Dampak Perjanjian ACFTA Terhadap Komoditas Ekspor Perkebunan Utama Indonesia

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto oleh Kumparan

ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area) merupakan Perjanjian perdagangan bebas untuk mengurangi perlindungan pemerintah dalam bentuk tarif impor dan pajak ekspor untuk beberapa komoditas termasuk komoditas perkebunan.  Ekspor Indonesia ke pasar internasional untuk komoditas perkebunan memiliki tren yang positif. Komoditas utama subsektor perkebunan indonesia yaitu komoditas kopi, kakao, karet, dan kelapa sawit). Nilai ekspor minyak sawit pada tahun 2016 di Indonesia berhasil meningkat secara signifikan hingga mencapai 89,727 juta USD (ASEAN Statistical Book, 2018). Total produksi minyak sawit dunia pada tahun 2010 adalah 46,7 ton dimana Indonesia dan Malaysia menguasai 85,22% pangsa produksi minyak sawit dunia. Di pasar komoditas kopi, Vietnam merupakan negara yang memiliki nilai ekspor terbesar dari tahun 2010 hingga 2016 di antara negara-negara ASEAN. Filipina memiliki nilai ekspor paling rendah di antara lima negara (Malaysia, Filipina, Thailand, Indonesia dan Vietnam) dalam hal ekspor biji kopi. Penurunan serta peningkatan yang terjadi pada ekspor komoditas Indonesia akibat adanya perjanjian perdagangan dapat  diukur berdasarkan terjadinya trade creation atau trade diversion.Trade Creation akan terjadi jika sebagian produksi dalam negeri suatu negara anggota digantikan oleh impor yang harganya jauh lebih rendah dari negara anggota lainnya dengan asumsi seluruh sumber daya telah dimanfaatkan secara optimal (full employment). Trade diversion terjadi jika impor murah dari negara nonanggota lain digantikan oleh impor yang benar-benar mahal (produksi kurang efisien) dari salah satu negara anggota sehingga hal tersebut dapat menyebabkan produksi dalam negeri turun.

Okabe (2014) melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengkaji dampak keberadaan AFTA dalam perdagangan antar-ASEAN dengan menggunakan pendekatan model gravitasi. Trade creation secara positif dan signifikan dengan penghapusan tarif produksi. Studi ini juga menemukan bahwa elastisitas penurunan tarif cenderung mempengaruhi impor dibandingkan ekspor. Yang dan Martínez (2014) menggunakan model gravitasi perdagangan untuk menyelidiki fenomena yang terjadi akibat adanya ASEAN FTA (AFTA). AFTA memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap kinerja ekspor, khususnya pada komoditas perkebunan dan manufaktur. Peningkatan ini tidak hanya terjadi pada negara-negara anggota tetapi juga negara-negara di luar perjanjian AFTA. terutama pada komoditas perkebunan dan manufaktur.Szalanczi dan Trinh (2017) melakukan penelitian trade creation dan trade diversion selama implementasi ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP) dengan menggunakan model gravitasi perdagangan. Mereka menjelaskan bahwa AJCEP merupakan trade creation antara negara-negara anggota. semakin jauh jarak antara dua negara yang melaksanakan perdagangan, maka dengan bergabung dalam AJCEP dapat mengurangi biaya transaksi. Karima dkk. (2015) mempelajari lima FTA termasuk ASEAN dalam perdagangan daging sapi dan babi menggunakan model gravitasi perdagangan. Temuan menunjukkan bahwa efek dari trade diversion ditemukan di ASEAN dari negara-negara bukan anggota ke negara-negara anggota

Penelitian ini menggunakan data sekunder dari beberapa sumber yang relevan. Jenis data yang digunakan adalah data panel dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2017 pada 5 negara ASEAN yang menjadi tujuan ekspor komoditas perkebunan utama Indonesia, China, dan 10 negaratujuan ekspor pada masing-masing komoditas perkebunan. Data penelitian ini bersumber dari International Trade Center (ITC) dan Bank Dunia. Kemudian diolah menggunakan Generalized Method of Moment (GMM) yaitu estimasi parameter dalam regresi. berpengaruh terhadap ekspor komoditas perkebunan Indonesia. Namun terdapat beberapa variabel bebas yang tidak signifikan pengaruhnya terhadap variabel terikat, seperti variabel nilai tukar pada komoditas karet, kakao, dan kelapa sawit, variabel indeks kinerja logistik pada komoditas kakao dan kelapa sawit, konsumsi komoditas kakao. Pelaksanaan ACFTA yang ditujukan pada dummy ACFTA menunjukkan hasil trade creation komoditas kopi, karet, dan kelapa sawit dengan nilai koefisien sebesar 1,349, 0,211, dan 0,001. Namun pada komoditas kakao menunjukkan trade diversion dengan nilai koefisien 0,502 sehingga terjadi trade diversion antara negara anggota dan nonanggota.

Penulis: Erlambang Budi DARMANTO, Rossanto Dwi HANDOYO, Wisnu WIBOWO

Link jurnal: https://journals.vgtu.lt/index.php/BTP/article/view/11012

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp