Pendidikan Kesehatan Meningkatkan Pengetahuan dan Sikap Remaja dalam Pencegahan Fluor Albus atau Keputihan

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto dari DKT Indonesia

Flour Albus yang dikenal dengan keputihan  merupakan masalah umum yang sering dialami oleh banyak wanita. Maternal Disease Obstetric Caribean (MDOC) di Amerika menyebutkan bahwa keputihan banyak dilami oleh wanita 72.3% adalah wanita usia subur (WUS) dan 27,7 % pada pasangan usia subur (PUS). WHO melaporkan jumlah wanita di dunia yang pernah mengalami keputihan adalah sebanyak 75%, sedangkan wanita Eropa yang pernah mengalami keputihan sebesar 25%. Di Indonesia sekitar 90% wanita berpotensi mengalami keputihan. Ini dikarenakan negara Indonesia merupakan daerah yang beriklim tropis, sehingga jamur dengan mudah berkembang dan mengakibatkan banyaknya kasus keputihan. Gejala keputihan juga dialami oleh remaja putri yang berumur 15-24 tahun yaitu sekitar 31,8%. Hal ini menunjukkan bahwa remaja lebih berisiko terjadinya keputihan.

Didefinisikan sebagai keluarnya cairan selain darah dari saluran vagina yang tidak biasa, berbau atau tidak, disertai rasa gatal di area sekitarnya. Penyebab terjadinya fluor albus  dibedakan  secara fisiologis dan  patologis. Fluor albus  fisiologis disebabkan oleh kelenjar pada serviks yang menghasilkan suatu cairan jernih yang keluar, bercampur dengan bakteri, sel-sel vagina yang terlepas dan sekresi dari kelenjar Bartolini. Sekret vagina juga disebabkan oleh aktivitas bakteri yang hidup pada vagina normal. Pada perempuan, sekret vagina ini merupakan suatu hal yang alami dari tubuh untuk membersihkan diri, sebagai pelicin dan pertahanan dari berbagai infeksi. Sedangkan Fluor albus patologis dapat timbul karena radang yang disebabkan oleh trikomoniasis, kandidiasis, gonore, vaginitis senilis, endoservitis akut atau kronis, vaginitis hemofilus vaginalis, oleh iritasi zat kimia atau iritasi vagina akibat penggunaan jelly vagina, adanya benda asing seperti tampon, IUD dan tumor yang dapat berupa tumor jinak, seperti polip, mioma uteri, kista atau dapat berupa tumor ganas atau kanker serviks.

Selain sebagai penyebab utama vaginitis, flour albus juga menjadi salah satu penyebab dari infertilitas dan cancer pada organ reproduksi perempuan. Hal ini dikarenakan mereka kurang memiliki akses untuk mendapatkan pengetahuan tentang cara pencegahan dan perawatan masalah kesehatan reproduksi sehingga kebutuhan untuk mendapatkan pendidikan kesehatan  bagi remaja putri perlu diberikan. Pengembangan program pendidikan sangat bermanfaat bagi remaja putri arena dapat meningkatkan pemahaman dan kesadaran mereka tentang masalah flour albus  dan kebutuhan untuk mengatasi masalah ini melalui pendidikan kesehatan reproduksi telah diakui dapat meningkatkan kesadaran remaja dalam perawatan diri, dan ini sangat efektif dalam meningkatkan pengetahuannya.

Tanda dan gejalanya dibedakan menjadi  fluor albus normal (fisiologis) dan  fluor albus tidak normal (patologis). Fluor albus normal (fisiologis) ciri-cirinya adalah berwarna kuning kadang-kadang putih kental, tidak berbau, tanpa disertai nyeri, gatal, rasa terbakar, keluar pada saat menjelang menstruasi dan setelah menstruasi, serta keluar pada saat stress dan kelelahan. Sedangkan fluor albus abnormal (patologis) ciri-cirinya adalah jumlahnya banyak, timbul terus menerus, warnanya berubah (misalnya kuning, hijau, abu-abu, menyerupai susu atau yoghurt), adanya keluhan seperti gatal, panas, nyeri dan berbau apek dan amis.

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah fluor albus adalah :

  1. Pola hidup sehat yaitu diet seimbang, olahraga rutin, istirahat cukup, hindari rokok dan alkohol serta hindari stres berkepanjangan.
  2. Gunakan air yang berasal dari kran jika berada di toilet umum. Hindari penggunaan air yang berasal dari tempat penampungan karena menurut penelitian air yang ditampung di toilet umum dapat mengandung bakteri dan jamur.
  3. Mengganti pakaian dalam minimal 2 kali sehari. Karena wanita sering berkeringat, hal tersebut membuat tubuh para wanita lembab, terutama pada genetalia yang tertutup dan berlipat.
  4. Gunakan celana dengan bahan menyerap keringat. Hindari pemakaian celana terlalu ketat untuk menghindari peningkatan kelembaban dan iritasi.
  5. Biasakan untuk mengganti pembalut atau pantyliner pada waktunya untuk mencegah bakteri berkembang biak.
  6. Penggunaan pembalut harus diganti minimal 2-3 kali sehari untuk mencegah pertumbuhan bakteri.
  7. Menggunakan celana dalam yang tidak ketat, bersih, kering, dan terbuat dari bahan katun. Karena memakai celana dalam ketat secara terus menerus dapat mengganggu sirkulasi dan peredaran darah, sehingga menimbulkan sekret yang berlebihan.
  8. Hindari menggunakan handuk atau waslap milik orang lain untuk mengeringkan daerah kewanitaan.
  9. Biasakan membasuh dengan cara yang benar tiap kali buang air. Yaitu dari arah depan ke belakang demikian pula saat mengeringkannya.
  10. Penggunaan cairan pembersih vagina sebaiknya tidak berlebihan karena dapat menaikkan flora normal vagina.

Kesimpulannya adalah dengan memberikan pendidikan kesehatan diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap remaja dalam mencegah terjadinya fluor albus patologis/ keputihan.

Penulis : Iswatun, S.Kep.Ns., M.Kes

Link jurnal : http://www.jidmr.com/journal/wp-content/uploads/2021/10/60-5.-2294_-The-Effect-of-Health-Education-on-Knowledge-Attitudes-and-Actions-in-Prevention-of-Leukorrhea-in-Adolescent-Girls_Iswatun_28-Juli_Sd.pdf

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp