Summer Program WUACD UNAIR Bahas Pentingnya Seni Bagi Anak Berkebutuhan Khusus

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

UNAIR NEWSSummer Program WUACD (World University Association for Community Development) Universitas Airlangga kembali dilaksanakan di tahun 2021 ini. Kali ini, tema yang diusung adalah “Optimizing the Development of Children with Special Needs”. Pada webinar yang diselenggarakan Sabtu (25/09/2021), topik yang dibahas seputar anak-anak dengan kebutuhan khusus.

Pada webinar itu dibahas mengenai pentingnya seni bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) utamanya dari sudut pandang psikologi. Selain itu, dibahas pula apresiasi seni pada ABK serta representasi anak berkebutuhan khusus di film-film komersial.

Webinar yang dimoderatori oleh Lastiko Endi, S.S., M.Hum, salah satu dosen di Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UNAIR itu terdiri dari dua sesi. Salah satu pembicara, Dr. Primatia Yogi Wulandari, S.Psi., M.Si. menyampaikan materi dengan judul “Children with Special Needs and Artistic Expressions: Psychological Perspective.”

Dosen bidang Psikologi Perkembangan di Fakultas Psikologi UNAIR itu menyampaikan pentingnya seni terutama bagi perkembangan kognitif anak berkebutuhan khusus. “Melukis, menulis drama, atau membuat koreografi tarian, mendorong anak untuk belajar dari hal sederhana seperti gambar dan bentuk,” tuturnya.

Selain Dr. Primatia, sesi pertama ini juga diisi oleh Prof. Yu-Ling Sabrina Lo dari Asia University, Taiwan. Pengajar di Departement of Early Childhood Education di Asia University itu menyampaikan materi berjudul “Children with Special Needs and Artistic Expressions: Psychoeducational Perspective.”

Sesi kedua juga diisi oleh dua orang pembicara salah satunya adalah Heti Palestina Yunani, Redaktur Harian DISWay. Ia membawakan materi bertajuk Appreciation Artistic Expression Produced by Children with Special Needs. Senada dengan pembicara-pembicara sebelumnya, Heti juga menekankan pentingnya ekspresi dalam bidang seni utamanya bagi anak-anak berkebutuhan khusus.

“Pengalaman dalam seni merupakan cara yang baik untuk meningkatkan perhatian, utamanya bagi ABK. Selain itu, seni mampu membekali anak terkait penerimaan dalam diri dan merupakan cara yang menyenangkan untuk mengekspresikan perasaan mereka,” tegas Heti.

Pembicara terakhir, Edi Dwi Riyanto, Ph.D., menyampaikan materi “Representation of Children with Special Needs in Movies.” Pengajar Fakultas Ilmu Budaya UNAIR itu mengambil contoh film berjudul Rain Man yang mampu merepresentasikan dengan baik individu yang memiliki autisme.

“Tidak ada upaya yang dilakukan, baik oleh lembaga pendidikan maupun lembaga hubungan masyarakat, yang dapat menghasilkan sensasi seperti yang dibawa oleh Rain Man ke ranah nasional bahkan internasional,” jelas Edi. “Ke depannya, tentu masih dibutuhkan pelaku industri perfilman yang mampu melakukan hal yang demikian (merepresentasikan ABK dalam sebuah film),” pungkasnya. (*)

Penulis: Agnes Ikandani

Editor: Binti Quryatul

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp