Mampukah Manusia Bertahan dalam Menghadapi Dinamika Agen Infeksi Bakteri

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi by Halodoc

Ilmuwan membagi penyakit pada manusia menjadi 3 yaitu penyakit degeneratif, penyakit metabolik dan penyakit infeksi. Penyakit infeksi adalah penyakit yang timbul atau terjadi oleh karena adanya infeksi. Infeksi, diartikan sebagai masuknya agen infeksi ke dalam atau pada tubuh manusia diikuti dengan multiplikasi. Karena manusia dilengkapi dengan sistim kebal/imun, tidak setiap infeksi akan berlanjut menjadi penyakit infeksi.

Agen infeksi adalah makhluk hidup kecil yang mampu menyebabkan infeksi. Ujudnya berupa virus, bakteri, jamur ataupun parasit. Saat ini, ilmuwan sudah mengetahui dan membuktikan bahwa infeksi oleh agen infeksi tidak hanya menyebabkan penyakit infeksi, namun juga berakibat terjadinya tumor/kanker, dan penyakit metabolik.

Agen infeksi yang tergolong virus, bakteri, dan jamur dipelajari oleh bidang ilmu yang bernama mikrobiologi. Selain mempelajari karakteristik agen infeksi, ilmuwan mikrobiologi juga berusaha untuk mencari, menemukan, menentukan dan memanfaatkan senyawa-senyawa antimikroba/antibiotik dalam upaya mengobati pasien dengan penyakit infeksi. Dengan penemuan Pencilin, ilmuwan yakin bahwa penyakit infeksi akan hilang di akhir abad 20 lalu. Namun faktanya, sampai dengan hari ini, penyakit infeksi itu masih tetap ada. Bahkan akhirnya ditemukan adanya agen infeksi yang resisten atau multi resisten terhadap banyak antibiotik yang saat ini ada.

Ilmuwan lupa bahwa agen infeksi itu juga punya hak hidup di planet bumi ini. Bahkan agen infeksi ini telah terbukti lebih sukses tinggal dan hidup di planet bumi ini berdasar perhitungan bahwa umur agen infeksi ini di planet bumi lebih lama daripada manusia itu sendiri. Sebagai makhluk hidup, agen infeksi dilengkapi dengan kemampuan untuk mempertahankan diri di habitatnya dari stressor-stressor fisik, kimia dan biologi lainnya.

Dalam tubuh pasien, antibiotik yang digunakan untuk menghambat/mematikan agen infeksi penyebab penyakit infeksi pasien merupakan salah satu stressor kimia. Saat paparan pertama oleh antibiotik, banyak sel agen infeksi dapat dihambat/dimatikan oleh antibiotik tersebut. Namun, karena antibiotik yang diberikan tidak mematikan semua sel agen infeksi maka sel agen infeksi yang masih hidup berkesempatan untuk berusaha menjadi resisten terhadap paparan antibiotik selanjutnya. Perubahan dari sensitif menjadi resisten itu disebut oleh ilmuwan sebagai proses mutasi; dan karena mutasi itu sifatnya diturunkan maka akan terbentuk generasi sel agen infeksi baru yang sifatnya resisten terhadap antibiotik.

Konsep lain yang dimunculkan oleh ilmuwan berkenaan dengan adanya sel agen infeksi yang resisten terhadap antibiotik ini adalah Selective Pressure. Konsep ini menganggap bahwa populasi suatu species agen infeksi terdiri dari 2 sub-populasi yaitu sub-populasi yang sensitif dan sub-populasi yang resisten terhadap suatu antibiotik, dimana sub-populasi yang sensitif lebih bayak jumlah selnya daripada sub-populasi yang resisten. Saat sub-populasi yang sensitif dihambat/dimatikan oleh suatu antibiotik, memberi kekebasan kepada sub-populasi resisten untuk berkembang biak lebih banyak; seolah terjadi pergantian menjadi populasi yang resisten.

Menurut tempat kerjanya, antibiotik dikelompokkan menjadi : 1)mengganggu sintesis dinding sel bakteri, 2) mengganggu fungsi membran sitoplasma bakteri, 3) mengganggu sintesis protein sel bakteri, 4) mengganggu fungsi DNA bakteri, 5) mengganggu metabolism sel bakteri. Di antara 5 kelompok antibiotik tersebut, kelompok anibiotik yang mengganggu sintesis dinding sel bakteri dianggap oleh ilmuwan sebagai antibiotik yang paling aman, sehingga tidak heran bila antibiotik kelompok ini dipilih untuk terapi empirik. Salah satu contoh antibiotik kelompok ini adalah antibiotik beta laktam. Antibiotik beta laktam sendiri terdiri dari 6 golongan berdasar struktur kimianya; salah satunya adalah golongan cephalosporin.

Saat ini, cephalosporin dibedakan berdasar target bakterinya menjadi generasi 1, 2, dan 3. Generasi 1 lebih aktif terhadap bakteri Gram positif, generasi 2 lebih kurang sama aktifnya terhadap bakteri Gram positif maupun Gram negatif, sedangkan generasi 3 lebih aktif terhadap bakteri Gram negatif. Salah satu contoh cephalosporin generasi 3 yang pernah dipilih untuk terapi  empirik adalah cefotaxim.

Dalam perkembangannya, penggunaan cefotaxim yang tidak tepat telah memunculkan galur/strain baru yang saat ini dikenal sebagai penghasil enzym beta laktamase berspektrum luas (ESBL). Produksi enzym ESBL ini mengakibatkan sel bakteri menjadi resisten terhadap cephalosporin generasi 1, 2 dan 3, resisten terhadap penicilin, monobaktam, sehingga menyulitkan terapinya. Perlu diketahui pula bahwa sifat resisten suatu species bakteri dapat dipindahkan ke species bakteri lain.

Kalau pilihan antibiotik semakin sedikit, atau bahkan sudah tidak ada, mampukah sistim kebal/imun mengatasi agen infeksi seperti itu ?

Penulis: Eddy Bagus Wasito        

Link Jurnal: M Amin, Eddy Bagus Wasito, Erwin Astha Triyono, 2021. Comparison between exposure of ciprofloxacin and cefotaxim on developing of Escherchia coli ESBL. Folia Medica Indonesiana       

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp