Apakah Screen Based Activity dan Perilaku Makan Berhubungan dengan Status Gizi Anak Sekolah?

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto oleh YouTube

Kebutuhan gizi anak usia sekolah dasar mengalami peningkatan sebagai persiapan memasuki usia remaja. Permasalahan gizi yang sering terjadi pada anak usia sekolah akibat asupan zat gizi yang kurang tepat adalah obesitas, kurus, dan anemia. Salah satu penyebab obesitas anak adalah tingginya aktivitas sedentary seperti penggunaan perangkat berlayar (screen based activity). Apalagi di masa pandemi covid-19 seperti ini, dimana sekolah juga memberlakukan pembelajaran secara dalam jaringan (daring). Tingginya screen based activity dapat menyebabkan konsumsi berlebih melalui penurunan durasi tidur, aktivitas fisik, dan disertai dengan peningkatan perilaku makan. Peningkatan durasi screen based activity sejalan dengan peningkatan indeks massa tubuh anak laki-laki maupun perempuan. Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa anak yang menonton televisi lebih dari 3 jam/hari memiliki risiko 48% mengalami obesitas.

Perilaku makan anak-anak dapat menjadi kebiasaan hingga memasuki kelompok usia selanjutnya. Oleh karena itu, perilaku makan anak usia sekolah perlu diperhatikan. Sebagian besar anak-anak memiliki perilaku makan yang buruk seperti mengonsumsi makanan dan minuman manis, kurang mengonsumsi sayur dan buah, serta melewatkan sarapan. Anak dengan gizi lebih memiliki kecenderungan perilaku makan yang kurang baik. Pengaturan dan pemenuhan konsumsi pangan yang baik serta tepat dapat menunjang tercapainya status gizi normal.

Berdasarkan penelitian Alfinnia, et al (2021), rata-rata asupan energi siswa sekolah dasar adalah 1126,08 ± 287,99 kkal/hari. Asupan energi tersebut masih jauh di bawah angka kecukupan gizi anak usia 10-12 tahun yaitu sebesar 2000 kkal/hari untuk laki-laki dan 1900 kkal/hari untuk perempuan. Hal tersebut diikuti dengan kecukupan zat gizi makro yang tergolong rendah pada sebagian besar siswa. Sekitar 98% siswa kurang asupan karbohidrat, 47,9% siswa kurang asupan protein, serta 64,6% siswa kurang asupan lemak. Jenis protein yang sering dikonsumsi adalah protein nabati seperti tahu dan tempe.  Asupan zat gizi berperan penting dalam tumbuh kembang dan status gizi anak usia sekolah. Meskipun demikian ternyata berdasarkan hasil penelitian tersebut tidak ada hubungan yang signifikan antara jumlah asupan dengan status gizi. Hal ini dikarenakan data asupan zat gizi hanya menggambarkan konsumsi saat dilakukan pengambilan data, sedangkan status gizi dipengaruhi banyak faktor, diantaranya adanya penyakit infeksi, produksi pangan, budaya, kebersihan lingkungan dan fasilitas pelayanan kesehatan.

Adanya televisi dan permainan digital yang diakses melalui smartphone tersebut merupakan salah satu perkembangan teknologi dan berdampak pada anak- anak. Aktivitas di depan layar mengakibatkan penurunan aktivitas fisik pada anak dan dapat mempengaruhi status gizi. Siswa memiliki rata-rata total screen based activity selama 4 jam/hari, baik saat hari biasa maupun akhir pekan. Hasil ini tergolong tinggi apabila dibandingkan dengan standar yang ada yaitu 2 jam/hari. Penggunaan media berbasis layar terbanyak pada penelitian ini adalah televisi (93%) dan menonton video/bermain game di smartphone (74%) baik pada weekday maupun weekend. Pada penelitian ini, tidak terdapat hubungan antara screen based activity dengan status gizi. Hal ini kemungkinan dikarenakan aktivitas tersering responden yaitu menonton TV tidak diidentifikasi lebih jauh seperti waktu menonton, perilaku konsumsi ketika menonton, adanya iklan makanan/snack, dan faktor-faktor lain yang dapat berkontribusi terhadap status gizi anak.

Penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar siswa jarang mengonsumsi makanan pokok, lebih sering mengonsumsi lauk nabati, tidak pernah mengonsumsi sayur, tidak pernah mengonsumsi buah, serta tidak pernah mengonsumsi jajanan. Kondisi pandemi COVID-19 yang mengharuskan siswa school from home menyebabkan siswa jarang mengonsumsi jajanan yang biasa terdapat di sekolah. Diantara seluruh indikator yang menunjukkan perilaku makan, hanya konsumsi buah-buahan yang memiliki hubungan signifikan dengan status gizi. Buah-buahan yang dikonsumsi siswa secara harian meliputi jeruk, pepaya, jambu biji, tomat, alpukat, semangka, pisang, kurma, dan rambutan. Beberapa buah-buahan tersebut memiliki kandungan gula yang tinggi. Namun, pada penelitian ini tidak diidentifikasi cara penyajian dan seberapa banyak responden mengonsumsi buah tersebut. Buah-buahan memiliki kandungan gula sederhana (glukosa, fruktosa, sukrosa) yang berkontribusi terhadap kejadian obesitas.

Meskipun buah seringkali disebut sebagai makanan yang dapat mencegah peningkatan berat badan, terdapat penelitian yang menyebutkan bahwa beberapa buah termasuk ke dalam kategori pro-obesitas, khususnya berupa jus. Konsumsi jus buah yang berasal dari buatan rumah maupun komersial dapat meningkatkan indeks massa tubuh anak-anak. Hal ini dikarenakan penambahan gula atau pemanis pada jus sehingga meningkatkan kalori dan risiko obesitas pada anak. Oleh karena itu pemilihan makanan anak terutama buah perlu diperhatikan jenis dan cara penyajiannya agar tidak menimbulkan masalah gizi lebih. Perlu adanya pendidikan gizi bagi instansi sekolah maupun orang tua mengenai hal tersebut agar dapat menunjang tumbuh kembang optimal.

Penulis: Lailatul Muniroh

Link Jurnal: https://e-journal.unair.ac.id/AMNT/article/view/22179

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp