Upaya Pengembangan Kandidat Obat Kanker Paru dari Senyawa Asam Antranilat

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi dari SMIhospital

Taukah kalian bahwa kanker paru merupakan kanker dengan kasus kematian tertinggi baik  di dunia maupun di Indonesia? Berdasarkan data WHO tahun 2018, sekitar 26.095 orang di  Indonesia meninggal karena kanker paru-paru setiap tahunnya, dengan 30.023 kasus baru,  sehingga Indonesia dianggap sebagai negara dengan kasus tertinggi di Asia Tenggara. Tentu  hal ini cukup memprihatinkan. Perlu diketahui bahwa jenis kanker paru-paru yang sering  terjadi hampir 75% dari semua kasus kanker paru-paru adalah tipe NSCLC (Non-small cell  lung cancer). Ternyata NSCLC terjadi karena ekspresi yang berlebih dari reseptor EGFR (epidermal growth factor receptor) yang menyebabkan pertumbuhan sel paru-paru normal  menjadi tidak terkendali. Hingga saat ini belum satupun obat yang dapat secara efektif  menyembuhkan kanker. Oleh karena itu, penelitian tentang penemuan dan pengembangan  obat kanker tetap menjadi perhatian dari banyak peneliti di dunia.  

Pada banyak jurnal menyebutkan bahwa senyawa yang memiliki cincin benzoxazine mampu menghambat pertumbuhan sel A549. Pada artikel kali ini, penulis akan melaporkan sintesis  senyawa turunan benzoksazin, prediksi aktivitas dalam menghambat reseptor EGFR secara  in silico dan juga  prediksi ADMET (Absorption, Distribution, Metabolism, Excretion and Toxicity)-nya, serta  uji invitro terhadap sel kanker paru A549. 

Pada metode sintesis kami menggunakan asam antranilat sebagai senyawa awal dengan  pereaksi benzoil klorida dan turunannya. Karakterisasi senyawa hasil sintesis menggunakan  spektrometer NMR, MS, dan FT-IR, serta spektrofotometer UV-vis. Metode sintesis ini  cukup efektif karena menghasilkan senyawa produk sebanyak 71-84%. Adapun senyawa  tersebut adalah 2-(2-chlorophenyl)-4H-benzo-[1,3]-oxazin-4-one, 2-(2,4-dichlorophenyl)- 4H-benzo-[1,3]-oxazin-4-one, 2-(3,4-dichlorophenyl)-4H-benzo-[1,3]-oxazin-4-one, dan 2- (4-methoxyphenyl)-4H-benzo-[1,3]-oxazin-4-one

Uji in silico pada senyawa turunan benzoksazin tersebut dilakukan dengan menggunakan  suatu software bernama MVD (Molegro® Virtual Docker) versi 5.5. Data yang muncul pada  pengujian ini berupa suatu nilai yang bernama MDS (Molecular Docking Score), dimana  semakin kecil MDS nya artinya semakin tinggi aktivitas suatu senyawa terhadap  penghambatan pada reseptor EGFR. Keseluruhan senyawa uji ternyata memiliki MDS yang  lebih tinggi dari pada ligan aslinya yaitu Erlotinib (122,93 ± 0,06 Kkal/mol.) Artinya  kemampuan senyawa turunan benzoksazine yang disintesis pada penelitian kali ini dalam menghambat EGFR tidaklah sebesar Erlotinib. 

Berdasarkan prediksi ADMET dilakukan dengan menggunakan aplikasi pkCSM.  Keseluruhan senyawa uji dapat diserap di saluran pencernaan (>90%). Dari hasil prediksi  distribusi diketahui senyawa yang diuji memiliki volume distribusi sedang. Artinya totalnya konsentrasi obat yang beredar dalam plasma darah dan tisu adalah sama. Senyawa turunan  benzoksazine diperkirakan mampu untuk menembus BBB (Blood Brain Barrier) dan  memasuki aliran darah di otak karena memiliki nilai log BB lebih dari 0,3 dan log PS lebih  dari 2.  

Berdasarkan prediksi metabolisme, turunan benzoksazine adalah substrat CYP 3A4. Ini  berarti bahwa kehadiran penginduksi CYP 3A4 memiliki potensi untuk mengurangi kadar  senyawa dalam darah. Namun, berdasarkan prediksi ekskresi, tingkat klirens obat total dalam  tubuh adalah kombinasi dari metabolism oleh hati dan pembersihan oleh ginjal. Dimana  semakin besar klirens totalnya maka semakin cepat obat diekskresikan oleh tubuh.  Sedangkan dari hasil prediksi toksisitas, senyawa hasil sintesis tidak menyebabkan tidak  bersifat hepatotoksik sementara erlotinib menyebabkan hepatotoksisitas. Dari evaluasi  prediksi oral tikus akut toksisitas, hasil LD50 dari senyawa turunan benzoksazin yang  disintesis memiliki toksisitas yang lebih rendah dari erlotinib. Berdasarkan hasil dari prediksi  ADMET tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa senyawa hasil sintesis relatif lebih aman  dibanding Erlotinib.  

Berdasarkan hasil evaluasi in vitro terhadap penghambatan pertumbuhan sel A549  menggunakan metode MTT, senyawa turunan benzoksazine memiliki aktivitas yang moderat sebagai antikanker. Dan senyawa 2-(2,4-dichlorophenyl)-4H-benzo-[1,3]-oxazin-4-one yang  memiliki aktivitas terbesar terhadap sel kanker A549, dengan nilai IC50 36,6 µg/mL.  Perbedaan gugus fungsi yang terdapat pada inti aromatis pada struktur utama benzoksazin  menyebabkan perbedaan sifat fisikokimia dari suatu senyawa sehingga dapat menyebabkan  perbedaan aktivitas biologisnya. Keempat senyawa turunan benzoksazin tersebut memiliki  gugus fungsi yang berbeda yaitu gugus halogen dan gugus metoksi, di mana posisi dari gugus  fungsi juga ikut mempengaruhi konfigurasi senyawa tersebut di dalam pengujian in silico dengan reseptor target. 

Penulis: apt. Melanny Ika Sulistyowaty, M.Sc., Ph.D.

Untuk informasi yang lebih lengkap dapat dilihat pada artikel aslinya dengan judul: “Synthesis, ADMET predictions, molecular docking studies, and in-vitro anticancer activity  of some benzoxazines against A549 human lung cancer cells”, pada tautan berikut ini:  https://doi.org/10.1515/jbcpp-2020-0433

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp