Ketahanan Hidup Lebih Tinggi dengan Penggunaan Minyak Goreng Zaitun

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto by Kompas.com

Perkembangan penggunaan minyak nabati semakin meningkat di Indonesia. Berdasarkan data hasil penelitian Study Diet Total Balitbangkes tahun 2014, sebagian besar penduduk Indonesia (92,6%) mengkonsumsi minyak kelapa sawit dan minyak kelapa, menyusul kelapa dan olahannya (29,4%) dan minyak lainnya termasuk minyak zaitun (7,1%) (Balitbangkes, 2014). Minyak zaitun mengandung asam lemak tak jenuh yang tinggi terutama asam oleat, yaitu asam lemak tak jenuh tunggal yang tidak tahan panas, sehingga dapat meningkatkan pembentukan asam lemak trans jika digoreng berulang kali (Sartika, 2009).

Beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan kejadian penyakit metabolik seperti diabetes melitus (DM) adalah obesitas dan penggunaan minyak trans. Penelitian yang dilakukan oleh Kavanagh et al. (2007) membuktikan bahwa lemak trans dapat menyebabkan obesitas dan perubahan sensitivitas insulin pada kera. Demikian pula, Risérus (2006), dalam penelitiannya menyebutkan bahwa peningkatan asupan asam lemak trans (TFA) dapat meningkatkan risiko resistensi sulin dan diabetes mellitus tipe 2 (DMT2). Oleh karena itu, peningkatan konsumsi lemak akan menyebabkan obesitas, yang memicu terjadinya resistensi insulin dan selanjutnya meningkatkan risiko diabetes mellitus tipe 2 (DMT2). Menurut WHO (2018), prevalensi DM pada tahun 1980 sebesar 108 juta, dan meningkat pada tahun 2014 menjadi 422 juta. Prevalensi global diabetes pada orang dewasa di atas usia 18 tahun meningkat dari 4,7% pada tahun 1980 menjadi 8,5% pada tahun 2014 (WHO, 2018).

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan efek penggorengan berulang minyak sawit dan minyak zaitun pada tingkat kelangsungan hidup dan pola glukosa darah pada tikus. Glukosa darah merupakan sumber energi utama dan lemak yang dapat diubah menjadi glukosa melalui proses glukoneogenesis.

Penelitian dilakukan pada mencit jantan dewasa yang dibagi menjadi 3 kelompok yaitu kelompok kontrol, minyak sawit, dan minyak zaitun. Kelompok kontrol diberi pakan standar dan air, sedangkan kelompok minyak sawit dan minyak zaitun diberikan pakan standar dan minyak sawit atau minyak zaitun yang telah digoreng berulang kali. Minyak sawit dan minyak zaitun digunakan untuk menggoreng ubi jalar sebanyak 5 kali penggorengan terlebih dahulu, kemudian diberikan pada mencit selama 4 minggu. Pada sebelum dan setelah perawatan, mencit diukur glukosa darah puasa (GDP) dan tes toleransi glukosa oral 2 jam postprandial (TTGO 2 jam).

Hasil penelitian ini menunjukkan kadar glukosa darah puasa (GDP) pada kelompok minyak zaitun mengalami peningkatan yang signifikan, sedangkan pada kelompok minyak sawit menunjukkan hasil yang tidak signifikan. Sementara itu, kelompok kontrol mengalami penurunan yang tidak signifikan. Tes toleransi glukosa oral 2 jam postprandial (setelah makan) atau TTGO 2 jam menunjukkan peningkatan yang signifikan pada kelompok zaitun, sedangkan pada kelompok minyak sawit menunjukkan peningkatan yang tidak signifikan. Terdapat penambahan berat badan pada semua kelompok. Kelompok zaitun memperoleh peningkatan berat badan paling banyak dibandingkan kelompok lainnya karena terdapat tambahan kalori pada minyak zaitun (Zamora dkk., 2018)

Dari sisi survival rate atau kelangsungan hidup dari subjek, peningkatan kadar glukosa menjadi salah satu mekanisme untuk mengelola stres dan menghambat penurunan imunitas tubuh. Tingkat kelangsungan hidup pada kelompok zaitun memiliki persentase tertinggi yang bertahan hidup, diikuti oleh kelompok kontrol, dan terendah adalah kelompok sawit. Selama stres, tubuh meningkatkan metabolismenya untuk memberikan energi. Salah satu hormon yang merangsang proses ini adalah kortisol. Efek metabolisme yang dipengaruhi oleh kortisol adalah peningkatan kadar glukosa darah untuk mengantisipasi stress (Barrett dkk., 2019).

Konsumsi minyak zaitun yang digoreng berulang selama 4 minggu, menunjukkan tingkat kelangsungan hidup yang lebih baik daripada konsumsi minyak goreng sawit. Hal ini dapat disebabkan oleh mekanisme kompensasi tubuh dalam menghadapi stressor diberikan oleh minyak goreng yaitu melalui regulasi metabolism glukosa. Mekanisme regulasi mengarah pada peningkatan kadar glukosa darah puasa dan postprandial. Hal ini berguna sebagai sumber energi untuk mengurangi stres.

Penulis: Nadiya A. NabilaLilik Herawati

Informasi detail dari penelitian ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

https://www.eurekaselect.com/188314/article

https://doi.org/10.2174/1573401316999201124140956

Nabila, NA., Umijati S., Herawati, L. 2021. Repeated Frying of Olive Oil has a Better Effect on Survival Rate Compared to Palm Oil through Glucose Energy Metabolism Increase in Mice. Current Nutrition & Food Science. Volume 17, Issue 7, 2021. DOI: 10.2174/1573401316999201124140956

Berita Terkait

newsunair

newsunair

Scroll to Top