Perbedaan Suhu Abdomen dan Anus pada Mencit dengan Berbagai Kondisi

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto dari Klikdokter

Mencit banyak digunakan sebagai model hewan di laboratorium untuk mewakili kondisi pada manusia. Penelitian tentang sepsis pada mencit banyak dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan metode terapi yang tepat yang dapat diterapkan pada manusia. Salah satu tanda klinis sepsis pada mencit adalah perubahan suhu tubuh. Pengukuran suhu merupakan indikator penting infeksi pada penelitian dengan model hewan di laboratorium. Kita bisa mengukur suhu tubuh di beberapa daerah tubuh, seperti di abdomen dan anus. Metode yang umum digunakan adalah dengan termometer yang ujungnya dimasukkan ke dalam anus atau yang disebut termometer rektal. Termometer rektal merupakan perangkat yang paling umum digunakan karena memiliki akurasi tinggi. Namun, penggunaan termometer jenis ini memiliki beberapa kelemahan yaitu perangkat yang relatif mahal dan membutuhan anestesi agar mencit terhindar dari cedera. Metode ini juga merupakan prosedur yang kurang nyaman dan dapat membuat mencit stres, serta penyisipan berulang dari probe termometer rektal dapat menyebabkan robekan mukosa, yang menyebabkan septikemia dan kematian.

Non-contact infra red thermometer

Metode lain yang lebih mudah untuk memeriksa suhu tubuh adalah dengan menggunakan termometer non-kontak inframerah. Beberapa kelebihan termometer ini adalah memiliki efisiensi waktu (~3-4 detik per pengukuran), ketergantungan eksperimen yang tinggi, dan akurasi yang tinggi. Pengukuran suhu tubuh menggunakan termometer ini relatif mudah, tanpa perlu anestesi dan tidak menimbulkan luka pada hewan. Cara penggunaannya yaitu dengan menembakkan sinar inframerah dari termometer di daerah yang akan diukur suhunya. Literatur menyebutkan bahwa pengukuran menggunakan termometer inframerah non-kontak dapat dilakukan pada mencit di beberapa daerah, antara lain: membran timpani, punggung, tulang dada, perut, dan daerah ano-genital.

Metode dan Hasil

Penelitian ini menggunakan mencit jantan dengan bobot 25–30 g, dibagi menjadi dua kelompok (kelompok kontrol dan perlakuan). Kelompok kontrol diinjeksi dengan larutan NaCl 0,9%, dengan jumlah volume NaCl 0,9% sama dengan lipopolisakarida (LPS). Pada kelompok perlakuan diinjeksi dengan LPS 2,5 mg/kg BB secara intraperitoneal. LPS diperoleh dari bakteri Escherichia coli. LPS diencerkan dengan normal saline hingga konsentrasinya 0,025 mg per 0,1 mL cairan. Suhu tubuh diukur di daerah abdomen dan anus pada jam ke-8 dan ke-24 setelah perlakuan. Suhu ruangan disesuaikan dengan suhu AC, yaitu 16oC.

Setelah perlakuan, mencit yang disuntik dengan LPS mengalami penurunan aktivitas pada jam pertama pasca injeksi. Kondisi mencit semakin memburuk pada 8 jam pasca injeksi dan tampak paling lemah pada jam ke-24 pasca injeksi. Sedangkan mencit pada kelompok kontrol tidak menunjukkan perubahan aktivitas pada jam ke-1, ke-8, dan ke-24 setelah penyuntikan NaCl 0,9%.

Data hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengukuran suhu di daerah anus menggunakan termometer non-kontak inframerah didapatkan hasil yang lebih rendah dibandingkan di daerah abdomen. Beberapa faktor yang menyebabkan perbedaan suhu tubuh mencit seperti yang ditunjukkan dalam penelitian ini antara lain suhu lingkungan, injeksi LPS, dan daerah pengukuran. Semakin rendah suhu lingkungan maka semakin rendah suhu permukaan, sedangkan suhu inti tubuh akan tetap stabil selama respon pengaturan termal masih bekerja normal. Sedangkan injeksi LPS dapat menyebabkan penurunan suhu. Menurut literatur LPS merupakan suatu endotoksin bakteri yang dapat menyebabkan vasodilatasi, vasodilatasi pada ekor tikus menyebabkan hilangnya panas tubuh. Berdasarkan hasil penelitian ini, pemilihan area pengukuran suhu tubuh pada mencit menjadi pertimbangan yang kuat selain suhu permukaan, suhu inti, dan metabolisme yang terjadi pada mencit. Pengetahuan tentang morfologi dan fisiologi mencit sangat penting untuk dipahami sebelum menarik kesimpulan dari penelitian tentang suhu tubuh mencit, terutama ketika mencoba mengekstrapolasi data yang diperoleh dari mencit untuk diterapkan pada manusia.

Penulis: Dr. Anna Surgean Veterini, dr., Sp.An., KIC

Informasi detail dari tulisan ini dapat dilihat pada:

https://ojs.unud.ac.id/index.php/jvet/article/view/66849

Veterini, A.S. et al. (2021). The Value of Mice Body Temperature in Various Conditions: The Difference of Results in Abdomen and Anus Area Measurement With Non-Contact Infrared Thermometer. Jurnal Veteriner, 22(2):200-205.

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp