Transplantasi MSCs yang bersumber dari bone marrow atau jaringan adipose dari kelinci dan tikus efektif dalam meregenerasi jaringan yang mengalami kerusakan, selain juga mendukung Stem cell endogen, memungkinkan mereka untuk bereplikasi dan menjadi mature menjadi sel sperma. Namun demikian daya hidup MSCs yang ditransplantasikan dari bone marrow, jaringan adiposa, atau darah tali pusat adalah masih rendah. Oleh karena itu treatment menggunakan stem cells memiliki efektifitas yang terbatas.
Penurunan viabilitas dari MSCs dapat disebabkan karena selama ini kultur in vitro dilakukan pada kondisi normoksia dengan konsentrasi oksigen yang tinggi (>20%). Kultur normoksia menjadi penyebab terjadinya senescence sel, apoptosis dan mutase gen. Kondisi ini yang menyebabkan rendahnya viabilitas dari MSCs, sehingga menyebabkan rendahnya keberhasilan terapi stem cells. Oleh karena itu dapat dihipotesiskan bahwa efisiensi transplantasi MSC dipengaruhi oleh apoptosis. Sehinnga untuk mencapai efek terapeutik, diperlukan dosis MSCs yang besar. Beberapa peneliti berusaha untuk mendapatkan dosis yang tepat tanpa booster, sehingga mengurangi tingginya biaya. Selama ini, efektivitas pengobatan masih belum jelas, sehingga investigasi alternatif masih diperlukan lebih lanjut untuk efektifitas terapi.
Penelitian lain telah menunjukkan secara signifikan bahwa kultur stem cell pada kondisi hipoksia (1-3% O2 dapat mempertahankan MSCs yang ditransplantasikan agar tetap hidup dan beradaptasi, Kondisi di lingkungan hipoksia menyebabkan sel berada pada kondisi diam (quiescence cells), hal inilah yang menyebabkan stem cell dapat hidup lebih lama. Hypoxia-inducible factor 2 (HIF2), sebagai sebuah regulator kritis dari fungsi progenitor stem cell, dapat mempengaruhi ekspresi p63 sebagai penanda quiescence cells. Quiescent MSCs berpotensi terjadinya self-renewing yang tetap berada pada gap 0 dan tidak bersiklus atau pada tahap undifferentiated.
Pada tahap indeferent, self renewal adalah pertanda proses biologi dan mekanisme pertahanan. Signal homing didasarkan pada ekspresi vascular endothelial growth factor (VEGF) transplantasi berikut sangat penting untuk kultur MSCs tikus yang dikondisikan hipoksia (konsentrasi 1% O2). VEGF adalah komponen dari extracellular matrix yang dapat mempertahankan lingkungan yang menguntungkan bagi stem cell untuk bertahan hidup setelah transplantasi. Penelitian yang dilakukan ini bertujuan untuk menentukan efektivitas MSCs yang dikultur di bawah kondisi hipoksia untuk meningkatkan tingkat kesuburan pada pejantan.
Materi dan Metode: MSCs berasal dari sumsum tulang (200 juta sel / tikus) ditransplantasikan pada tikus jantan infertil (10 tikus tiap kelompok) setelah 4 hari kultur normoksia O2 21% dan hipoksia O2 1%. Selanjutnya 10 tikus fertile dan 10 tikus infertil tidak ditransplantasi (sebagai kontrol). Induksi infertile dilakukan dengan cara dipuasakan selama 5 hari. Kondisi puasa 5 hari menyebabkan malnutrisi dan kemudian berakibat pada testis failure.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa MSCs yang dikultur pada kondisi hpoksia lebih efectiv daripada yang dikultur normoksia untuk terapi testicular failure pada pejantan tikus infertil didasarkan pada peningkatan expresi p63 sebagai marker dari quiescent dan ekspresi ETV5 sebagai marker transcription faktor pada sel Sertoli dan germ cells. Selanjutnya, terjadi perbaikan dari struktur tubulus seminiferus, dimana terjadi peningkatan sel spermatogonia, spermatosit primer dan sekunder, serta sel spermatid, Sertoli, dan Leydig pada tikus jantan infertil yang ditransplantasi MSCs yang dikultur pada kondisi hipoksia. Transplantation of MSCs yang dkultur pada kondisi hipoksia merupakan treatmen yang effective untuk testicular failure pada tikus.
Penulis: Erma Safitri1 and Hery Purnobasuki
Link jurnal: Effectiveness of mesenchymal stem cells cultured under hypoxia to increase the fertility rate in rats (Rattus norvegicus)
Link : http://www.veterinaryworld.org/Vol.14/November-2021/28.pdf