SARS-CoV-2 atau yang biasa kita kenal dengan Virus COVID-19 merupakan kejadian pandemi yang berlangsung dua tahun terakhir dan merupakan pandemi setelah pandemi Flu Babi (H1N1) pada tahun 2009. Berbeda dengan pandemi sebelumnya yang prevalensi kejadiannya kurang lebih hanya 274.304 yang dirumah sakitkan dan 12.469 kematian, kasus COVID-19 per tanggal 19 Desember 2021 telah terjadi kurang lebih 274 juta kasus penyakit dengan 5,35 juta kasus kematian menurut data Badan Kesehatan Dunia.
Tentu saja dengan munculnya pandemi yang hingga saat ini belum kunjung usai ini sangatlah meresahkan terutama dengan penularan yang sangat cepat dan gejala awal yang sulit untuk terdeteksi karena seperti flu dan batuk yang ringan. Dengan kejadian kasus yang terus bertambah, pengobatan yang pasti untuk melawan virus ini juga kurang efektif. Dan bentuk penanganan yang terbaik untuk kondisi saat ini adalah dengan pencegahan, yaitu dengan vaksinasi.
Vaksinasi COVID-19 yang sangat penting untuk dilakukan saat ini, telah tersedia dari berbagai jenis vaksin, diantaranya vaksin mRNA, vaksin subunit dan vaksin inaktif. Dari berbagai jenis vaksin yang telah dibuat di dunia, vaksin inaktif merupakan jenis vaksin yang terbukti paling aman. Ditinjau dari segi efek samping apabila dibandingkan dengan vaksin yang berbasis mRNA maupun subunit dianggap lebih aman karena memberikan efek samping yang minimal hingga tidak ada sama sekali. Dari segi efektifitas memang vaksin inaktif kurang efektif apabila dibandingkan dengan vaksin jenis lainnya. Akan tetapi vaksin inaktif yang menggunakan whole-virus yaitu keseluruhan virus yang terdapat keseluruhan protein dari virus merupakan suatu keunggulan tersendiri. Dengan adanya berbagai jenis
protein pada vaksin inaktif dirasa dengan adanya mutasi pada virus lapang pun sel B memori pada tubuh masih dapat mengenali dan dapat melindungi tubuh dari infeksi. Terlebih lagi saat ini, Indonesia sedang berusaha untuk membuat vaksin berbasis inaktif dalam program vaksin merah putih yang dicanangkan oleh pemerintah. Pembuatan vaksin inaktif ini sangatlah ditunggu tunggu oleh khalayak ramai, dikarenakan apabila berhasil vaksin inaktif ini merupakan vaksin inaktif untuk manusia pertama buatan Indonesia. Dan pada tanggal 10 November 2021 kemarin Universitas Airlangga sebagai pencanang pembuatan vaksin inaktif Merah Putih telah memberikan seed vaccine secara simbolis kepada PT. Biotis Indonesia untuk dilakukan uji klinis tahap III pada manusia.
Vaksin ini dinilai aman dan halal karena sudah menjalani serangkaian pemeriksaan dan pengecekan terhadap efektivitas dan efikasi dari vaksin ini sendiri yang dilakukan oleh BPOM. Terkait dengan pemeriksaan keefektifitasan vaksin perlu dilakukan beberapa pengujian. Dari banyak jenis pengujian sitokin, beberapa yang penting untuk diuji diantaranya IFNγ, IgG, dan sel T CD4+. IFNγ sendiri perlu diperiksa berkaitan dengan aktivitas sel T helper II dan juga sebagai penginduksi sel T CD4+. Untuk IgG sendiri merupakan pengukuran antibodi yang utama untuk mengukur apakah vaksin tersebut efektif dalam membentuk antibodi dalam tubuh atau tidak, terutama karena IgG merupakan antibodi yang sifatnya bertahan lebih lama daripada IgM yang hanya bertahan kurang lebih 14 hari saja. Pengukuran sel T CD4+ juga sangatlah penting didukung bahwa sel ini merupakan salah satu indikator utama dari terbentuknya respon humoral yang merupakan indikator keberhasilan vaksin inaktif.
Diharapkan juga pemeriksaan-pemeriksaan yang sebelumnya sudah dilakukan pada fase uji coba pada kultur sel serta pada hewan coba primate-non-human yang sangat baik dengan efektivitas dan efikasi yang tinggi dapat selaras dengan fase uji coba tahap III yang dilakukan pada manusia. Sehingga pandemi ini dapat cepat berakhir terutama di Indonesia.
Penulis: Florentina Evelyn Purnomo, S2 Vaksinologi dan Imunoterapetika/ 062024453002