Virus hepatitis A (HAV) adalah virus hepatitis paling umum dan yang berkembang menjadi masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia. WHO telah melaporkan hampir 1,4 juta kasus hepatitis A di seluruh dunia setiap tahun, dengan sekitar setengah dari kasus yang terjadi berada di kawasan Asia dan endemik di sebagian besar Asia Tenggara. Tantangan terhadap permasalahan virus hepatitis sangat monumental dan ironis, sebagai penyebab kematian ketujuh (5,416 per tahun) di dunia meskipun HAV sepenuhnya dapat dicegah. HAV adalah masalah kesehatan masyarakat global utama yang belum diprioritaskan sampai sekarang. HAV dapat dikendalikan dengan peningkatan kualitas air, sanitasi, dan kebersihan. Namun, beberapa wabah penyakit yang seharusnya dapat dicegah seperti HAV sering dilaporkan di banyak wilayah. Kurangnya data yang konsisten dan kredibel tentang kejadian hepatitis dan penyebaran HAV di seluruh subpopulasi di Asia Tenggara dapat menghambat pengembangan dan pemantauan nasional yang efektif sehingga berdampak pada kebijakan untuk mencegah virus hepatitis.
Tingkat infeksi HAV berkaitan erat dengan akses makanan atau air minum yang tidak aman, sanitasi yang tidak memadai, higiene pribadi yang buruk, dan faktor sosial ekonomi seperti jumlah kepadatan penduduk, variabel ekonomi, dan latar belakang pendidikan. Beberapa studi menunjukkan bahwa peningkatan status sosial ekonomi mengurangi kejadian semua jenis virus hepatitis. Di Indonesia sebagai negara yang berpenghasilan menengah, endemisitas hepatitis A cenderung tetap yaitu sedang ke tinggi dan berhubungan dengan kesenjangan sosial-ekonomi yang berkontribusi pada perbedaan standar higiene dan sanitasi.
Pada tahun 2019, Kementerian Kesehatan melaporkan adanya KLB di Pacitan (1.326 kasus), dan Depok (306 kasus, 87% adalah pelajar) disebabkan oleh makanan yang terkontaminasi di kantin sekolah. Wabah HAV di Pacitan, Provinsi Jawa Timur (2019) merupakan jumlah terbanyak (1 326 kasus) selama 1998- periode 2019. Prevalensi hepatitis di Jawa Timur meningkat menjadi 1 persen pada 2013. Data dari Pusdatin Kemenkes tercatat bahwa ada 287 kasus HAV di Jawa Timur. Sedangkan pada tahun 2013 terjadi 66 kejadian di Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan sebagian besar siswa terinfeksi. Prevalensi HAV pada penduduk di Pacitan sebagai kota kecil (1 342.42 Km²) jauh lebih tinggi daripada di kota-kota besar. Di daerah yang memiliki penghasilan rendah, umumnya prevalensi infeksi cukup tinggi, tetapi beban penyakitnya rendah, dan HAV tidak dianggap sebagai masalah kesehatan masyarakat utama. Pacitan pernah mengalami Wabah HAV di tahun 2013 ini tentu menjadi masalah dan tantangan bagi pemerintah. Transmisi HAV melalui kontak langsung dengan orang yang terinfeksi, sehingga kepadatan penduduk di wilayah tersebut perlu diperhatikan dan dipelajari melalui pemetaan untuk mencegah pengulangan wabah di masa depan.
Meskipun beberapa insiden wabah HAV di Indonesia telah dilaporkan pada dekade terakhir, namun sejauh ini belum ada pemetaan wabah HAV yang tersedia untuk menunjukkan distribusi spasialnya serta tingkat serangan/proporsi insiden. Memetakan distribusi epidemiologi dan insiden wabah HAV akan membantu mengidentifikasi rentan masyarakat dan determinan sosial ekonomi di mana wabah menimbulkan ancaman yang signifikan dan mengalokasikan sumber daya untuk pengendalian penyakit mereka dan pencegahan. Sejak Pacitan mengalami wabah HAV dua kali pada tahun 2013 dan 2019, penting untuk menganalisis dan mengeksplorasi variasi lokasi geografis wabah dan penentu sosial ekonomi. Apalagi ini studi sangat penting untuk memberikan proses pengambilan keputusan yang terinformasi bagi pemimpin pemerintah daerah untuk pengendalian dan pencegahan wabah HAV yang lebih baik di wilayah studi.
Pemetaan adalah instrumen berharga untuk menganalisis penelitian epidemiologi dan efektif dalam penyampaian pesan mengenai kesehatan masyarakat kepada berbagai khalayak. Pentingnya menciptakan distribusi peta epidemik adalah untuk mempelajari variabel-variabel yang berdampak pada agen, host, lingkungan, dan geografi yang sangat berperan dalam rencana pelaksaan strategi yang sesuai. Sebuah sistem informasi geografis (GIS) digunakan untuk menganalisis dan mempelajari penyebaran epidemiologis dari sejumlah penyakit menular atau wabah. GIS juga telah digunakan untuk menilai pola spasial dan temporal dari wabah dan untuk mengklasifikasikan area berisiko atau area kepedulian terhadap wabah di area tertentu.
Berdasarkan dari gambaran di atas, peneliti dari Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran, RSUD Dr. Soetomo, Universitas Airlangga berhasil mempublikasikan hasil penelitian di salah satu jurnal Internasional terkemuka, yaitu Gaceta Médica de Caracas. Dalam penelitianini, penulis bertujuan untuk melaporkan HAV yang baru-baru ini menjadi wabah di wilayah studi (Pacitan, Provinsi Jawa Timur) dan mengidentifikasi faktor sosial ekonomi terkait dengan risiko infeksi HAV di wilayah studi menggunakan pendekatan analisis berbasis SIG.
Beberapa kesimpulan yang didapatkan dalam penelitian ini peneliti dapat mengidentifikasi terkait distribusi dan kejadian wabah HAV di wilayah studi, Pacitan Jawa Timur. Pentingnya determinan sosial ekonomi dan nilai SIG dalam pemetaan sebaran epidemiologi dan kejadian KLB HAV.
Penulis: Muhammad Miftahussurur
Informasi detail dari penelitian ini dapat dilihat pada link artikel berikut :http://saber.ucv.ve/ojs/index.php/rev_gmc/article/view/22919