Seorang Laki-Laki 20 Tahun dengan Pneumotoraks Spontan Primer Bilateral yang Dilakukan Vats Dan Wedge Resection

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto oleh csid.ro

Pneumotoraks spontan pertama kali dijelaskan pada tahun 1819 oleh Laennec dan dikategorikan menjadi dua, yaitu pneumotoraks spontan primer (PSP) dan pneumotoraks spontan sekunder (PSS). Pneumotoraks didefinisikan sebagai adanya udara di rongga pleura, yaitu ruang antara dinding dada dan paru. Jika terjadi komunikasi antara ruang pleura dan alveolus, udara akan mengalir ke ruang pleura sampai gradien tekanan tidak ada lagi atau terjadi penutupan. Tanpa tekanan intrapleural negatif yang menahan paru di dinding dada, sifat elastisnya menyebabkan paru kolaps.

PSP memiliki tingkat morbiditas dan mortalitas yang rendah dan tingkat kekambuhan sekitar 17% hingga 54% pada tahun pertama. Sebesar 46% insiden PSP terjadi ketika tekanan atmosfer turun 10 milibar dalam 48 jam. PSP biasanya terjadi pada pria jangkung dan kurus antara usia 15-34 tahun, dan jarang terjadi pada usia di atas 40 tahun. Pada hasil CT scan toraks pasien dengan PSP, biasanya terdapat bleb kecil yang terlihat di apeks paru dan sering diabaikan. Insiden tahunan PSP diperkirakan 18-24 kasus/100.000 pada pria dan 6-9,8 kasus/100.000 pada wanita. Pneumotoraks biasanya unilateral dan lebih sering pada pleura kanan. Kejadian pneumotoraks bilateral hanya pada sekitar 2% pasien.

Ilustrasi Kasus

Seorang laki – laki berusia 20 tahun datang ke IGD RSUD dr. Soetomo dengan keluhan sesak napas yang dirasakan sejak ± 2 minggu dan memberat 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Didapatkan juga batuk sejak 1 minggu tidak disertai dengan dahak, serta demam sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien tidak memiliki riwayat merokok, minum OAT, ataupun trauma pada dada sebelumnya. Pasien juga tidak memiliki kontak dengan penderita TB sebelumnya dan tidak ada riwayat pneumotoraks pada keluarganya. Pasien merupakan seorang mahasiswa jurusan teknik di salah satu universitas swasta di Surabaya.

Hasil GeneXpert sputum tanggal 15 Maret 2019, yaitu MTb not detected. Hasil CT Scan toraks tanpa kontras tanggal 29 Maret 2019 didapatkan multipel bleb di segmen apical lobus superior paru kanan dan segmen apicoposterior lobus superior paru kiri, serta tidak tampak gambaran bronchopleural fistel.

Diskusi

Sebanyak 90% pasien dengan PSP disebabkan bleb atau bula. Timbulnya bleb dapat terjadi akibat diseksi udara dari alveolus yang pecah ke dalam lapisan fibrosa tipis dari pleura visceral yang akan terakumulasi sehingga membentuk kista. Bleb dapat muncul secara kongenital, namun dapat juga diakibatkan oleh proses inflamasi lokal (misalnya, oleh rokok tembakau) atau akibat gangguan pada ventilasi kolateral. Timbulnya bleb juga dapat terkait degradasi dan kelemahan serat elastis paru akibat ketidakseimbangan antara protease dan anti-protease, oksidan dan antioksidan, di mana sel-sel inflamasi (terutama neutrofil dan makrofag) berperan penting. PSP umumnya terjadi pada pria tinggi, kurus, dan usia muda, karena gradien dalam tekanan pleura lebih besar dari pangkal paru ke apeks paru dan alveoli pada apeks paru mengalami tekanan distensi rata-rata yang lebih besar pada individu yang memiliki postur tinggi. Menurut beberapa penelitian, faktor pencetus bisa dikarenakan perubahan tekanan atmosfer, aktivitas fisik, dan paparan musik yang keras akibat perubahan akut pada tekanan transpulmonary oleh paparan energi suara.

Penegakkan diagnosis pasien dengan PSP melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan radiologi, berupa foto rontgen toraks diambil dengan pasien berdiri (PA dan proyeksi lateral) memiliki sensitivitas sekitar 70% atau computed tomography (CT) scan toraks memiliki sensitivitas 100% dan dapat menentukan ukuran pneumotoraks, serta dapat menilai perubahan pada parenkim paru untuk mengetahui penyebab kondisi tersebut. Tatalaksana pada pneumotoraks tergantung dari luasnya, bila luas pneumotoraks < 1 cm dilakukan observasi dengan oksigenasi 100%, bila luas pneumotoraks ukuran 1-2 cm dapat dilakukan percutaneous needle aspiration. Pemasangan chest tube diindikasikan untuk pasien PSP yang memiliki gejala, PSS simptomatik, iatrogenik, dan pneumotoraks traumatis. Tindakan bedah adalah metode umum yang dilakukan pada pneumotoraks dengan kebocoran udara persisten, kegagalan pengembangan paru, pneumotoraks ulang (ipsilateral atau kontralateral), pneumotoraks spontan bilateral, hematotoraks.

Kesimpulan

Insiden pneumotoraks bilateral hanya 2% dari seluruh kejadian penumotoraks. Pneumotoraks spontan primer diperkirakan 18-24 kasus/100.000 pada pria dan 6-9,8 kasus/100.000 pada wanita per tahunnya. Kejadian pneumotoraks spontan primer diakibatkan oleh adanya bula atau bleb pada hasil pemeriksaan CT Scan toraks. Bula atau bleb dapat timbul secara kongenital, akibat proses inflamasi, gangguan pada ventilasi kolateral, atau degradasi dan kelemahan serat elastis paru akibat ketidakseimbangan antara protease dan anti-protease, oksidan dan antioksidan.

Penulis: Nisya Hapsari dan dr. Resti Yudhawati, Dr. dr., Sp.P(K)

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di: https://doi.org/10.1016/j.ijscr.2021.106222

Nisya Hapsari and Resti Yudhawati (2021). Bilateral primary spontaneous pneumothoraxwith multiple bleb performed by VATS and wedge resection: A rare case in Indonesian adult and review article. Internasional Journal of Surgery Case Report , 87: 1-5

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp