UNAIR NEWS – PT Pelabuhan Indonesia I, II, III, dan IV mencanangkan peresmian merger pada 1 Oktober 2021. Bergabungnya keempat perusahaan BUMN (Badan Usaha Milik Negara) ini tentu memiliki andil besar, utamanya dalam perekonomian Indonesia.
Sebagai perusahaan yang bergerak di sektor kepelabuhanan, PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) berkaitan erat dengan kegiatan ekspor impor melalui laut. “Karena wilayah kerja Pelindo berkaitan dengan sektor kepelabuhanan, maka merger akan berpengaruh terhadap logistic cost di Indonesia,” sebut Dr. Nurul Istifadah SE., M.Si., pakar ekonomi pembangunan asal Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB) Universitas Airlangga (UNAIR).
Seperti yang telah diketahui, Indonesia memiliki tingkat logistic cost yang cukup tinggi dibanding negara ASEAN lainnya, yakni 23%. Hal ini menyebabkan produk asal Indonesia tidak kompetitif bila bersaing dalam perdagangan global. “Sehingga dapat saya katakan, seefisien apapun proses produksi kita kalau logistic cost begitu tinggi, maka cost untuk pergerakan barang akan sangat mahal,” sebut Nurul.
Biaya logistik yang cenderung mahal ini dapat berimbas terhadap beralihnya penggunaan jasa kepelabuhanan ke negara lain. “Pelaku usaha pada akhirnya akan memilih jasa pengiriman barang ke pelabuhan yang lebih efisien, misalnya di Singapura,” imbuhnya.
Berpalingnya produsen lokal berpotensi merugikan dan mempengaruhi catatan ekspor impor di Indonesia. “Jadinya, catatan barang dalam Certificate Of Origin berasal dari Singapura, padahal sebenarnya produksi asal Indonesia,” jelasnya.
Dengan diresmikannya merger Pelindo, artinya akan ada penggabungan sumber daya yang mengakibatkan memungkinkan penghematan dan efisiensi kerja. “Penggabungan Pelindo akan berdampak baik terhadap logistic cost, dikarenakan adanya penghematan biaya, dan ada hal-hal yang bisa disatukan dan sharing bersama,” papar pengajar mata kuliah Ekonomi Perkotaan dan Transportasi ini.
Tak hanya soal penentuan tarif logistik, nantinya Pelindo juga harus memperhatikan pengembangan di bidang pelayanan, efisiensi dan juga kecepatan dalam operasional. Nurul juga memaparkan contoh ketika negara lain sudah menerapkan sistem otomatisasi, sehingga menyebabkan dwelling time (waktu bongkar muat) menjadi lebih cepat dibanding Indonesia yang masih menerapkan sistem semi-otomatis.
“Tidak hanya efektifitas sumber daya yang memungkinkan adanya penurunan tarif logistik, Pelindo juga memiliki tugas untuk melakukan standarisasi pelayanan operasional, dan otomatisasi, sehingga dwelling time dan pelayanan kepelabuhanan dapat menjadi lebih efisien,” tutupnya.(*)
Penulis : Stefanny Elly
Editor : Khefti Al Mawalia