Awareness dan Persepsi Pelaku UMKM dan Koperasi di Jawa Timur

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Ekbis Sindonews

Pelaku usaha di Jawa Timur sebagian besar banyak didominasi oleh kategori usaha mikro, kecil dan menengah yang mana mereka memiliki peran yang sangat penting dalam mengungkit pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mampu mengurangi kemiskinan. Tidak saja UMKM yang membantu pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur namun koperasi juga memiliki andil di dalamnya. 

Melihat perkembangan UMKM dan Koperasi di Provinsi Jawa Timur yang sangat tinggi dan merupakan subjek yang vital dalam pembangunan perekonomian di Jawa Timur maka perlu dilakukan pengembangan usaha dengan cara melakukan pinjaman ke pihak perbankan atau lembaga keuangan non bank. Kita ketahui bersama bahwa penyusunan laporan keuangan tidak hanya bertujuan untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank semata, namun juga utamanya adalah untuk melihat perkembangan aktivitas usaha tersebut apakah mengalami pertumbuhan atau sebaiknya sehingga dibutuhkan suatu pembukuan (akuntansi) dalam UMKM. Namun demikian, seperti yang kita ketahui bersama untuk dapat menyusun sebuah laporan keuangan maka harus berdasarkan standar akuntansi yang berlaku dan sayangnya tidak semua para pelaku UMKM dan Koperasi aware mengenai hal tersebut.

Pada awalnya dalam rangka membantu para pelaku UMKM untuk memenuhi kebutuhan pelaporan keuangan maka pemerintah dalam hal ini adalah Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK IAI) menerbitkan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP)  yang diberlakukan pada tanggal 1 Januari 2011. Namun demikian, dalam praktiknya masih banyak UMKM  yang belum melakukan pencatatan sesuai dengan SAK ETAP. Oleh karenanya di tanggal 1 Januari 2018, DSAK IAI memberlakukan SAK EMKM. SAK EMKM guna membantu para pelaku UMKM dalam membuat laporan keuangan. Perbedaan utama antara SAK ETAP dengan SAK EMKM adalah bahwa SAK EMKM diperuntukan kepada entitas yang tidak memiliki akuntablitas publik yang signifikan yang memenuhi definisi dan karaketeristik EMKM sesuai dengan regulasi EMKM di Indonesia.

Laporan keuangan yang disyaratkan oleh SAK EMKM hanya laporan posisi keuangan, laporan laba rugi dan catatan atas laporan keuangan. Dasar pengukuran unsur-unsur laporan keuangan pun hanya dengan basis biaya historis, serta tidak ada persyaratan susah lainnya. Penerbitan SAK EMKM ini diharapkan dapat memberikan kemudahan para pelaku UMKM dalam menyusun laporan keuangan sehingga selanjutnya akan bermanfaat dalam pengambilan keputusan oleh pemilik atau manajemen UMKM bahkan pihak lain (pihak perbankan dan lembaga keuangan lainnya). 

Dengan munculnya SAK EMKM maka sebenarnya menarik untuk mencari tahu dari sudut pandang pelaku UMKM dan Koperasi itu sendiri mengenai bagaimana tingkat awareness dan pengetahuan mereka terhadap SAK EMKM. Selain itu, menggali lebih lanjut bagaimana persepsi mereka tentang kebermanfaatan dan ketidakbermanfaatan dari SAK EMKM juga menarik untuk dilakukan karena dapat meningkatkan wawasan dan pengetahuan kita, terutama kepada pihak-pihak yang berkepentingan terhadap SAK EMKM. 

Dengan menggunakan metode pengambilan data dengan berupa kuesioner, ke 90 pelaku UMKM dan Koperasi Jawa Timur yang sedang menghadiri pelatihan, diperoleh hasil bahwa meski sebanyak 75% responden rutin menyusun laporan keuangan namun hanya sebanyak 47,8% responden tahu (aware)  tentang SAK EMKM dan hanya 14,9% responden yang memiliki pengetahuan yang baik tentang SAK EMKM. Selanjutnya sebanyak 17,8% responden belum pernah memperoleh pelatihan SAK EMKM. Selain itu pendapat mengenai terkait berapa lama waktu yang diperlukan agar SAK EMKM dapat diimplementasikan penuh di lintas UMKM, mayoritas sebanyak 46% tidak memiliki pendapat apapun terkait hal tersebut dan 27,8% berpendapat 1-2 tahun adalah waktu yang diperlukan.

Selanjutnya, berkaitan dengan persepsi persepsi kebermanfaatan mengenai SAK EMKM, bahwa ‘laporan keuangan dapat lebih mudah dipahami jika dibuat berdasarkan SAK EMKM’ menjadi persepsi dengan rerata tertinggi disusul oleh ‘Mengadopsi SAK EMKM akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelaporan keuangan UMKM’ dan ‘SAK EMKM akan memudahkan UMKM dalam berkembang dan bahkan bisa sampai menjadi Perusahaan besar’.

Setelah mengupas persepsi kebermanfaatan dari SAK EMKM, penting juga untuk mengekspor bagaimana persepsi ketidakbermanfaan karena selain manfaat, tentu saja terdapat cost (beban) yang harus ditanggung dari penerapan sebuah standar. Peringkat tertinggi dalam hal persepsi ketidakbermanfaatan dari SAK EMKM adalah diperlukannya banyak informasi yang harus diungkapkan oleh UMKM disusul oleh SAK EMKM bersifat kompleks. Sedangkan persepsi ketidakbermanfaatan dengan rank dua terendah adalah berkaitan dengan ‘Pelatihan SAK EMKM yang bersifat menghabis-habiskan waktu dan tidak berguna’ serta ‘Pengadopsian SAK EMKM akan bersifat susah dan memakan waktu lama’. Hasil tersebut sebenarnya menghasilkan simpulan yang bernada optimistis, karena meski sebagian besar pelaku UMKM merasa SAK EMKM masih dinilai terlalu kompleks, namun mereka tetap merasa bahwa pelatihan SAK EMKM bagi mereka adalah hal yang penting karena bagaimanapun juga pencatatan akuntansi yang baik pada sebuah entitas, sekecil apapun itu, akan memberikan banyak manfaat bagi entitas tersebut.

Penulis: Niluh Putu Dian Rosalina Handayani Narsa, S.A., M.Sc.

Link Jurnal: http://ejournal.unp.ac.id/index.php/wra/article/view/113537

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp