UNAIR NEWS – Kegiatan kerja sama antara Inovasi Anak Sekolah Indonesia (INOVASI) dengan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga (UNAIR) dan LP Ma’arif NU memasuki sesi kelima. Setelah sebelumnya masing-masing sekolah merumuskan instrumen pelaksanaan pendidikan karakter, kali ini para guru diajak diskusi mengenai teknis pelaksanaannya.
Dalam acara yang diinisiasi sejak pertengahan 2021 itu, Perwakilan Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama Ali Yusuf, S.E., M.Pd. mengawali pemaparan materi berjudul “Membuat Kesepakatan Kelas dan Memberikan Apresiasi Positif Pada Siswa”.
Dalam presentasinya, Ali menyampaikan bahwa peraturan di sekolah seharusnya didasarkan atas kesepakatan dengan siswa. Menurutnya hal itu merupakan salah satu simpul penting dalam pembentukan karakter siswa.
“Kalau berdasarkan kesepakatan, saya yakin semuanya ikhlas melakukan. Ini juga menjadi dasar bagaimana membentuk karakter siswa,” timpalnya.
Selain itu, lanjutnya, konsep penghargaan dan hukuman di kelas juga harus jelas. Apresiasi dapat dilakukan dengan memberikan penghargaan positif dan penguatan.
“Misalnya dengan memberikan apresiasi dan penguatan melalui ucapan. Bagus sekali, kamu membuang sampah sesuai tempatnya. Seandainya besok kamu bisa mempertahankan sikap ini, akan semakin baik,” tuturnya.
Ia juga menjelaskan, hukuman berbeda dengan konsekuensi logis. Konsekuensi logis memungkinkan siswa mengambil pelajaran atas tindakannya. Mereka mampu mengambil tanggung jawab dan menanganinya.
Sedangkan hukuman biasanya ditujukkan pada siswa ketika menunjukkan perilaku yang salah. Hukuman menimbulkan efek traumatis dan cenderung menyakitkan.
“Kalau hukuman, biasanya berhubungan dengan kekerasan. Kalau konsekuensi, siswa diminta menyadari kesalahannya,” jelasnya.
Koordinator acara, Gayung Kasuma, S.S., M.Hum. menyampaikan, simpul-simpul pembangun karakter siswa di kelas jarang disoroti. Peraturan-peraturan di sekolah cenderung dibuat secara otoriter alias top down.
“Jadi kita diskusikan cara memupuk penguatan karakter profil pelajar Pancasila untuk siswa diiringi dengan keterampilan abad 21. Misalnya bagaimana guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk berpartisipasi dalam menentukan peraturan-peraturan di kelas,” ujar Dosen FIB UNAIR itu.
Pelatihan bertajuk Penguatan Karakter dan Keterampilan Abad XXI Sebagai Penerapan Profil Pelajar Pancasila Melalui Pembentukan Simpul-simpul Perubahan pada Madrasah Ibtidaiyah itu dilangsungkan di Aula MI Mambaul Ma`arif, Kecamatan Paciran, Lamongan (27/11/2021). Pertemuan itu sekaligus menjadi penutup diskusi panjang yang sebelumnya dilakukan bersama kepala sekolah, guru, komite, hingga ketua yayasan madrasah.
Ketujuh sekolah yang berpartisipasi dalam kegiatan diharapkan dapat memacu sekolah lain untuk juga melakukan penguatan pendidikan karakter. Sebut saja MI Mazraatul Ulum 01 Paciran, MI Tarbiyatut Tholabah, MIS Tarbiyatul Athfal, MIS Muawanah, MI. Tarbiyatus Shibyan, dan MI Maslakul Huda.
Gayung berharap, generasi milenial punya identitas diri yang kuat melalui profil belajar pancasila. Sehingga dapat mempertahankan budaya dan karakter Indonesia di manapun dia berada.
“Kedepannya kita akan senantiasa memupuk penguatan ini. Karena kalau tidak, generasi muda akan kehilangan jati dirinya dalam konsep kewarganegaraan dan kebangsaan. Kalau ini terjadi, ruh jati diri kita sebagai generasi penerus bangsa akan hilang,” pungkasnya. (*)
Penulis : Erika Eight Novanty
Editor : Khefti Al Mawalia