Laki-laki dan perempuan adalah dua jenis kelamin biologis yang biasa ditemukan pada makhluk hidup. Laki-laki dan perempuan memiliki beberapa karakteristik yang dapat dibedakan satu sama lain. Perbedaan tersebut dapat berupa penampilan fisik, hormonal, dan perilaku. Secara fisik, perbedaan antara perempuan dan laki-laki mudah terlihat pada fase dewasa. Usia dewasa yang dipertimbangkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah di atas 19 tahun. Contoh perbedaan fisik antara kedua jenis kelamin pada manusia adalah pria cenderung lebih berotot, dan wanita cenderung memiliki tubuh yang lebih lengkung. Contoh lainnya adalah laki-laki memiliki lebih banyak rambut di beberapa bagian sedangkan perempuan hanya pada bagian tertentu. Kehadiran hormon pada kedua jenis kelamin tersebut mempengaruhi perbedaan fisik di antara mereka. Hormon androstenedion dan estrogen paling mempengaruhi indeks fisik wanita. Di sisi lain, hormon testosteron sebagian besar mempengaruhi indeks fisik pria. Testosteron mempengaruhi pertumbuhan karakteristik pria seperti kekuatan fisik, suara yang lebih menggema, serta pertumbuhan lebih banyak rambut tubuh, seperti janggut. Androgen mempengaruhi produksi testosteron dalam tubuh dan dipengaruhi oleh hormon androstenedion. Dengan demikian, hormon ini mempengaruhi indeks fisik wanita. Selain efek fisik, hormon juga mempengaruhi hal lain seperti keringat.
Salah satu hormon yang mempengaruhi keringat adalah estrogen. Estrogen dalam tubuh manusia mengatur suhu tubuh melalui aliran darah. Suhu tubuh ini mempengaruhi ekskresi keringat. Hormon estrogen, yang sebagian besar mempengaruhi sistem reproduksi wanita, memungkinkan perbedaan antara keringat wanita dan pria. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa wanita memiliki rata-rata tingkat sekresi keringat (SSR) yang lebih rendah daripada pria. Perbedaan ini diamati pada usia pra-pubertas dan dewasa. Studi lain mempelajari perbedaan keringat antara jenis kelamin dengan sampel keringat ekrin. Ekrin adalah kelenjar keringat yang fungsi utamanya adalah mengatur suhu tubuh. Studi ini menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara komposisi metabolit dan konsentrasi antara jenis kelamin berdasarkan keringat ekrin. Studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa mungkin ada perbedaan keringat antara kedua jenis kelamin, tergantung pada sampel keringat yang dipelajari. Tidak seperti ekrin, kelenjar apokrin bertanggung jawab atas bau badan. Meskipun apokrin tidak secara langsung menghasilkan bau, kandungan protein dalam keringat mendukung pertumbuhan bakteri. Pertumbuhan bakteri ini mempengaruhi bau badan. Perbedaan kadar senyawa keringat menyebabkan bau pria seperti keju sedangkan bau wanita seperti bawang atau jeruk bali.
Secara umum, pada penelitian ini, para penulis membedakan kedua jenis kelamin berdasarkan penglihatan. Para penulis mengklasifikasikan seseorang yang maskulin, berambut pendek, atau memiliki rambut tubuh berlebih sebagai seorang laki-laki. Sementara itu, seseorang yang tampil feminin dengan rambut panjang, sebagai seorang perempuan. Para penulis menggunakan metode ini karena norma-norma sosial yang berlaku. Namun, klasifikasi gender visual tidak selalu tepat. Seorang wanita dapat mengalami hirsutisme, yang mengakibatkan tumbuhnya rambut berlebih di beberapa bagian tubuh. Sindrom ovarium polikistik (PCOS) adalah penyebab anomali ini. Selain itu, tidak jarang ditemukan wanita “tampan” dan anak laki-laki “cantik” saat ini karena suatu perkembangan sosial tertentu.
Untuk memberikan kontribusi dalam bidang ini, sebuah eksperimen dilakukan oleh Sabilla dkk., (2021), penelitian yang telah diterbitkan dalam Proceedings – 2021 IEEE Asia Pacific Conference on Wireless and Mobile, APWiMob 2021 (Institute of Electrical and Electronics Engineers Inc.) ini bertujuan untuk menawarkan klasifikasi gender biologis manusia menggunakan bau keringat. Seperti hormon, meskipun kedua jenis kelamin memiliki komposisi yang sama dalam keringat, keduanya memiliki kadar komposisi yang berbeda, perbedaan inilah yang menyebabkan perbedaan bau keringat antara kedua jenis kelamin.
Metode pengambilan sampel menggunakan sistem electronic nose (E-nose) untuk mengumpulkan bau keringat ketiak. Rangkaian sensor sistem E-nose terdiri dari tujuh sensor: TGS 822, TGS 2612, TGS 2620, TGS 826, TGS 2603, TGS 2600, dan TGS 813. Sensor-sensor ini menghasilkan nilai rasio resistansi (Rs/Ro) yang dipelajari oleh metode machine learning untuk klasifikasi dan potensi penyakit berdasarkan senyawa organik volatil (VOC) dalam keringat.
Pada penelitian ini, didapatkan bahwa sampel pria memiliki kandungan gas amina yang lebih tinggi dibandingkan sampel wanita, salah satunya adalah Trimethylamine (TMA). TMA adalah senyawa yang akan dipecah menjadi trimetilamina-N-oksida (TMAO), faktor untuk berbagai penyakit kardiovaskular.
Pada akhirnya, penelitian ini mengungkapkan bahwa E-nose dapat memprediksi jenis kelamin biologis manusia menggunakan bau keringat ketiak. Prediksi ini memiliki akurasi yang cukup baik sebesar 94,12% dengan kombinasi PCA sebagai pra-pemrosesan untuk pengurangan dimensi dan SVM sebagai metode machine learning. Selain itu, berdasarkan rata-rata sensor TGS 2603 yang dipilih melalui ANOVA, terlihat bahwa keringat pria memiliki komposisi gas amina yang lebih tinggi daripada wanita. Analisis bau ketiak menggunakan E-nose dimungkinkan untuk membantu mendeteksi komposisi keringat manusia. Deteksi ini dapat membantu kesehatan para pekerja untuk mendiagnosis penyakit atau gangguan yang disebabkan oleh komposisi yang ada dalam keringat, seperti trimethylaminuria (TMAU).
Penulis: Dr. Asra Al Fauzi, dr., Sp.BS.
Link Jurnal: https://ieeexplore.ieee.org/document/9435205