Penyakit bawaan susu merupakan penyakit yang umumnya disebabkan oleh berbagai agen penyakit, salah satunya adalah: yang merupakan bakteri patogen. Dalam beberapa penelitian disebutkan bahwa susu sapi dapat menularkan berbagai macam penyakit patogen termasuk strain Staphylococci. Strain stafilokokus dibagi menjadi dua utama: kelompok dimana kelompok pertama yang diwakili oleh Staphylococcus aureus adalah kelompok koagulase staphylpcocci positif (CPS), agen patogen yang dapat menyebabkan berbagai penyakit menular dari infeksi kulit ke sistemik pada host imunokompeten. Beberapa peneliti menyarankan bahwa Staphylococcus aureus (S. aureus) merupakan bakteri penyebab berbagai penyakit pada manusia seperti: seperti impetigo, abses, endokarditis, sindrom syok toksik, keracunan makanan, dan sindrom kulit melepuh. Kelompok kedua adalah koagulase negatif staphylococci (CNS) yang terdiri dari berbagai spesies yang umumnya merupakan mikrobiota normal di kulit dan selaput lendir manusia dan hewan, CNS diklasifikasikan sebagai kurang atau nonpatogen, tetapi berperan dalam proses infeksi karena bersifat oportunistik patogen.
Pengobatan atau terapi antibiotik merupakan tindakan utama untuk mengatasi infeksi S. aureus dan CNS, perkembangan antibiotik dan penyalahgunaannya di bidang pertanian, peternakan, kedokteran hewan, dan pengobatan penyakit manusia meningkatkan potensi resistensi antibiotik oleh bakteri. Hasil penelitian di jurnal Food Microbiology menyatakan bahwa sejak tahun 1962 methicillin resisten Staphylococci (MRS) telah ditemukan di mana kasus pertama methicillin resisten Staphylococcus aureus (MRSA) telah terjadi pada manusia tetapi sekarang telah terdeteksi pada hewan. Peningkatan kasus atau kejadian akibat MRS akan menjadi gejala klinis dan epidemiologis masalah. Pada dasarnya, resistensi methicillin (MR) pada S. aureus dan CNS terjadi karena perubahan protein pengikat penisilin (PBP2a), sehingga mengurangi afinitas antibiotik beta-laktam diinduksi oleh staphylococcal kaset kromosom (SCCmec).
Transfer genetik terintegrasi genom sering terjadi antara S. aureus dan CNS yang umumnya memiliki kecenderungan tinggi untuk resisten terhadap antibiotik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeteksi dan mengevaluasi keberadaan strain MR pada S. Aureus dan CNS yang mencemari susu sapi perah di Jawa Timur yang resisten terhadap methicillin menggunakan 2 metode penyaringan yaitu difusi cakram Cefoxitine dan kombinasi difusi cakram Oxacillin dengan Oxacillin Resistance Screen Agar Base (ORSAB).
Strain stafilokokus merupakan bakteri yang sering ditemukan pada permukaan mukosa pernafasan dan saluran urogenital pada manusia dan hewan. Strain dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu: dibedakan dari kemampuan koagulasinya, di mana setiap CPS diwakili oleh S. aureus dan CNS adalah bakteri komensal yang bersifat oportunistik menular pada manusia dan hewan.
Penelitian ini menggunakan 2 metode dalam mengevaluasi MRS yaitu uji difusi cakram Cefoxitin dan Uji difusi cakram oksasilin mengacu pada metode Kirby Bauer dikombinasikan dengan ORSA konfirmasi. Metode uji difusi cakram Cefoxitin mendeteksi 19 isolat S.aureus dan 4 CNS isolat memiliki sifat resisten, sedangkan metode uji difusi cakram Oxacillin mendeteksi 32 Isolat S.aureus dan 14 isolat CNS memiliki sifat resisten yang kemudian dikonfirmasi memiliki 28 isolat S.aureus dan 12 isolat CNS positif MR dengan uji ORSAB.
Hasil uji difusi cakram Oxacillin dan ORSA, menunjukkan bahwa uji difusi cakram Cefoxitin memiliki spesifisitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan uji difusi cakram Oxacillin dan ORSA. Hasil skrining MRSA dan MR-CNS yang positif mengkonfirmasi bahwa sapi perah yang sehat dapat membawa MRSA dan MR-CNS tanpa gejala klinis. MRSA dan kolonisasi MR-CNS tidak akan menyebabkan penyakit serius jika terjadi pada manusia dan hewan dengan kondisi normal, tetapi dapat menyebabkan penyakit serius yang mengancam jiwa jika terjadi di seseorang memiliki kekebalan yang rendah. Penularan MRSA dan MR-CNS pada sapi perah terjadi melalui kontak langsung dengan bakteri yang ditemukan pada hewan lain, manusia, dan terkontaminasi lingkungan. Interaksi antara hewan dan manusia memiliki peran penting dalam penyebaran MRSA dan MR-CNS karena sebagian besar sapi perah mendapatkan MRSA dan MR-CNS melalui manusia kontak. Namun, ada faktor lain seperti genetika dan lingkungan yang dapat mempengaruhi penularan infeksi. Studi Eropa telah menemukan MRSA dan MR-CNS cocok untuk sapi perah yang identik dengan peternak dan hewan yang terinfeksi. MRSA manusia dan MR-CNS dominasi galur di peternakan menunjukkan bahwa hewan tersebut terinfeksi melalui kontak dengan orang yang terinfeksi, dan ini menunjukkan bahwa ternak dapat menyebarkan MRSA dan MRCNS manusia atau spesies lain.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa MRSA dan MR-CNS dapat ditemukan pada ternak yang sehat. Konsekuensinya seringkali fisik kontak antara manusia dan hewan peliharaan yang dapat memudahkan terjadinya penularan MRSA. Hal ini merupakan potensi gangguan kesehatan karena MRSA dari manusia dapat menyebabkan infeksi pada ternak, dan ternak dapat menjadi sumber MRSA dan MR-CNS untuk infeksi pada manusia. Penyebaran MRSA dan MR-CNS sendiri terjadi baik melalui kontak langsung dengan orang yang terinfeksi orang atau melalui kontak langsung sebelumnya dengan permukaan atau benda yang terkontaminasi oleh orang yang terinfeksi individu. Hewan dengan infeksi MRSA dan MR-CNS dapat berfungsi sebagai reservoir bakteri atau penularan manusia oleh bakteri, oleh karena itu kendalikan dan cegah penularan MRSA dan MR-CNS hewan ke hewan, serta dari hewan ke manusia harus dilakukan dengan menerapkan kebiasaan bersih mencegah wabah bakteri MRSA dan MR-CNS pada hewan dan manusia dapat dicegah dengan deteksi dini.
Penulis korespondensi: Prof. Dr. Mustofa Helmi Effendi, drh., DTAPH
Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di: https://www.researchgate.net/publication/352160418
Sancaka Chasyer Ramandinianto, Aswin Rafif Khairullah, Mustofa Helmi Effendi, Fredy Kurniawan (2021). DETECTION ON METHICILLIN RESISTANT Staphylococcus aureus (MRSA) AND METHICILLIN RESISTANT Coagulase Negative Staphylococci (MR-CNS) FROM SEVERAL DAIRY FARMS IN EAST JAVA, INDONESIA. Interciencia Journal. 2021 46(6 ): 65-77