Di Indonesia, gula merupakan salah satu komoditas penting setelah beras. Pabrik gula juga merupakan salah satu industri strategis di Indonesia karena output pabrik gula dapat memenuhi kebutuhan pangan pokok, bahan baku industri lain, dan menciptakan lapangan kerja. Indonesia memiliki era keemasan industri gula pada tahun 1930-an. Saat itu, ekspor gula berkisar antara 2,4 juta ton hingga 3 juta ton pada periode puncak produksi.
Dari peristiwa masa lalu, pabrik gula sangat penting untuk membangun peradaban suatu daerah, seperti Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Pabrik gula dibangun tidak hanya untuk menunjang perekonomian tetapi juga untuk membangun kehidupan manusia, masyarakat, negara dan bangsa. Sejak zaman Belanda, dari tahun 1830 hingga 1870, tebu merupakan salah satu tanaman prioritas yang paling penting dan produksinya 3 juta ton per tahun. Setelah itu, produksi gula selalu di bawah 3 juta ton hingga saat ini, dan target pemerintah saat ini (konsumsi gula 3,1 juta ton) tidak dapat berhasil dan target produksi gula swasembada tidak dapat dipenuhi hingga saat ini.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan diambil dari survei industri manufaktur besar dan menengah Badan Pusat Statistik (BPS) periode 2010-2014. Data diambil dari sub industri industri gula Indonesia, kode ISIC nomor 10721. Data panel pengamatan di 73 perusahaan (data cross sectional) dan 5 tahun (deret waktu 2010-2014) digunakan untuk mengevaluasi efisiensi energi. pada model ini dengan menggunakan software Frontier Version 4.1. Semua variabel yang dinyatakan dalam satuan moneter dihitung berdasarkan indeks harga grosir (IHK) yang diterbitkan oleh BPS atas dasar harga konstan tahun 2010. Variabel yang digunakan dalam studi empiris ini adalah output, tenaga kerja, modal, bahan baku dan energi. Variabel output didefinisikan sebagai jumlah nilai output perusahaan pada tahun tertentu. Stok modal dihitung dengan nilai penggantian aset tetap. Nilai aset tetap mengandung tiga jenis aset: tanah dan bangunan, mesin dan barang modal lainnya dan kendaraan. Tenaga kerja dihitung dengan jumlah pekerja, bukan jam kerja karena ketersediaan data. Bahan baku adalah jumlah biaya bahan baku termasuk dalam negeri dan impor. Energi mencakup jumlah semua pengeluaran untuk semua jenis sumber energi yang digunakan dalam proses produksi.
Dengan menggunakan SFA untuk mengukur efisiensi energi semua pabrik gula di industri gula di Indonesia dari 2010 hingga 2014. Efisiensi energi tinggi di Gorontalo, Sulawesi Selatan, Banten, dan Jawa Timur. Kinerja energi pabrik gula di daerah lain masih di bawah rata-rata industri. Road Map Industri Gula Indonesia di mana Kementerian Perindustrian menyatakan bahwa untuk pengembangan industri gula (pengolahan tebu), pemerintah harus ditegakkan di segala bidang mulai dari perkebunan, pengolahan, pemasaran dan distribusi yang didukung oleh pemangku kepentingan serta organisasi pendukung seperti R&D, sumber daya manusia, keuangan/perbankan dan transportasi. Untuk mewujudkan Road Map ini, pemerintah juga harus mempertimbangkan efisiensi energi pabrik gula dalam pengolahan karena energi merupakan input penting dalam produksi gula. Pemerintah harus mendorong peningkatan efisiensi dengan mengambil langkah-langkah seperti pelatihan untuk tenaga kerja tidak terampil dan harus mengundang teknologi asing di industri gula untuk meningkatkan efisiensi penggunaan energi dalam proses produksi gula. Akhirnya, karena keterbatasan data, faktor lain yang berdampak pada efisiensi energi pabrik gula tidak dipertimbangkan dalam penelitian ini. Studi lebih lanjut dapat dilakukan untuk menganalisis faktor-faktor lingkungan ini.
Penulis: Dyah Wulan Sari, Dra.Ec. M.Ec.Dev., Ph.D
Link Jurnal: http://www.rericjournal.ait.ac.th/index.php/reric/article/view/2469