UNAIR NEWS – Antimikroba atau yang lebih sering dikenal dengan istilah antibiotik merupakan suatu zat atau komponen yang sering digunakan untuk mengobati infeksi mikroba baik pada manusia maupun hewan. Antibiotik merupakan bahan kimia yang dihasilkan oleh organisme seperti bakteri, yang dapat mengganggu mikroorganisme lain. Biasanya bahan ini dapat membunuh bakteri (bakterisidal) atau menghambat pertumbuhan bakteri (bakteriostatik) atau mikroorganisme lain. Beberapa antibiotik bersifat aktif terhadap beberapa spesies bakteri (berspektrum luas) sedangkan antibiotik lain bersifat lebih spesifik terhadap spesies bakteri tertentu (berspektrum sempit).
Antimicrobial Resistance (AMR) sudah menjadi problem global di seluruh dunia. AMR berdampak terhadap kesehatan masyarakat, timbulnya multidrug resistant, timbulnya residu antibiotika serta sulitnya pengobatan pada manusia dan hewan.
Prof. Suwarno, Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Airlangga (UNAIR) dalam kegiatan webinar yang diadakan oleh Rumah Sakit Hewan Pendidikan (RSHP) UNAIR bekerjasama dengan Perhimpunan Dokter Hewan (PDHI) Jawa Timur 1 (02/10/2021), menyebut bahwa permasalahan AMR di dunia terutama disebabkan karena semakin banyak kasus resistensi antibiotika pada hewan dan manusia dan lambatnya penemuan antibiotika jenis baru.
Hewan kesayangan, lanjutnya, diasumsikan sebagai reservoir AMR ke manusia. Hal ini karena seringnya mendapatkan antibiotik broad spectrum dan hubungan dekat antara hewan kesayangan dengan manusia.
“Kontributor utamanya adalah makanan asal hewan atau food chain,” ungkap Prof. Suwarno.
Lebih lanjut, Prof. Suwarno menjelaskan penyebab resistensi bakteri tersebut adalah pemberian antibiotik dalam pakan dengan waktu yang panjang. Selain itu, tambahnya, pemberian antibiotik yang berlebihan atau tidak sesuai dengan resep dokter juga merupakan salah satu faktor penyebabnya.
“Pemberian pakan mentah berupa daging, ayam, ikan dan kurangnya kebersihan hewan turut menjadi faktor penyebab,” ujar Prof. Suwarno.
Prof. Suwarno dalam pemaparannya juga menjelaskan problem utama AMR di Indonesia terjadi karena kasus klinis AMR hampir tidak ter-record dan tidak di monitor. Selain itu, tambahnya, data terkait AMR pada hewan kesayangan masih sangat minim.
“Bakteri resisten yang pernah dilaporkan di Indonesia antara lain Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli dan Klebsiella pneumoniae,” papar Prof. Suwarno.
Untuk jenis antibiotik, tandasnya, adalah penicillin, tetrasiklin, streptomisin, aminoglikosid (gentamisin), quinolon (enrofloxacin).
“Gen resistensi antibiotik contohnya mecA dari Methicillin-resistant Staphylococcus aureus akan menurunkan kemampuan obat untuk mengikat atau menghambat secara total pengikatan obat dengan cara merubah struktur penicillin-binding protein,” jelas Prof. Suwarno.
Prof. Suwarno menghimbau agar pemilik hewan kesayangan dan kita semua dalam penggunaan antibiotik, gunakanlah hanya untuk terapi penyakit bakterial. Kemudian, tandasnya, pemberian antibiotik harus didasarkan atas ketepatan diagnosis oleh dokter hewan.
“Meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat akan pentingnya kebersihan diri dan hewan kesayangan, tidak memberikan makanan mentah pada hewan kesayangan serta tidak membuang antibiotik di tempat sembarang tempat adalah solusi terbaik mencegah AMR khususnya pada hewan kesayangan,” pungkasnya. (*).
Penulis : Muhammad Suryadiningrat
Editor : Nuri Hermawan