Dapatkan Risiko Negara Memprediksi Indeks Saham Islam?

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto oleh Merdeka com

Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar, Indonesia merupakan pasar yang cukup besar untuk mengembangkan industri keuangan syariah. Meskipun semakin populernya pasar modal syariah, ada penelitian terbatas di bidang ini. Meningkatnya permintaan investasi syariah dan potensi penduduk muslim terbesar memberikan peluang untuk mengembangkan investasi dan pasar modal syariah.

Jakarta Islamic Ideks (JII) merupakan salah satu tolak ukur untuk mengukur kinerja investasi saham syariah di Indonesia. Indeks ini merupakan basis saham syariah terdiri dari 30 saham  yang konsisten terdaftar dalam Daftar Efek Syariah yang membatasi saham atau investasi yang melakukan perjudian, hutang yang tinggi, tindakan spekulatif, penjualan alkohol, dan kegiatan terlarang atau tidak etis lainnya.

Penelitian ini merupakan upaya pertama mengkaji hubungan antara risiko negara dan variabel makroekonomi terpilih terhadap pergerakan JII. Penelitian ini bertujuan untuk meyajikan tinjauan yang komprehensif tentang resiko negara dan variabel makro lainnya terhadap pergerakan JII. Melalui hasil penelitian ini, kami memberikan literature intrisik bagi mahasiswa, bagi investor yang berinvestasi dan pembuat kebijakan.

Penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif melalui pendekatan VECM. Data yang digunakan yaitu data risiko negara (keuangan, ekonomi dan politik) yang di adopsi dari International Country Risk Guide (ICRG), serta variabel makro lainnya seperti harga minyak dunia, inflasi dan Indeks produksi industri yang di adopsi dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan JII dari Bursa Efek Indonesia (BEI). Data berbentuk bulanan dari Januari 2003 sampai Maret 2016. International Country Risk Guide (ICRG) memberikan indikator risiko untuk membantu mengevaluasi keputusan investasi, terutama dalam perdagangan dan bisnis internasional.

Kombinasi risiko Politik, Ekonomi, dan Keuangan menghasilkan satu indikator risiko negara komposit, yang berkisar antara 0 hingga 100. Skor risiko negara komposit yang lebih tinggi menunjukkan bahwa negara tertentu terpapar pada tingkat risiko yang rendah, dan sebaliknya (Metodologi ICRG, 2016). Risiko politik memiliki bobot 50 persen, sedangkan risiko ekonomi dan keuangan masing-masing memiliki bobot 25 persen.

Dalam penelitian ini, kami menggunakan dua model, model pertama dengan memasukkan variabel risiko negara (keuangan, ekonomi dan politik), harga minyak dunia, inflasi, dan IPI. Pada model kedua, untuk merobust hasil kami mengganti variabel inflasi dengan memasukkan variabel nilai tukar. pada model pertama, hasil menunjukkan terjadi penyimpangan dan koreksi (ECT) sebesar 0,035. Hal ini merupakan penyesuaian kecepatan untuk kembali ke kesimbangan. Pada model kedua terjadi penyimpangan dari jangka panjang dan dikoreksi (ECT) sebesar 0,071. Ini juga merupakan penyesuaian kecepatan untuk kembali ke kesimbangan. Dengan demikian, baik model pertama dan kedua menunjukkan hasil yang kuat.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pada kedua model, risiko negara yaitu risiko keuangan dan risiko ekonomi berpengaruh signifikan terhadap JII. Hasil model VECM menunjukkan bahwa risiko keuangan berpengaruh positif terhadap pergerakan JII dalam jangka panjang dan merupakan variabel yang relevan digunakan untuk memprediksi kinerja pasar saham syariah. Berbagai faktor seperti tingkat utang luar negeri, layanan utang luar negeri, saldo transaksi berjalan, likuiditas internasional bersih, dan nilai tukar harus dipertimbangkan ketika menentukan stabilitas keuangan suatu negara.

Hasil model VECM juga menunjukkan bahwa risiko ekonomi berpengaruh negatif terhadap JII. Artinya, risiko ekonomi yang lebih tinggi direspon oleh aktivitas investasi yang lebih tinggi di JII. Hal ini bertentangan dengan teori umum risiko dimana investor menghindari investasi di negara atau indeks dengan eksposur risiko yang tinggi. Hal ini juga ditunjukkan bahwa kinerja saham syariah Indonesia lebih baik daripada saham konvensional, dilihat dari kinerja rasio Sharpe dan Treynor Black Appraisal. Karena saham-saham syariah mengungguli pasar saham konvensional, para investor tetap menanamkan investasinya pada saham-saham syariah meskipun terjadi krisis ekonomi.

Temuan lain juga menunjukkan korelasi yang signifikan dan negatif antara inflasi dan JII, dimana tingkat inflasi yang lebih tinggi akan mengurangi kegiatan investasi untuk JII dan mengurangi daya beli. Inflasi akan meningkatkan biaya operasional suatu perusahaan yang menyebabkan turunnya profitabilitas perusahaan. Penurunan dividen akan menurunkan motivasi investor untuk berinvestasi di pasar modal, lebih memilih berinvestasi di pasar uang dan mengurangi investasinya di pasar modal syariah.

Dari analisis yang dilakukan, Pemerintah harus memastikan lingkungan investasi yang kondusif dengan selalu menjaga keuangan negara dengan baik. Berdasarkan perspektif risiko, investor yang rasional harus mempertimbangkan eksposur risiko dan menghindari berinvestasi di negara dengan risiko ekstrem. Selain itu, investor merespons secara negatif risiko keuangan yang lebih tinggi sementara secara positif merespons risiko ekonomi yang lebih tinggi. Penelitian selanjutnya sebaiknya mempelajari variabel makroekonomi lainnya seperti PDB dan suku bunga serta melakukan uji kausalitas untuk mengetahui kesesuaian variabel makroekonomi tersebut terhadap JII.

Artikel ini dirangkum dari artikel jurnal yang ditulis oleh Masrizal, Sukmana, R.Al Mustofa, M.U. and Herianingrum, S. (2021), “Can country risks predict Islamic stock index? Evidence from Indonesia”, Journal of Islamic Accounting and Business Research, Vol. ahead-of-print No. ahead-of-print. https://doi.org/10.1108/JIABR-04-2020-0127

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp