Presbikusis adalah gangguan pendengaran akibat proses degenerasi yang dijumpai pada usia 65 tahun atau lebih, ditandai dengan penurunan kepekaan pendengaran pada kedua telinga. Hasil audiogram penderita presbikusis menunjukkan peningkatan nilai ambang dengar dengan jenis gangguan pendengaran sensorineural bilateral simetris. Gangguan pendengaran adalah masalah umum dan berpotensi mengganggu lanjut usia (lansia). Kehilangan pendengaran dapat merusak fisik, fungsi sosial, gangguan perilaku serta mengurangi kualitas hidup pada lansia. Presbikusis merupakan salah satu gejala dan tanda pada lansia dimana sekitar 25-40% lansia didiagnosis menderita presbikusis. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 mendapatkan angka gangguan pendengaran di Indonesia sebesar 0,09%. Prevalensi tertinggi terdapat di provinsi Maluku (0,45%) dan prevalensi terendah di provinsi Kalimantan Timur (0,03%).
Audiogram pada pasien dengan penurunan pendengaran akibat proses penuaan yaitu tampak gambaran penurunan pendengaran bilateral simetris yang mulai terjadi pada nada tinggi dan bersifat sensorineural serta tidak ada kelainan yang mendasari. Perubahan yang mencolok pada koklea adalah terjadinya atrofi dan degenerasi sel rambut penunjang pada organ Corti. Proses atrofi juga disertai perubahan vaskuler pada stria vaskularis, berkurangnya jumlah serta ukuran sel-sel ganglion dan saraf. Proses degenerasi ini menimbulkan gangguan pendengaran tipe sensorineural frekuensi tinggi dengan sifat bilateral dan simetris. Gangguan pendengaran dapat terjadi dalam berbagai derajat, dari ringan sampai sangat berat. Keterbatasan dalam pendengaran ini membawa dampak yang signifikan bagi pasien, keluarga, masyarakat maupun negara. Gangguan pendengaran menimbulkan hambatan dalam berkomunikasi sehingga menyebabkan isolasi sosial, depresi, menarik diri dari aktivitas hidup serta menurunkan kualitas hidup lansia.
Skrining pendengaran sebaiknya dilakukan secara rutin pada lansia diatas 60 tahun untuk menurunkan morbiditas akibat presbikusis. Pemeriksaan baku emas gangguan pendengaran adalah audiometri nada murni untuk mengetahui jenis dan derajat gangguan pendengaran. Derajat gangguan pendengaran ditentukan berdasarkan nilai rata-rata ambang dengar atau Pure Tone Averages (PTA).Pemeriksaan audiometri ini sulit dilakukan di beberapa tempat karena terkait masalah akses, sistem rujukan dan biaya sehingga banyak praktek di lapangan yang mengandalkan pemeriksaan uji suara bisik modifikasi. Suara bisik adalah kata-kata yang dibisikkan dengan udara cadangan dalam paru-paru yaitu udara yang tertinggal sesudah ekspirasi biasa atau normal. Sampai saat ini uji suara bisik modifikasi memiliki peranan penting untuk menilai gangguan pendengaran secara sederhana.
Hal ini membuat Dr. Nyilo Purnami, dr., Sp.T.H.T.K.L(K), FICS, FISCM dan Rizki Najoan, dr., yang merupakan tim peneliti dari RSUD Dr. Soetomo tertarik untuk meneliti validitas uji suara bisik modifikasi sebagai metode skrining pendengaran pada pasien presbikusis. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus hingga September 2018 pada 45 lansia atau 90 telinga, dengan rentang usia 65-88 tahun dan bersedia berpartisipasi pada penelitian ini.
Pemeriksaan dilakukan dengan pemeriksa duduk berhadapan dengan penderita atau yang akan diperiksa, telunjuk kiri atau kanan pemeriksa ditekankan pada tragus telinga penderita yang tidak diperiksa dan menutup telinga, kemudian digerak-gerakkan hingga menimbulkan suara sebagai masking. Dibisikkan kata-kata yang diujikan dengan memalingkan mulut menjauhi telinga penderita yang diperiksa. Kata-kata yang dibisikkan berasal dari PB list (Phonetical Balanced list), dibisikkan 10 kata, lalu penderita disuruh menirukan dengan terang dan keras apa yang sudah didengar. Apabila penderita bisa menirukan dengan benar 80% dari kata-kata yang dibisikkan, maka telinganya dianggap lulus sementara jika kurang dari 80% dinyatakan tidak lulus.
Pada penelitian ini pasien lansia yang dilakukan pemeriksaan uji suara bisik modifikasi, dari 90 telinga dinyatakan lulus yaitu sebanyak 65 telinga dan sisanya 25 telinga yang tidak lulus.Hasil pemeriksaan audiometri yang dihitung pada rata-rata semua frekuensi (250 Hz sampai dengan 4000Hz), terdapat telinga kanan normal sebanyak 3 telinga, ringan sebanyak 30 telinga, sedang sebanyak 7 telinga, sedang berat sebanyak 7 telinga, berat sebanyak 1 telinga, sangat berat sebayak 4 telinga, telinga kiri normal sebanyak 3 telinga, ringan sebanyak 25 telinga, sedang sebanyak 0 telinga, sedang berat sebanyak 6 telinga, berat sebanyak 3 telinga, sangat berat sebanyak 1 telinga.
Hasil pemeriksaan audiogram pada semua frekuensi didapatkan sensitivitas paling tinggi pada frekuensi >41-55 dB sebesar 100%, spesifisitas sebesar 100% sedangkan sensitivitas paling rendah pada frekuensi > 56-70 dB sebesar 23,07% spesifisitas 100%, nilai ramal positif (NRP) pada frekuensi >25-40 dB sebesar 88,46% sedangkan nilai ramal negatif (NRN) sebesar 100%.
Kesimpulan yang penting diketahui pada penelitian ini adalah bahwa uji suara bisik modifikasi memiliki spesifisitas yang baik sehingga dapat digunakan sebagai skrining dini gangguan pendengaran.
Penulis: Dr. Nyilo Purnami, dr., Sp.T.H.T.K.L(K), FICS, FISCM., Rizki Najoan, dr.