Potensi Cangkang Kerang Abalone sebagai Pembentuk Nanokarbonat-Hidroksiapatit Kandidat Biokeramik untuk Rekayasa Jaringan Tulang

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto oleh agrozine.id

Potensi limbah bahan biogenik seperti tulang dan cangkang di Indonesia cukup besar ketersediaannya dan dapat digunakan sebagai bahan dasar hidroksiapatit (HAp) dan karbonat hidroksiapatit (CHAp). Beberapa tahun terakhir ini, perkembangan aplikasi HAp dan CHAp yang berasal dari bahan biogenik menuju ke arah tissue engineering yakni mereplikasi dan merekonstruksi tulang buatan untuk berbagai aplikasi (scaffold). Rekayasa jaringan tulang menjadi semakin penting dalam memperbaiki kerusakan tulang dan meregenerasi fungsi tulang. Tulang terdiri dari matriks ekstraseluler (ECM) dimana pada skala nano, memiliki struktur berserat yang timbul dari interaksi antara komponen organik (terutama kolagen tipe-1) dan anorganik (mineral apatit karbonat).

Fase mineral utama tulang dan gigi manusia yang diidentifikasi melalui pengujian difraksi sinar-X (XRD) memiliki struktur apatit berupa hidroksiapatit (Ca10(PO4)6(OH)2). Ion-ion pembentuk hidroksiapatit adalah kalsium (Ca2+) dan fosfat (PO43-). Nano-hidroksiapatit (n-HA) merupakan bahan alternatif yang baru digunakan dalam aplikasi ortopedi karena dapat mendukung kemampuan jaringan tulang untuk beregenerasi sendiri.  HA memiliki parameter kisi a = 9,433 A˚ dan c = 6,875 A˚dan rasio mol Ca/P variabel 1,67. Keunggulan n-HA adalah biokompatibilitasnya yang baik, bioaktivitas, dan tidak korosif.  Namun, selain ion kalsium dan fosfat, sebagian besar komponen mineral minor pada tulang dan gigi berasosiasi dengan apatit biologis, yaitu ion karbonat (CO32-). Kandungan ion karbonat dalam tulang alami adalah 2-8% berat tergantung pada usia.  Oleh karena itu, konteks pengembangan biokeramik-apatit yang memiliki kesamaan karakteristik tulang dan gigi alami untuk kandungan ion pembentuknya menggunakan hidroksiapatit (HAp) dengan ion karbonat tersubstitusi dapat disebut karbonat hidroksiapatit (CHAp).

Adanya ion karbonat pada apatit biologis telah terbukti meningkatkan aktivitas metabolisme jaringan. Substitusi ion karbonat pada struktur kisi HAp dapat membentuk tiga tipe CHAp, yaitu tipe A, tipe B, dan tipe AB. Aplikasi biomedis untuk apatit biologis menggunakan CHAp tipe-B, yang merupakan ion karbonat yang menggantikan ion fosfat dalam struktur kisi HAp. Kehadiran ion karbonat tipe-B dalam struktur apatit biologis telah terbukti mengurangi derajat kristalinitas dengan implikasi peningkatan kelarutan. Oleh karena itu, dapat meningkatkan kemampuan interaksi antara biokeramik sebagai bahan implan dan target implan. Oleh karena itu, CHAp telah dikembangkan sebagai alternatif biomaterial, terutama dalam aplikasi rekayasa jaringan tulang.

Sebagai biokeramik untuk aplikasi rekayasa jaringan tulang, CHAp harus memiliki karakteristik yang mirip dengan tulang dan gigi alami dimana ukuran partikel harus dalam kisaran ukuran nanometer. Bahan dengan rentang ukuran nanometer dapat memiliki sifat fisikokimia yang berbeda secara signifikan. Struktur fisik dan kimia material nano dapat mempengaruhi karakteristik sel yang kontak dengan permukaan. Oleh karena itu, untuk menentukan apakah sampel yang disintesis berukuran nanometer, maka perlu untuk mengkarakterisasi menggunakan mikroskop elektron transmisi (TEM). Analisis mikroskop elektron transmisi dapat digunakan untuk menentukan morfologi dan distribusi ukuran partikel dari n-CHAp.

Dalam penelitian ini, n-CHAp  disintesis menggunakan cangkang abalon sebagai bahan alami dan sumber kalsium karena kandungan kalsium karbonat (CaCO3) yang lebih tinggi dalam cangkang abalon, yaitu 90-95% dan mudah ditemukan di Indonesia.  Karya ini mengeksplorasi potensi cangkang kerang abalon (Halioitis asinina) asal Indonesia sebagai sumber kalsium alami dalam sintesis n-CHAp. Pada penelitian ini, n-CHAp disintesis melalui metode presipitasi dengan variasi waktu aging pada jam ke 0, 24, dan 48. Metode ini dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu, diantaranya mayoritas pendekatan sintesis n-CHAp tidak memerlukan bahan organik apapun. Ini juga merupakan proses sederhana dengan throughput tinggi (87%), membuat metode ini cocok untuk skala besar. Karakteristik n-CHAp ini diamati, termasuk pengaruhnya terhadap struktur nano, sifat kristalografi, rasio mol Ca/P, dan gugus fungsinya.

Berdasarkan analisis karakterisasi difraksi sinar-X, spektrum n-CHAp ditunjukkan untuk semua variasi sampel dalam waktu penuaan. Hasil perhitungan nilai parameter kisi menegaskan bahwa fasa yang terbentuk adalah fasa CHAp tipe B dengan peningkatan derajat kristalinitas, ukuran kristal, ukuran partikel, dan polidispersitas yang dibuktikan dengan adanya gugus fungsi CO32- pada ketinggian 1438 cm-1 dan 878 cm-1, yaitu karakteristik substitusi karbonat tipe-B. Adanya ion karbonat yang teridentifikasi lebih kecil selama perpanjangan waktu aging menyebabkan nilai rasio mol Ca/P menurun namun tetap memiliki nilai yang lebih besar dari nilai HAp Ca/P (1,67), yaitu 1,80-1,72. Berdasarkan analisis mikroskop elektron transmisi, partikel CHAp tipe B berukuran nanometer berhasil diperoleh. Berdasarkan kriteria struktur nano, sifat kristalografi, kandungan karbonat, dan proses kimia, sampel CHAp tipe B berbahan dasar cangkang abalon (Halioitis asinina) merupakan salah satu kandidat biokeramik untuk aplikasi rekayasa jaringan tulang.

Penulis: Dr. Aminatun, Ir., M.Si

Naskah selengkapnya dapat dibaca pada: https://www.researchgate.net/publication/353992611_Nano-carbonated_hydroxyapatite_precipitation_from_abalone_shell_Haliotis_asinina_waste_as_the_bioceramics_candidate_for_bone_tissue_engineering

Nano-carbonated hydroxyapatite precipitation from abalone shell (Haliotis asinina) waste as the bioceramics candidate for bone tissue engineering

Hestining A Permatasari1, Mona Sari1, Aminatun2, Tri Suciati3, Kiagus Dahlan4 and Yusril Yusuf1

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp