Model Kepemimpinan Situasional Berbasis Budaya dalam Meningkatkan Kinerja Perawat Organisasi

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto by Gustinersz

Menurunnya kinerja perawat telah menimbulkan permasalahan di rumah sakit khususnya kualitas pelayanan kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model kepemimpinan situasional berbasis budaya organisasi dalam meningkatkan kinerja perawat. Jenis penelitian ini adalah explanatory research dengan sampel sebanyak 135 perawat yang dipilih menggunakan cluster sampling. Variabel meliputi faktor pemimpin internal, faktor perawat, karakteristik pekerjaan, budaya organisasi, kepemimpinan situasional, dan kinerja. Pengumpulan data menggunakan angket tertutup yang diuji validitas dan reliabilitasnya. Analisis menggunakan kuadrat terkecil parsial. Diskusi kelompok terfokus dilakukan dengan perawat, kepala bangsal, dan kepala keperawatan untuk mengidentifikasi isu-isu strategis dan membuat rekomendasi. Penelitian ini menunjukkan bahwa faktor internal pemimpin dan faktor individu keperawatan berpengaruh terhadap budaya organisasi, kepemimpinan situasional dan kinerja. Budaya organisasi mempengaruhi kepemimpinan dan kinerja situasional. Model kepemimpinan situasional berbasis budaya organisasi meningkatkan kinerja perawat sebesar 53,4%.

Kinerja dalam suatu organisasi tidak terlepas dari kompetensi dan produktivitas yang diterapkan dalam mencapai tujuan organisasi. Permasalahan terkait kinerja di rumah sakit menjadi bahan evaluasi dalam menilai mutu pelayanan kesehatan khususnya yang berkaitan dengan kinerja keperawatan. Hal ini dikarenakan perawat merupakan elemen sumber daya manusia terbesar dalam organisasi kesehatan. Masalah kinerja keperawatan dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya kepemimpinan dan budaya organisasi. Menurunnya kinerja perawat dapat menimbulkan berbagai permasalahan di rumah sakit terutama kualitas pelayanan kesehatan. Dampak lainnya juga dapat meningkatkan biaya operasional rumah sakit atau biaya tahunan lebih dari 5%, menurunkan kualitas pelayanan kesehatan, yang dapat mempengaruhi kepuasan pasien. Selain itu, dampak negatif lainnya dapat terjadi, yaitu penurunan loyalitas pelanggan yang dipengaruhi oleh persepsi pelanggan tentang kualitas layanan. Dengan demikian, masalah kinerja perlu disikapi dengan baik oleh pemimpin dengan penerapan gaya kepemimpinan yang tepat berdasarkan budaya organisasi yang saat ini belum dibuktikan oleh penelitian. Beberapa rumah sakit telah menerapkan kepemimpinan situasional, meskipun belum optimal. Mayoritas kepala ruangan menyatakan gaya konsultasi yang sering diterapkan. Hal lain yang dilakukan dalam kondisi tertentu adalah instruksi dan partisipasi sedangkan proses pendelegasian dilakukan oleh ketua tim untuk perawat pelaksana. Hasil studi dari 46 rumah sakit di Inggris menunjukkan persepsi kepuasan pasien terhadap pelayanan sangat berhubungan dengan kinerja perawat. 

Penelitian dilakukan di sebuah rumah sakit pada bulan Oktober 2019 dari 15 perawat terkait kinerja keperawatan dan kepuasan kerja perawat. Kinerja keperawatan baik berdasarkan aspek caring (93%), kolaborasi (100%), empati (100%), kecepatan respon (87%), kesopanan (100%), dan ketulusan (93%). Sedangkan kepuasan kerja perawat yang termasuk dalam kategori kepuasan hanya 53%. Cakupan survei kualitas pelayanan terkait kepuasan masyarakat pada tahun 2016 melaporkan nilai rata-rata 80,33 dengan kualitas pelayanan baik, tahun 2017 rata-rata 78,5 dengan kualitas pelayanan baik dan tahun 2018 rata-rata 79,65 dengan kualitas pelayanan baik meskipun mengalami penurunan rata-rata 1,83 dan 0.68, sehingga perlu dipertahankan dan ditingkatkan lagi. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja secara umum dapat dikategorikan menjadi faktor pekerja dan faktor lingkungan kerja. Faktor pekerja berasal dari dalam diri individu, seperti keterampilan, kemampuan, latar belakang demografi, persepsi, sikap, pembelajaran, dan motivasi, sedangkan faktor lingkungan kerja seperti sumber daya, desain pekerjaan, struktur, penghargaan, dan kepemimpinan. Faktor lainnya adalah iklim organisasi, kualitas kerja, kemampuan kerja, inisiatif, daya tahan, kuantitas kerja, dan disiplin kerja. Fokus dalam penelitian ini adalah faktor kepemimpinan, khususnya kepemimpinan situasional yang diterapkan berdasarkan budaya organisasi yang mempengaruhi peningkatan kinerja. Kepemimpinan situasional perlu diterapkan berdasarkan kondisi dan situasi tertentu, terutama karena kemampuan atau kompetensi pengikut terkadang berbeda dalam penerapan budaya organisasi. Kepemimpinan yang tepat berdasarkan situasi atau kepemimpinan situasional dapat menjadi solusi dalam meningkatkan kinerja perawat untuk dapat bekerja dan mencapai tujuan organisasi. Dalam hal ini seorang pemimpin harus memperhatikan kedewasaan atau kedewasaan bawahan untuk dapat menentukan arah gaya kepemimpinan, baik kemampuan berkata (instructions), menjual (consultation), berpartisipasi (participation) maupun mendelegasikan (delegation). 

Secara umum budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap kepemimpinan situasional dan keduanya berpengaruh terhadap kinerja perawat. Budaya organisasi berpengaruh terhadap gaya kepemimpinan situasional menurut hasil penelitian ini. Gaya kepemimpinan situasional adalah model gaya kepemimpinan yang menitikberatkan pada pengikut, pengikut yang dimaksud adalah karyawan dalam suatu perusahaan. Gaya kepemimpinan situasional diterapkan dengan melihat kesiapan dan kematangan karyawannya dalam melaksanakan pekerjaan yang diberikan oleh pemimpin. Kesiapan dan kedewasaan ini diperoleh dari tingkat arahan dan bimbingan yang diberikan oleh pimpinan serta dukungan emosional yang diberikan oleh pimpinan kepada karyawan. Terbentuknya kesiapan dan kedewasaan karyawan dapat menyebabkan peningkatan kinerja. Gaya kepemimpinan situasional memiliki hubungan dengan kinerja pegawai. Gaya kepemimpinan situasional yang efektif dapat meningkatkan kinerja seluruh karyawan dalam mencapai tujuan perusahaan. Dengan demikian, gaya kepemimpinan situasional dapat menjadi pedoman yang baik dalam meningkatkan kinerja pegawai. Peran gaya kepemimpinan penting dan diperlukan untuk menyelaraskan berbagai kebutuhan dan juga untuk menciptakan suasana kerja yang kondusif. Selain itu dapat mendorong karyawan untuk berperilaku sesuai dengan tujuan perusahaan yang telah ditetapkan. Dari berbagai cara yang dilakukan pimpinan dalam menggerakkan bawahannya untuk mencapai tujuan perusahaan, pada akhirnya mereka juga harus mampu meningkatkan kinerja bawahannya. Secara tidak langsung, gaya kepemimpinan seorang pemimpin menentukan pembentukan kinerja pegawai. Semakin baik gaya kepemimpinan seseorang terhadap bawahan, semakin tinggi kinerjanya.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa model kepemimpinan situasional gaya partisipatif dan konsultatif berbasis budaya organisasi dikembangkan melalui peningkatan faktor internal pemimpin; faktor perawat berdampak pada peningkatan kinerja perawat. Penerapan gaya kepemimpinan partisipasi dan konsultasi yang mempengaruhi kinerja perawat akan berdampak pada kepuasan kerja dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan.

Penulis: Heryyanoor Heryyanoor, Nursalam Nursalam, Abdul Aziz Alimul Hidayat, Taufik Hidayat, Raziansyah Raziansyah, Zubaidah Zubaidah, Iis Pusparina

Link Artikel:

http://www.jidmr.com/journal/wp-content/uploads/2021/10/62-7.-2265_Culture-Based-Situational-Leadership-Model-in-Improving-the-Organization-Nurse-Performance_HERRYNOOR_28-Juli_rev.pdf

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp