Pada hewan coba kekurangan nutrisi menyebabkan hewan menjadi infertile dikarenakan terjadinya degenerasi pada jaringan testis dan jaringan ovarium. Kekurangan nutrisi dapat mengurangi jumlah sel Sertoli yang terdapat di dalam tubulus seminiferus dari testis yang berperan sebagai perawat sel spermatozoa muda, sehingga berdampak pada pertumbuhan sperma yang tertunda. Sementara itu, Pemberian madu berpengaruh terhadap perbaikan jaringan testis yang mengalami degenerasi akibat kekurangan nutrisi, yaitu ditandai dengan peningkatan respon stem cell endogen dan diferensiasi stem cell menjadi sel progenitor yang merupakan calon sel gamet dari mencit jantan melalui ekspresi protein VEGF pada jaringan ovarium tikus putih betina. Vascular Endhothelial Growth Factor (VEGF) merupakan protein penting dalam tubuh yang berfungsi mengatur pertahanan, migrasi dan diferensisasi saat vaskulogenesis. Ekspresi protein ini pada jaringan, menjadi pertanda dimulainya proses migarasi dari stem cell yang berujung pada diferensiasi menjadi sel progenitor sehingga terjadi regenerasi dari jaringan.
Madu yang dihasilkan oleh lebah merupakan produk yang berbentuk zat manis alami dengan bahan baku nektar bunga dan telah digunakan sebagai pengobatan tradisional selama berabad-abad, tidak hanya karena nilai makanannya tetapi juga untuk sifat terapeutiknya. Berdasarkan studi yang dilakukan beberapa peneliti, melaporkan bahwa jenis madu dari sumber nektar yang berbeda memiliki sifat aktivitas antioksidan yang berbeda pula, serta terdapat korelasi yang positif diantara parameter bioaktif dan aktivitas antioksidan. Madu kaliandra memiliki kandungan bioaktif dan aktifitas antioksidan paling tinggi dibandingkan dengan madu karet dan madu randu. Aktivitas antioksidan dalam madu terutama disebabkan oleh korelasi yang kuat antara aktivitas antioksidan dengan senyawa fenolik dan flavonoid
Sebanyak 24 ekor tikus putih jantan (Rattus norvegiccus) dengan berat badan 250-300 gram, dibagi menjadi empat kelompok. Kontrol negatif (C-) adalah kelompok tikus normal, kondisi tidak dipuasakan dan tanpa diberi madu. Kontrol positif (C +) adalah kelompok mencit dengan kondisi dipuasakan selama 5 hari (defisiensi nutrisi) dan tanpa diberi madu. Kelompok perlakuan adalah kelompok tikus yang dipuasakan selama 5 hari dan diberi terapi madu dengan dosis 30% (T1) dan 50% (T2) selama 10 hari. Penelitian ini dilakukan selama 76 hari, selanjutnya tikus putih dikorbankan kemudian testis diambil dan diobservasi terhadap regenerasi jaringan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (P <0,05) antara T2 dengan C+ dan T1, meskipun masih berbeda signifikan dengan C-. Berturut-turut C-, C+, T1 dan T2 adalah 9.6d±0.44, 0.41a± 0.22, 2.5b ± 0.25 dan. 6.0c±0.50. Kesimpulan dari penelitian ini adalah madu berpotensi terhadap regenerasi jaringan testis tikus putih yang mengalami kekurangan nutrisi melalui mobilisasi stem cell endogen berupa terkspresinya protein Vascular Endhothelial Growth Factor (VEGF).
Penulis: Erma Safitri
Artikel lengkapnya dapat dilihat pada link berikut ini: