Pengaruh Kuersetin terhadap Ekspresi mRNA SREBP-1c pada Mencit NAFLD yang Diinduksi Diet Tinggi Lemak

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Everyday Health

Penyakit hati berlemak nonalkohol (NAFLD) telah menjadi pemicu utama penyakit hati kronis. Sementara patogenesis NAFLD belum dipahami secara komprehensif, hipotesis “two-hit” telah diajukan untuk menjelaskan patogenesis NAFLD. Dalam hipotesis ini, “hit pertama” adalah steatosis hati karena akumulasi lemak berlebih di hepatosit terkonjugasi oleh peningkatan lipogenesis dan penyerapan asam lemak, gangguan pembersihan trigliserida, penumpukan lemak berlebihan, dan gangguan homeostasis lipid di hati. Lebih lanjut, stres oksidatif hati dan peradangan adalah dua faktor penting dari “hit kedua” yang mengakibatkan kerusakan sel hati. Produksi ROS yang berlebihan mempengaruhi antioksidan dan mengurangi pembersihan stres oksidatif, yang menstimulasi sterol regulatory element binding protein-1c (SREBP-1c) dan lipogenesis.

SREBP-1c merupakan salah satu regulator utama ekspresi gen yang terlibat dalam sintesis trigliserida hati dengan menginduksi enzim yang terlibat dalam lipogenesis hati, yang kemudian mendorong sintesis trigliserida di hati. Hingga saat ini, tidak ada obat yang telah disetujui FDA untuk NAFLD atau NASH. Suatu studi mengungkapkan bahwa antioksidan potensial untuk dikembangkan sebagai terapi NAFLD melalui peranannya dalam memodulasi lipogenesis, oksidasi dan peroksidasi lipid, serta peradangan. Kuersetin merupakan antioksidan yang memiliki aktivitas menghilangkan ROS. Selain itu, kuersetin memiliki efek hepatoprotektif dan mengurangi akumulasi lemak di hati (steatosis) pada suatu studi terhadap model tikus diabetes. Oleh karena itu, kuersetin potensial dikembangkan sebagai agen farmakologis untuk mengobati NAFLD.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian kuersetin terhadap ekspresi SREBP-1c di hati mencit NAFLD dengan model diet tinggi lemak (HFD) dan untuk memberikan gambaran mekanisme kuersetin dalam mengobati dan/atau mencegah perkembangan penyakit.

Metode

Pada penelitian ini, 56 mencit jantan galur Balb/c dengan berat sekitar 20–30 g dibagi menjadi 6 kelompok; mencit yang diberi pakan standar (28 hari) dan polisorbat 80 5% (28 hari), mencit yang diberi HFD (28 hari) dan polisorbat 80 5% (28 hari), mencit yang diberi HFD (28 hari) dan kuersetin 50mg/kgBB intraperitoneal (i.p.) (28 hari), mencit yang diberi HFD (28 hari) dan kuersetin 100mg.kgBB i.p. (28 hari), mencit yang diberi HFD (28 hari) dan kuersetin 50mg/kgBB i.p (dari hari ke-15 sampai 28), mencit yang diberi HFD (28 hari) dan kuersetin 100mg/kgBB i.p. (dari hari ke-15 sampai 28).

Setelah 28 hari perlakuan dan 24 jam perlakuan terakhir, semua mencit dieutanasi, diekstraksi hatinya. Selanjutnya, dilakukan pengamatan makroskopis terhadap hati dan dilanjutkan pengambilan sebagian jaringan hati untuk pemeriksaan histopatologi menggunakan pewarnaan hematoylin eosin dan sebagiannya lagi disimpan di freezer -80 oC untuk pemeriksaan biomarker SREBP-1c menggunakan metode reverse transcription polymerase chain reaction. Data ekspresi mRNA SREBP-1c yang diperoleh dianalisis menggunakan one-way ANOVA dilanjutkan dengan uji post-hoc Tukey dengan perangkat lunak GraphPad Prism versi 6.0.

Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan evaluasi makroskopik hati, kelompok mencit yang diberi HFD selama 28 hari menunjukkan jaringan berwarna kuning pucat dengan permukaan granular. Hal ini mungkin karena akumulasi lipid berlebih. Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa terjadinya perubahan warna dan peningkatan ukuran hati disebabkan oleh tingginya kadar bilirubin dalam darah dan jaringan. Kondisi ini juga dikenal sebagai hiperbilirubinemia, yang menunjukkan kerusakan hati. Menariknya, penelitian kami menemukan bahwa pemberian HFD yang dikombinasikan dengan kuersetin menunjukkan perbaikan makroskopik, terutama terkait warna dan tekstur permukaan hati dibandingkan dengan kelompok HFD yang tidak diberik kuersetin. Temuan ini mungkin karena efek perbaikan kuersetin yang menurunkan kadar trigliserida hati, yang terkait erat dengan efek hepatoprotektif kuersetin.

Pengaruh kuersetin pada histopatologi hati mencit NAFLD menunjukkan perbaikan struktur hepatosit. Tidak ada tetesan lipid yang terlihat, yang merupakan ciri utama steatosis hati dan NAFLD. Namun, kelompok kuersetin masih menunjukkan ballooning, meskipun lebih baik dibandingkan kelompok HFD tanpa pemberian kuersetin. Suatu penelitian menemukan bahwa pemberian kuersetin menurunkan akumulasi lipid pada NAFLD di mana hal tersebut mencegah hepatosit dari degenerasi lemak.

Selanjutnya, pada kelompok HFD yang diberi kuersetin menunjukkan penurunan ekspresi mRNA SREBP-1c dibandingkan kelompok HFD tanpa pemberian kuersetin. SREBP-1c menginduksi enzim yang terlibat dalam lipogenesis hati, mendorong sintesis trigliserida hati. Aktivitas SREBP-1c yang berlebihan meningkatkan sintesis lemak patologis dan menyebabkan akumulasi lemak hati (steatosis).

Dengan demikian, penelitian kami menemukan efek potensial kuersetin dalam mengatasi NAFLD pada mencit yang diinduksi HFD. Hal ini dibuktikan dengan perbaikan gambaran makroskopik hati, gambaran histopatologi hati, dan penurunan ekspresi mRNA relatif SREBP-1c. Temuan ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang mengembangkan beberapa senyawa untuk mengobati NAFLD yang menemukan bahwa perbaikan NAFLD terkait erat dengan perbaikan histopatologi hati dan penurunan ekspresi mRNA relatif SREBP-1c.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, disimpulkan bahwa pemberian kuersetin potensial memberikan aktivitas farmakologis dalam mengatasi NAFLD terutama dalam memperbaiki gambaran makroskopik hati, gambaran histopatologi hati, dan menurunkan ekspresi mRNA SREBP-1c pada hati mencit NAFLD yang diinduksi HFD.

Penulis: apt. Mahardian Rahmadi, S.Si., M.Sc., Ph.D.Link Artikel Jurnal: https://www.degruyter.com/document/doi/10.1515/jbcpp-2020-0423/html

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp