Dampak Kontrak Psikologis pada Hasil Pekerjaan: Efek Moderasi Kesadaran akan Stigma

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto dari Maxmanroe

Kontrak psikologis telah mendapat banyak perhatian baik dari akademisi maupun praktisi, dengan Social Sciences Citation Index (SSCI) mencatat bahwa jumlah penelitian yang diterbitkan tentang masalah ini antara 2017 dan awal 2021 hampir tiga ratus kali lipat dari jumlah yang diterbitkan pada tahun pertama. 30 tahun sejak konsep tersebut dikemukakan oleh Rousseau (1989). Peningkatan minat ini sebagian besar disebabkan oleh lanskap yang berubah sehubungan dengan persepsi dan reaksi karyawan terhadap hubungan kerja, terkait dengan faktor-faktor seperti outsourcing, peningkatan ketergantungan pada pekerja sementara, dan keragaman demografis. Namun studi masih sebatas pada bagaimana isi kontrak psikologis, baik kontrak relasional maupun transaksional, terhadap hasil organisasi.

Terlepas dari konsekuensi langsung dari kontrak psikologis di antara karyawan, beberapa penelitian membahas untuk siapa isi kontrak (relasional atau transaksional) memperbesar hubungan dengan hasil terkait pekerjaan. Dalam lingkungan kerja, setiap orang mengharapkan untuk dihormati oleh orang lain, tetapi beberapa individu mungkin mengharapkan tingkat rasa hormat yang lebih tinggi atau lebih rendah. Individu yang menjadi sasaran stigma akan memiliki harapan yang lebih rendah, karena mereka akan secara teratur mengalami sindiran bahwa mereka tidak pantas dihormati. Penelitian ini mendefinisikan kesadaran stigma sebagai harapan bahwa seseorang akan mengalami prasangka dan diskriminasi, atau distereotipkan secara negatif oleh orang lain karena atribut mereka di lingkungan kerja. Namun, tidak semua individu dengan status teralienasi memiliki harapan yang sama tentang sejauh mana orang lain akan mendiskriminasi mereka. Dengan kata lain, individu yang memiliki kesadaran stigma yang tinggi lebih cenderung percaya dan khawatir bahwa diskriminasi diarahkan pada kelompok marginal mereka secara umum, dan pada mereka secara pribadi.

Secara umum, penelitian ini berbeda dari penelitian kontrak psikologis sebelumnya dalam dua cara. Pertama, ini membahas untuk siapa kontrak relasional dan transaksional memperbesar hubungan dengan hasil terkait pekerjaan. Studi ini mengusulkan variabel moderasi untuk menguji pertanyaan ini—kesadaran stigma. Penulis berharap bahwa pertimbangan variabel-variabel ini dapat berkontribusi pada literatur yang ada tentang kontrak psikologis dan kesadaran stigma, serta memberikan saran bagi praktisi. Kedua, lokasi penelitian yang dipilih bersifat unik—organisasi swasta dan publik di Indonesia—dibandingkan dengan penelitian sebelumnya, dan mempresentasikan kedua setting tersebut secara bersama-sama diharapkan dapat meningkatkan generalisasi hipotesis dan temuan yang diajukan.

Penelitian ini melakukan 2 studi, dengan studi kedua didasarkan pada hasil yang menjanjikan dari studi pertama. Selain itu, kedua studi mempertimbangkan jenis organisasi yang berbeda (Studi 1 adalah organisasi swasta, sedangkan Studi 2 adalah organisasi publik), yang diharapkan dapat meningkatkan generalisasi temuan. Studi sebelumnya terutama meneliti hanya satu jenis organisasi, sehingga melakukan studi di dua jenis organisasi yang berbeda dapat menawarkan hasil yang menarik, terutama untuk literatur kontrak psikologis. Selanjutnya, karena penelitian pertama menggunakan data yang dilaporkan sendiri dari satu organisasi, penelitian kedua direncanakan memiliki desain penelitian yang lebih baik dengan memiliki banyak sumber. Dengan meminta atasan langsung untuk menilai kinerja bawahan mereka, studi kedua menawarkan beberapa wawasan yang jarang dibahas dalam studi kontrak psikologis sebelumnya.

Studi ini menyelidiki hubungan antara kontrak psikologis dan hasil terkait pekerjaan serta untuk siapa hubungan antara keduanya lebih kuat/lemah. Berdasarkan survei di dua organisasi yang berbeda, hasilnya menunjukkan bahwa responden yang sebagian besar memegang kontrak relasional cenderung memiliki sedikit niat untuk berhenti dan lebih puas dengan pekerjaan mereka saat ini, sementara juga memiliki tugas dan kinerja kontekstual yang lebih tinggi. Meskipun responden yang sebagian besar memegang kontrak transaksional melihat efek yang berlawanan dengan mereka yang memegang kontrak relasional, perbedaannya tidak signifikan, dan ini mungkin karena konteks budaya di mana penelitian ini dilakukan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa persepsi stigma kesadaran responden tentang status pekerjaan mereka cenderung melemahkan hubungan positif antara kontrak relasional dan kepuasan kerja, serta kinerja kontekstual, dan memperkuat hubungan negatif kontrak relasional dengan niat untuk berhenti. Dalam kasus kontrak transaksional, hubungan negatif dengan kepuasan kerja lebih kuat ketika karyawan memiliki kesadaran stigma yang tinggi. Temuan ini menunjukkan bahwa mengelola kontrak psikologis karyawan dan mengurangi efek negatif dari kesadaran stigma adalah penting untuk meningkatkan hasil terkait pekerjaan.

Penulis: Badri Munir Sukoco

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/23311975.2021.1947556

Annisa Pramudita, Badri Munir Sukoco, Wann-Yih Wu, and Indrianawati Usman (2020). The effect of psychological contract on job related outcomes: The moderating effect of stigma consciousness. Cogent Business & Management, 8:1, 1947556, DOI: 10.1080/23311975.2021.1947556 

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp