Aktivitas Antimalaria Ekstrak dan Fraksi Kulit Batang Garcinia Parvifolia Miq. pada Kultur Plasmodium Falciparum

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto oleh tamantuguproject.com.my

Malaria merupakan salah satu jenis penyakit menular yang terutama terjadi di daerah tropis dan subtropis, dan penyakit ini masih menjadi masalah di dunia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa kasus malaria pada tahun 2019 diperkirakan mencapai 229 juta. Setiap tahun, lebih dari 409.000 orang meninggal karena malaria, terutama anak-anak di bawah usia lima tahun dan ibu hamil. Munculnya Plasmodium yang resisten terhadap obat malaria sejak tahun 1960 menjadikan pengobatan malaria banyak menemui kendala. Oleh karena itu penemuan obat antimalaria baru masih menjadi prioritas di bidang kesehatan saat ini.

 Disamping obat-obatan sintesis, penelitian juga difokuskan pada tanaman obat sebagai sumber obat malaria baru. Salah satu kelompok tanaman yang menarik adalah familia Clusiaceae yang memiliki 40 genus dan lebih dari 1.000 spesies, tersebar di daerah tropis dan subtropis, di Asia, Afrika, Kaledonia Baru, dan Polinesia.  Genus utama dalam Clusiaceae yang banyak digunakan dalam pengobatan tradisional adalah Garcinia dan Calophyllum. Salah satu spesies tanaman dari familia Clusiaceae, yaitu Garcinia parvifolia Miq., dikenal di Indonesia dengan nama daerah sebagai manggis cherry, kandis, dan kandis kuning. Tanaman ini banyak tumbuh tersebar di daerah tropis, dan subtropis di Asia Tenggara selain di Indonesia juga di Malaysia, Thailand, Brunei. Tanaman ini juga memiliki nama ilmiah Garcinia dioica Blume dan Garcinia globulosa Ridley.

Garcinia parvifolia memiliki berbagai aktivitas farmakologis seperti: antioksidan, antimikroba, antiplatelet, antiplasmodial, dan larvasida. Buah dan daun mudanya terkadang dimakan sebagai sayuran. Beberapa penelitian telah melaporkan aktivitas antimalaria dari tanaman ini. Ekstrak n-heksana dari kulit batang G. parvifolia Miq. menghambat pertumbuhan parasit malaria terhadap P. falciparum FCR3 (strain resisten klorokuin) dengan nilai IC50 sebesar 4,11 g/mL. Fraksi n-heksana dari G. parvifolia Miq. kulit batang menunjukkan aktivitas antimalaria terhadap Plasmodium berghei dengan nilai ED50 74,54 ± 10 mg/kg bb. Beberapa senyawa telah diisolasi dari Genus Garcinia dan diidentifikasi sebagai flavonoid, triterpenoid, steroid, dan santon (rubraxanthone, cowinin, dan griffiparvixanthone), namun belum dilaporkan mengenai aktivitas antimalarianya. Berdasarkan data-data dari hasil penelitian sebelumnya, G. parvifolia berpotensi sebagai sumber antimalaria. Penelitian tentang batang G. parvifolia belum banyak dilaporkan, terutama mengenai senyawa aktif antimalarianya. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antimalaria dari ekstrak dan fraksi batang G. parvifolia, dimana fraksi aktif yang diperoleh, selanjutnya dapat digunakan sebagai kandidat untuk isolasi senyawa antimalaria.

Batang Garcinia parvifolia Miq. dikumpulkan dari Kebun Raya Balikpapan di Kalimantan Timur, Indonesia. Serbuk batang kemudian diekstraksi secara bertahap dengan menggunakan pelarut n-heksana, diklorometana, dan metanol dengan metode ekstraksi ultrasonik. Ekstrak yang paling aktif selanjutnya dipisahkan menggunakan metode kromatografi kolom terbuka. Semua ekstrak dan fraksi diuji terhadap Plasmodium falciparum galur 3D7 menggunakan metode uji laktat dehidrogenase (LDH) dan dilanjutkan penentuan nilai IC50 yaitu konsentrasi yang dapat menghambat pertumbuhan Plasmodium sebesar 50%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua ekstrak kulit batang G. parvifolia yaitu (BPS12-S-H; BPS12-S-D dan BPS12-S-M) dapat menghambat pertumbuhan P. falciparum. Penghambatan tertinggi ditunjukkan oleh ekstrak diklorometana (BPS12-S-D) dengan nilai IC50 sebesar 6,61 ± 0,09 g/mL. Hasil fraksinasi selanjutnya dari BPS12-S-D diperoleh 10 fraksi (F1-10). Semua fraksi diidentifikasi dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT), dan spot kuning kecoklatan (pada fraksi-1) muncul setelah penyemprotan dengan H2SO4 10%. Hasil pengujian antimalaria Fraksi-1 (F1) diperoleh penghambatan pertumbuhan parasit tertinggi dengan nilai IC50 sebesar 6,00 ± 0,03 g/mL dibandingkan dengan fraksi lainnya. Fraksi ini diklasifikasikan memiliki aktivitas antimalaria yang kuat. Pada hasil identifikasi profil Fraksi-1 menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), diperoleh informasi adanya dua puncak utama (A dan B). Spektrum UV-Vis menunjukkan serapan pada panjang gelombang 250 dan 278 (pada puncak A), sedangkan 243, 281, dan 317 nm (pada puncak B). Berdasarkan profil KLT, KCKT, dan spektrum UV-Vis dari F1, diduga senyawa aktifnya adalah senyawa golongan flavonoid (A) dan xanton (B). Untuk memastikan senyawa yang terkandung pada Fraksi F-1 perlu dilakukan isolasi dan pemurnian lebih lanjut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada ekstrak diklorometana batang G. parvifolia Miq.  terdapat bahan aktif antimalaria yang dapat menjadi kandidat potensial untuk dikembangkan sebagai obat malaria baru.

Penulis: Dr. Aty Widyawaruyanti, M.Si., Apt.

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

https://www.degruyter.com/document/doi/10.1515/jbcpp-2020-0414/html

Marsih Wijayanti, Hilkatul Ilmi, Einstenia Kemalahayati, Lidya Tumewu, Fendi Yoga Wardana, Suciati, Achmad Fuad Hafid, Aty Widyawaruyanti. In vitro antimalarial activity of Garcinia Parvifolia Miq. Stem extracts and fractions on Plasmodium falciparum lactate dehydrogenase (LDH) assay. J Basic Clin Physiol Pharmacol 2021; 32(4):839-844. https://doi.org/10.1515/jbcpp-2020-0414

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp