Sapi potong mempunyai peran penting yang sangat besar bagi kehidupan rakyat Indonesia yaitu sebagai penghasil daging untuk memenuhi kebutuhan nutrisi asal ternak, Kebutuhan permintaan daging secara nasional semakin meningkat seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi yang semakin baik, pembangunan pendidikan yang lebih maju, kesadaran kebutuhan nutrisi asal ternak semakin meningkat, sehingga menyebabkan pemotongan sapi dari berbagai breed juga semakin meningkat. Sejak puluhan tahun terakhir Indonesia selalu mengimpor daging dalam jumlah yang sangat besar. Pada tahun 2021 pemerintah melakukan impor sapi bakalan sebanyak 502.000 ekor setara daging 112.503 ton, impor daging sapi sebesar 85.500 ton, serta impor daging sapi Brazil dan daging kerbau India dalam keadaan tertentu sebesar 100.000 ton. Salah satu penyebab Indonesia menjadi ketergantungan impor sapi adalah permintaan daging sapi meningkat cukup besar dengan kecepatan tinggi di bandingkan laju pertumbuhan produksi. Sehingga produksi dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan daging Nasional.
Dalam usaha meningkatkan produksi dan produktivitas sapi potong di Indonesia , kontrol terhadap pemotongan sapi-sapi betina adalah sangat penting peranannya terhadap perkembangan populasi. sehingga kelesatrian populasi dapat dijaga dengan baik. Pemerintah mengakui tingkat pemotongan sapi lokal betina produktif masih tinggi mencapai 6.045 ekor sampai bulan September di tahun 2021.
(Isikhnas.com). padahal dalam undang-undang sudah di atur pelarangan pemotongan betina produktif yaitu Undang-Undang No. 41 Tahun 2014 pasal 18 ayat (4) meyebutkan bahwa Setiap Orang dilarang menyembelih Ternak ruminansia besar betina produktif. dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Masih banyaknya pemotongan betina produktif di picu karena alasan harga sapi betina lebih murah dibandingkan sapi jantan dan keterbatasan sapi jantan serta penegakan hukum terkait undang-undang belum konsisten. Masih banyak tempat pemotongan hewan (TPH) rumahan yang melakukan pemotongan betina tanpa pengawasan dari petugas Dinas Terkait atau dokter hewan sebagai pengawas kesehatan masyarakat.
Keterkaitan pemotongan betina produktif dengan penyakit brucellosis adalah bahwa penyakit brucellosis merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan oleh bakteri genus Brucella sp. Brucellosis di Indonesia dikenal sebagai penyakit reproduksi menular pada hewan ternak, dan juga bisa menular pada manusia, penyakit ini belum banyak dikenal di masyarakat. Sumber penularan yang potensial dari hewan ke manusia adalah ternak sapi yaitu melalui kontak dengan plasenta, fetus (janin) dan cairan organ reproduksi hewan.
Penyakit brucellosis bisa menular dari hewan ke manusia dapat terjadi melalui jalur yaitu : a) Makanan yaitu mengkonsumsi makanan dan susu non pasteurisasi yang tercemar bakteri Brucella, b) Pekerjaan, Kasus penyakit banyak terjadi di dokter hewan, peternak, pekerja Rumah Potong Hewan (RPH), pekerja tempat pemerahan susu (TPS) dan para pemotong hewan . Jika induk yang bunting di sembelih terinfeksi brucellosis
kemungkinan besar fetus (janin) juga terinfeksi brucellosis. Karena sapi yang terinfeksi brucellosis dapat mengeluarkan Brucella sp dalam jumlah banyak dalam membran fetus. Penanganan pemotongan sapi tanpa menggunakan APD (alat pelindung diri) bisa beresiko tertular penyakit brucellosis. Apabila fetus (janin) yang terinfeksi brucellosis kemudian dijual untuk dikonsumsi maka resiko terjangkitnya penyakit brucellosis juga tinggi mulai dari pengolahan tanpa menggunakan alas tangan sampai konsumsi daging fetus (janin) yang kurang matang. Oleh sebab itu pemotongan yang benar harus di lakukan di Rumah Potong Hewan (RPH) yang mempunyai sertifikat NKV (Nomor Kontrol Veteriner) dengan pengawasan dokter hewan agar pemotongan betina bisa dikendalikan dan pengawasan Kesehatan masyarakat bisa dikontrol secara baik dalam rangka menjamin karkas, daging dan jeroan yang dihasilkan untuk memenuhi kriteria Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH).
Penulis: Ali Mubin_062024253005_Mahasiswa S2 IPKMV FKH UNAIR