsi makanan dan susu non pasteurisasi yang tercemar bakteri Brucella,  b) Pekerjaan, Kasus penyakit banyak terjadi di dokter hewan, peternak, pekerja  Rumah Potong Hewan (RPH), pekerja tempat pemerahan susu (TPS) dan para  pemotong hewan . Jika induk yang bunting di sembelih terinfeksi brucellosis 

kemungkinan besar fetus (janin) juga terinfeksi brucellosis. Karena sapi yang  terinfeksi brucellosis dapat mengeluarkan Brucella sp dalam jumlah banyak dalam  membran fetus. Penanganan pemotongan sapi tanpa menggunakan APD (alat  pelindung diri) bisa beresiko tertular penyakit brucellosis. Apabila fetus (janin)  yang terinfeksi brucellosis kemudian dijual untuk dikonsumsi maka resiko  terjangkitnya penyakit brucellosis juga tinggi mulai dari pengolahan tanpa  menggunakan alas tangan sampai konsumsi daging fetus (janin) yang kurang  matang. Oleh sebab itu pemotongan yang benar harus di lakukan di Rumah Potong  Hewan (RPH) yang mempunyai sertifikat NKV (Nomor Kontrol Veteriner) dengan  pengawasan dokter hewan agar pemotongan betina bisa dikendalikan dan  pengawasan Kesehatan masyarakat bisa dikontrol secara baik dalam rangka  menjamin karkas, daging dan jeroan yang dihasilkan untuk memenuhi kriteria  Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH). 

Penulis: Ali Mubin_062024253005_Mahasiswa S2 IPKMV FKH  UNAIR

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp