Dampak Pembukaan Export Promotion Agencies (EPA) terhadap Ekspor Non-migas Indonesia

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto by Niaga Asia

Fluktuasi harga minyak dunia menyebabkan Indonesia kesulitan membiayai pembangunan industri berbasis substitusi impor atau ISI yang dilaksanakan sejak tahun 1969. Strategi ISI tersebut kemudian diubah menjadi strategi promosi ekspor dan pertumbuhan ekonomi berbasis ekspor. Salah satu kebijakan dalam strategi tersebut adalah pendirian pusat promosi ekspor atau export promotion agencies (EPA) yang dinyatakan memiliki dampak positif terhadap kinerja ekspor dan proses internasionalisasi perusahaan dalam negeri.

EPA Indonesia dinamakan Indonesian Trade Promotion Center atau ITPC. Sejak munculnya wacana pembukaan kembali ITPC pada tahun 2001, nilai ekspor non-migas Indonesia pada tahun 2001 hingga tahun 2008 terus mengalami peningkatan. Namun, dalam Rapat Kerja Kementerian Perdagangan Januari 2018, Presiden Joko Widodo menyatakan akan menutup ITPC yang tidak menghasilkan kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekspor Indonesia karena menyerap anggaran yang cukup besar.

Berdasarkan pemaparan tersebut, Shochrul Rochmatul Ajija, Arivia Fikratuz Zakia, dan Rudi Purwono melakukan sebuah penelitian mengenai dampak pembukaan export promotion agencies (EPA) terhadap ekspor non-migas Indonesia. Hasil penelitian ini dipublikasikan pada Heliyon Volume 7 No. 8 (2021). Penelitian ini menggunakan data panel dengan unit cross-section 36 negara tujuan ekspor utama yang terdiri atas negara akreditasi ITPC (negara tujuan ekspor yang terdapat ITPC) dan 18 negara non-ITPC dengan unit time series dari tahun 2000 hingga 2018. Analisis dilakukan dengan menggunakan metode Random Effect Model sebagai model terbaik karena terdapat variabel jarak geografis yang bernilai konstan antar waktu.

Variabel independen dalam penelitian ini adalah Foreign Direct Investment (FDI), PDB per kapita negara tujuan ekspor, nilai tukar nominal rupiah terhadap dolar Amerika, jarak geografis, serta variabel dummy FTA (free trade agreements) dan ITPC dengan nilai ekspor non-migas Indonesia sebagai variabel dependen.  Dalam penelitian ini, terdapat tiga model empiris yang dianalisis. Pertama, model global value dengan unit cross-section 36 negara tujuan ekspor utama. Kedua, model developing countries yang terdiri atas 18 negara berkembang tujuan ekspor Indonesia. Terakhir, model developed countries yang terdiri atas 18 negara maju tujuan ekspor Indonesia.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variable of interest ITPC berdampak positif dan signifikan terhadap ekspor non-migas Indonesia di ketiga model analisis. FDI berdampak positif, sedangkan PDB per kapita dan FTA berdampak positif dan signifikan pada ekspor non-migas Indonesia. Jarak geografis berdampak negatif terhadap ekspor non-migas Indonesia di semua model, namun tidak signifikan pada model developed countries. Nilai tukar nominal berdampak positif dan signifikan terhadap nilai ekspor non-migas Indonesia pada model global value dan developing countries.

Hasil analisis menyatakan bahwa ITPC sebagai EPA Indonesia berdampak signifikan terhadap nilai ekspor non-migas Indonesia. Dampak positif ITPC terhadap ekspor non-migas Indonesia ini dapat menjadi pertimbangan bagi pemerintah untuk mempertahankan ITPC sebagai agen promosi ekspor. Dampak ITPC pada model negara berkembang lebih besar dibandingkan negara maju, sehingga untuk meningkatkan ekspor non-migas Indonesia, pemerintah dapat menambah jumlah ITPC di negara berkembang. Pada model negara maju, pembukaan ITPC tetap akan memberikan dampak positif terhadap ekspor, didukung dengan jarak geografis Indonesia ke negara maju (yang sebagian besar lokasinya jauh dari Indonesia) yang tidak signifikan pada model negara maju.

Penulis: Shochrul Rohmatul Ajija, Arivia Fikratuz Zakia, Rudi Purwono.

Link jurnal: https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2405844021018594

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp