Sejak Maret 2020, Indonesia menghadapi pandemi baru Corona Virus Diseases 2019 (COVID-19), dan kasus meningkat drastis hingga Oktober 2020. Data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) menunjukkan kasus COVID-19 telah menyebar hampir ke seluruh provinsi di Indonesia dan prevalensi tertinggi terletak di pulau Jawa. Di antara kota-kota besar di pulau Jawa yang menghadapi kondisi sulit selama era pandemi, Surabaya adalah kota terbesar kedua di Indonesia yang berpenduduk lebih dari 2,9 juta jiwa. Data Kemenkes RI menunjukkan bahwa Surabaya memiliki tingkat penyebaran COVID-19 yang tinggi di masa pandemi.
Beberapa program yang dilakukan Dinas Kesehatan Kota Surabaya untuk mengendalikan penularan COVID-19 antara lain promosi kesehatan dan pencegahan kesehatan. Program-program ini membutuhkan metode yang baik untuk menyebarluaskan informasi ke semua sektor penduduk di seluruh kota Surabaya dan teknologi berbasis internet (misalnya melalui media sosial dan artikel online) dapat menjadi pilihan yang baik. Beberapa penelitian dari berbagai negara telah membuktikan bahwa metode ini memiliki dampak yang kuat. Selain itu, pemanfaatan teknologi berbasis internet juga dapat mengurangi interaksi tatap muka langsung antara pendidik kesehatan dengan populasi sasaran selama pandemi.
Selain COVID-19, Hepatitis B juga menjadi perhatian khusus Dinas Kesehatan Kota Surabaya. Hal ini karena Surabaya memiliki kejadian Hepatitis B tertinggi di Provinsi Jawa Timur (219 dari total 432 kasus) menurut Kementerian Kesehatan Provinsi Jawa Timur. Beberapa faktor mungkin terkait dengan tingginya prevalensi penyakit ini termasuk tingkat pendidikan dan sosial ekonomi. Program promosi kesehatan dan pencegahan kesehatan yang baik sangat penting untuk menghentikan rantai infeksi Hepatitis B untuk tingkat pendidikan dan sosial ekonomi yang lebih rendah dari penduduk Surabaya.
Surabaya masih menghadapi banyak masalah program kesehatan terkait COVID-19 dan Hepatitis B. Faktor-faktor seperti kepercayaan masyarakat yang salah, hoax (salah informasi atau disinformasi), dan masalah kesehatan lain yang salah memberikan dampak besar pada tingkat keberhasilan kesehatan. program. Misalnya, ada anggapan masyarakat yang salah bahwa imunisasi atau vaksinasi COVID-19 dan Hepatitis B tidak sesuai dengan agama setempat. Memang anggapan masyarakat yang keliru ini membuat cakupan imunisasi Hepatitis B hampir tidak mencapai target nasional pada tahun 2017 dan memunculkan beberapa polemik isu terkait vaksin COVID-19 yang akan datang pada tahun 2020. Dinas Kesehatan Kota Surabaya perlu mengatasi masalah tersebut dengan optimalisasi promosi kesehatan tetapi tampaknya sulit karena banyak masalah kesehatan lainnya juga perlu diprioritaskan. Oleh karena itu, bantuan dan dukungan dari anggota komunitas yang tepat, terutama yang dekat dengan teknologi digital, pada dasarnya diinginkan untuk menjangkau banyak lapisan warga Surabaya sebagai sasaran utama program kesehatan. Salah satu calon anggota komunitas yang tepat ini adalah generasi muda.
Peran generasi muda sebagai generasi yang paling dekat dengan teknologi digital diperlukan untuk meningkatkan cakupan sasaran promosi kesehatan dan pencegahan kesehatan. Fakta bahwa masyarakat Surabaya pada umumnya didominasi oleh kaum muda-dewasa mendukung gagasan untuk membangun program inovasi yang memanfaatkan peran penting generasi muda. Program inovasi yang diberi nama Duta COVID-19 dan Hepatitis B Surabaya ini dibangun oleh Dinas Kesehatan Kota Surabaya, Universitas Airlangga, dan beberapa komunitas pemuda untuk mengatasi masalah COVID-19 dan Hepatitis B dengan meningkatkan promosi kesehatan dan pencegahan kesehatan.
Berdasarkan dari gambaran di atas, peneliti dari Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran, RSUD Dr. Soetomo, Universitas Airlangga berhasil mempublikasikan hasil penelitiannya di salah satu jurnal Internasional, yaitu Gaceta Medica de Caracas. Dalam penelitian ini, peneliti menggambarkan animo generasi muda untuk menanggulangi COVID-19 dan Hepatitis B dengan mengikuti program duta kesehatan. Kami menggambarkan motivasi mereka untuk mengikuti program duta besar, komitmen mereka, dan pengetahuan mereka tentang Surabaya, COVID-19, dan Hepatitis B. Selain itu, kami menganalisis korelasi antara usia responden dengan komitmen mereka serta komitmen mereka dan tingkat pengetahuan mereka.
Penelitian ini mendapatkan hasil bahwa motivasi pemuda untuk mengikuti program kesehatan terdiri dari motivasi yang didorong oleh manfaat dan sebagian besar motivasi altruistik. Sebagian besar peserta remaja memberikan persentase komitmen yang tinggi dan opini yang baik tentang kedua manajemen penyakit oleh pemerintah kota. Ada hubungan yang signifikan antara komitmen peserta dengan pengetahuannya tentang Surabaya dan COVID-19 (p<0,001), tetapi tidak dengan hepatitis B (p=0,153). Ada hubungan positif yang signifikan antara pengetahuan peserta kota Suraya dengan pengetahuan COVID-19 (r=0,255; p=0,018) dan Hepatitis B (r=0,331; p=0,003). Usia partisipan mempengaruhi komitmen mereka secara signifikan (p<0,001).
Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa motivasi, komitmen, dan pengetahuan generasi muda yang mengikuti program duta kesehatan saling berkaitan. Temuan ini dapat memberikan wawasan, terutama bagi pemerintah untuk mendorong generasi muda untuk membantu mendukung promosi kesehatan dan pencegahan kesehatan.
Penulis: Muhammad Miftahussurur
Informasi detail dari penelitian ini dapat dilihat pada link artikel berikut:
http://saber.ucv.ve/ojs/index.php/rev_gmc/article/view/22925