Webinar Dies Natalis FK UNAIR Hasilkan Rekomendasi Pembentukan Sistem Kesehatan Berbasis Maritim

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

UNAIR NEWS – Dalam rangka Dies Natalis Universitas Airlangga ke-67 dan Pendidikan Dokter di Surabaya ke-108, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga menyelenggarakan 87th Airlangga Webinar Conference Series edisi spesial. Webinar nasional tersebut mengangkat masalah kesehatan (health problem) dan kesetaraan (equality) yang tidak banyak diangkat, yaitu Kepulauan Terpencil.

Topik “Upaya Peningkatan Pelayanan Kesehatan Berbasis Maritim: Refleksi Ekspedisi MARCO-19 RSTKA” pada webinar terinspirasi dari Indonesia yang merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan sekitar 17.000 pulau. Bentangan belasan ribu pulau tersebut membuat Indonesia memiliki wilayah yang sangat luas dengan kekayaan alam yang luar biasa. Namun luasnya lautan pemisah belasan ribu pulau membuat masalah akses pelayanan kesehatan tidak terhindarkan. Menyebabkan pelayanan kesehatan di Kepulauan seringkali dibawah standar.

Sayangnya pemerintah dan berbagai pihak dirasa belum memiliki kepedulian yang cukup terhadap permasalahan tersebut. “Jika kita terjun langsung ke kepulauan terpencil kita akan menyadari bahwa pilihan warga kepulauan adalah Mati di darat karena penyakit atau mati di laut karena ombak,” ungkap dr. Pandit Bagus Tri Saputra, ketua seminar nasional, ketika diwawancarai alasan mengangkat topik tersebut.

Seminar yang dilaksanakan Ahad, 21 November 2021 sukses mendatangkan berbagai pihak dalam diskusi ilmiah yang konstruktif. Permasalahan di Kepulauan terpencil adalah permasalahan yang kompleks dan merupakan tanggung jawab pemerintah bersama berbagai pihak. Permasalahanya tidak hanya pada masalah kesehatan semata, namun berakar dari masalah akses, ekonomi dan pendidikan. Hal ini membuat penyelesaianya harus bersifat multisektoral.

Dalam diskusi tersebut Prof. Dr. Ni Nyoman Tri Puspaningsih M.Si mengatakan bahwa Universitas memiliki peran andil dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan kesehatan di kepulauan terpencil. Hal ini dapat dilakukan dengan multidisiplin. Beliau mendukung jika ada mahasiswa Universitas Airlangga yang melakukan pengabdian di Kepulauan terpencil. Bahkan, pengabdian tersebut dapat dihitung sebagai KKN (Kuliah Kerja Nyata) apabila program yang dijalankan memiliki teknis, output, outcome dan impact yang jelas.

Lebih dari itu, dengan adanya KKN BMKM dan KKN tematik membuat KKN atau pengabdian di Kepulauan terpencil sangat terbuka lebar bagi mahasiswa Universitas Airlangga, dan kiranya institusi perguruan tinggi lain yang menerapkan program kampus merdeka.

Dari segi pendidikan karakter seorang dokter, terjun langsung menyelesaikan persoalan di masyarakat adalah satu-satunya cara untuk mengasah pendidikan karakter mahasiswa kedokteran. Terjun di masyarakat membuat mahasiswa bisa berinteraksi langsung dengan masyarakat dan segala problematikanya. Hal ini akan mengasah compassion (kasih sayang), salah satu unsur paling penting dalam pendidikan yang mulai tergerus seiring perkembangan teknologi. Prof. Dr. Budi Santoso,dr., Sp.OG dan Prof. Nyoman mengamini hal tersebut. 

Selain menekankan terjun langsung ke masyarakat, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga menekankan socioentrepreneurship dalam kurikulum pendidikan. Konsep yang menjunjung kreativitas dan inovasi dalam menyelesaikan permasalahan yang ada di masyarakat.

Diantara bukti nyata terjun langsung mahasiswa kedokteran FK UNAIR ke jantung permasalahan masyarakat adalah kegiatan edukasi 5.391 siswa jawa timur tentang COVID-19, vaksinasi 78.000 dosis dan yang terakhir ekspedisi MARCO-19 (Madura Sadar COVID-19) bersama Rumah Sakit Terapung Ksatria Airlangga (RSTKA) di Kepulauan terpencil Sumenep. 

Dewan pakar IDI, Ario Djatmiko, dr., Sp.B(Onk), mengatakan bahwa di tengah ketidakpastian zaman ujung tombak peradaban bangsa adalah universitas. Dalam krisis ekonomi pemerintah AS menyuntikkan 100 miliar dolar kepada universitas untuk melakukan inovasi. Sedangkan telah melakukan inovasi yang berdampak, tanpa harus menerima 100 milyar dolar. 

Pada sesi II Agus Haryanto dr. Sp.B dan Ardi Eko Sp.OG memaparkan pentingnya armada rumah sakit terapung dan sistem kesehatan yang terintegrasi di Kepulauan terpencil. Berdasarkan pengalaman, adanya program WKDS (Wajib Kerja Dokter Spesialis) menunjukan kematian ibu dan anak di Pulau Sabu Raijua menurun hampir mendekati 0, dan meningkat pesat pasca dihentikannya program WKDS oleh Mahkamah Agung.

Selain diskusi pemateri dan panelis yang pakar di bidangnya, kegiatan juga diiringi dengan sharing relawan ekspedisi MARCO-19. Bahkan kegiatan tersebut mengundang tenaga kesehatan yang sudah mengabdi 20 tahun di Pulau Sapeken, Ners Bakrie, untuk memberikan gambaran betapa sulitnya mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar di Kepulauan terpencil.

Gubernur Jawa Timur, Hj. Khofifah Indar Parawansa M.Si, yang turut hadir memberikan apresiasi terhadap Universitas Airlangga yang telah berkomitmen dalam membantu menyelesaikan permasalahan kesehatan di Kepulauan terpencil, khususnya di Jawa Timur.  

Seminar nasional yang sukses menghadirkan berbagai pakar tersebut. Ditutup dengan poin-poin rekomendasi yang akan ditujukan pihak-pihak terkait untuk mendorong andilnya dalam perancangan sistem kesehatan berbasis maritim di Indonesia. 

Penulis: Pandit Bagus Tri Saputra dan Dinda Dwi Purwati

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp