Pengembangan Sistem Manajemen Pembelajaran Berbasis Moodle

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi by detikNews

Pandemi penyakit virus corona (covid-19) berlangsung selama hampir dua tahun dan menyebarkan gangguan pendidikan dalam hal pembelajaran dan pengajaran di seluruh dunia. Sekolah dan lembaga pendidikan terdampak oleh munculnya virus dan peraturan baru dalam meminimalkan dampak pandemi. Untuk mencegah masyarakat dari ancaman virus dan dampak negatifnya, hampir semua sekolah di dunia membatasi aktivitas fisik dan interaksi pendidikannya. Kegiatan belajar mengajar offline atau on-site harus diubah menjadi instruksi online untuk mendukung keberlangsungan praktik pendidikan selama pandemi covid-19. Menanggapi situasi yang menantang ini, banyak lembaga pendidikan secara bertahap dan terus-menerus menerapkan teknologi baru yang mendukung pembelajaran jarak jauh. Semakin banyak teknologi pembelajaran yang dikembangkan relevansinya dengan kebutuhan praktik pendidikan jarak jauh di masa pandemi covid-19. Aplikasi yang paling dibutuhkan dalam memfasilitasi dan mengelola kegiatan pembelajaran jarak jauh adalah learning management system (LMS). LMS telah diadopsi secara luas oleh sekolah dan institusi untuk memfasilitasi pembuatan, desain, dan penyampaian konten kursus melalui perangkat seluler atau situs web. Secara umum, penerapan LMS ditujukan untuk tujuan pembelajaran yang berbeda seperti kegiatan pelengkap kelas konvensional dan pengelolaan kelas. Namun, dalam situasi pandemi, LMS dapat menggantikan kehadiran fisik sepenuhnya di antara siswa, guru, dan anggota staf dalam hal pembelajaran dan instruksi.

LMS dapat memfasilitasi pertemuan berbasis online, manajemen konten, presentasi, dan penilaian menggunakan perangkat elektronik. Selain kelebihan LMS, tingkat pemanfaatan LMS harus diselidiki terutama untuk guru dan siswa dari sekolah yang kurang beruntung secara sosial karena mereka mungkin memiliki akses terbatas ke LMS dan mungkin memiliki literasi digital yang rendah. Selain itu, meskipun mereka memiliki akses ke pembelajaran digital dan memiliki literasi digital, beberapa dari mereka mungkin merasakan keterlibatan yang rendah dan mendapat manfaat dari investasi waktu mereka dengan LMS. Mereka kekurangan akses dukungan pembelajaran jarak jauh, padahal kebutuhan pendidikan selama penutupan sekolah akibat pandemi covid-19 tidak bisa dipungkiri.

Menurut hasil makalah teknis oleh Liabo et al., akses pembelajaran online untuk sekolah yang kurang mampu secara sosial dapat didukung oleh kemitraan perusahaan atau institusi untuk menyediakan perangkat lunak pembelajaran digital dan sumber daya pendidikan. Mereka juga menyatakan bahwa teknologi pendidikan harus dikaitkan dengan kurikulum yang ada dan yang baru sehingga akan selaras dengan kebutuhan sekolah. Pemerintah juga harus mengambil bagian dalam memastikan kehadiran pengajaran virtual sama baiknya di semua sekolah. Guru dan siswa membutuhkan tingkat interaksi setinggi mungkin melalui koneksi internet dan teknologi pembelajaran digital selama pandemi. Siswa tidak mungkin berkembang tanpa interaksi guru yang berkualitas. Selanjutnya, desain kegiatan pembelajaran dan proses penilaian selama pandemi bergantung pada guru. Mereka bertanggung jawab untuk memantau aktivitas setiap siswa di sekolahnya. Dari segi proses pedagogis, penyediaan kesempatan belajar baik sinkron maupun asinkron selama pandemi juga menjadi tantangan bagi guru. Guru hendaknya memberikan pendampingan bagi siswa yang memiliki keterbatasan akses koneksi internet dengan melakukan asynchronous engagement dan menyediakan materi pembelajaran elektronik seperti e-book atau video pembelajaran. Sekolah juga perlu memastikan bahwa pembelajaran jarak jauh dan materi pendidikan dapat diakses dengan baik oleh siswa yang kurang mampu.

Dalam situasi ini, penggunaan platform e-learning atau sistem manajemen pembelajaran menjadi lebih penting untuk mendukung keberlangsungan praktik belajar dan mengajar. Sekolah-sekolah yang kurang mampu secara sosial membutuhkan sistem manajemen pembelajaran serta dukungan teknis yang tidak dipungut biaya. Dengan peningkatan pesat yang dibuat oleh teknologi, penggunaan LMS harus ditingkatkan secara signifikan untuk meningkatkan fitur dan kemampuan. Masalah lain juga datang dari tingginya harga yang terkait dengan pengembangan LMS untuk sekolah yang dapat menyebabkan ketimpangan digital antar sekolah. Untuk sekolah dengan sumber daya teknis dan keuangan yang terbatas, jauh lebih baik menggunakan perangkat lunak sumber terbuka (OSS) seperti lingkungan belajar dinamis berorientasi objek modular (Moodle). LMS yang bekerja di bawah lisensi sumber terbuka seperti Moodle dapat mendukung penerapan pembelajaran online untuk sekolah yang kurang beruntung secara sosial. Karena fleksibilitas, keamanan, dan kustomisasi, Moodle dapat mengakomodasi lingkungan pengajaran online tanpa biaya tambahan. Efektivitas LMS juga sepenuhnya bergantung pada infrastruktur teknologi dan aspek usability. Pertimbangan tersebut mendorong terlaksananya studi penelitian ini.

Studi ini bertujuan untuk mengembangkan LMS berbasis Moodle dengan konten pembelajaran yang disesuaikan dan antarmuka pengguna yang dimodifikasi untuk memfasilitasi proses pedagogis selama pandemi covid-19 dan menyelidiki bagaimana guru sekolah yang kurang beruntung secara sosial memandang kegunaan dan penerimaan teknologi. Proses co-design dilakukan dengan dua kegiatan: 1) tahap need assessment menggunakan survei online dan sesi wawancara dengan guru, dan 2) tahap pengembangan LMS. Sistem ini dievaluasi oleh 30 guru dari sekolah yang kurang beruntung secara sosial untuk relevansi dengan kegiatan pembelajaran jarak jauh mereka. Kami menggunakan Computer Software Usability Questionnaire (CSUQ) untuk mengukur kegunaan yang dirasakan dan model penerimaan teknologi (TAM) dengan memasukkan 3 variabel asli (yaitu, perceived usefulness, perceived ease of use, dan intention to use) dan 5 variabel eksternal (yaitu, attitude toward the system, perceived interaction, self-efficacy, user interface design, dan course design). Nilai rata-rata CSUQ melebihi 5,0 dari skala 7 poin, menunjukkan bahwa guru setuju bahwa kualitas informasi, kualitas interaksi, dan kualitas antarmuka pengguna jelas dan mudah dipahami. Hasil TAM menyimpulkan bahwa desain LMS dinilai dapat digunakan, interaktif, dan dikembangkan dengan baik. Guru melaporkan antarmuka pengguna yang efektif yang memungkinkan operasi pengajaran yang efektif dan mengarah pada adopsi sistem dalam waktu mendatang. Penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam hal pemahaman umum tentang proses pengembangan LMS dan adopsi LMS yang relevan dengan kebutuhan guru dari sekolah yang kurang beruntung secara sosial.

Penulis: Ika Qutsiati Utami, Muhammad Noor Fakhruzzaman, Indah Fahmiyah, Annaura Nabilla Masduki, Ilham Ahmad Kamil

Link artikel:

https://www.scopus.com/record/display.uri?eid=2-s2.0-85120655880&doi=10.11591%2feei.v10i6.3202&origin=inward&txGid=3a8b9a9d3693d7e556ce39e1f8161bbd

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp