Ketidakpatuhan dan Strategi Meningkatkan Kepatuhan Pengobatan Penderita Skizofrenia

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh JEO Kompas com

Ketidakpatuhan dalam pengobatan merupakan permasalahan yang kerapkali ditemui pada pasien penderita penyakit kronis khususnya penderita skizofrenia. Penderita skizofrenia bergantung pada penggunaan obat secara rutin untuk mencegah kondisi relaps dan kekambuhan fase psikosis yang lebih buruk sehingga mengurangi peluang untuk keluar masuk rumah sakit berulangkali dan membebani pembiayaan individu maupun negara. Meskipun demikian, kondisi psikologis pasien yang sering mengalami halusinasi dan ilusi, ketidakmampuan berkomunikasi secara normal serta perasaan bahwa orang lain akan mencelakai mereka membuat manajemen pengobatan skizofrenia semakin kompleks.

Problem penanganan pasien skizofrenia ini bukannya tanpa perhatian. Pemerintah melalui program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) menempatkan skizofrenia sebagai salah satu penyakit kronis yang pengobatannya ditanggung oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Hal ini memudahkan pasien untuk mendapatkan obat antipsikosis sesuai dengan hasil survei Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2018 yang menunjukkan 85% penderita mendapatkan obat secara rutin. Namun sayangnya hanya 48,9% yang rutin minum obat dalam satu bulan terakhir. Beberapa alasan tidak rutin minum obat diantaranya merasa sudah sehat (36,1%), tidak rutin berobat (33,7%), tidak mampu membeli obat secara rutin (23,6%), tidak tahan efek samping obat (7%), sering lupa minum obat (6,1%), merasa dosis tidak sesuai (6,1%) dan obat tidak tersedia (2,4%).

Kondisi tersebut diatas mendorong tim peneliti dari Fakultas Farmasi Universitas Airlangga yang terdiri dari Julaeha, Prof. Umi Athiyah dan Andi Hermansyah bekerjasama dengan RSJ. Menur Surabaya untuk mengidentifikasi kepatuhan pengobatan di kalangan penderita skizofrenia yang menjalani pengobatan rawat jalan.

Peneliti menggunakan kuesioner Medication Adherence Rating Scale (MARS) untuk mengetahu factor pendorong ketidakpatuhan serta mengidentifikasi strategi yang diperlukan untuk meningkatkan kepatuhan. Kuesioner MARS terdiri dari 10 pertanyaan/pernyataan yang terbagi dalam 3 bagian meliputi: treatment adherence behavior, attitude toward taking medicine, adverse effects and attitudes to antipsychotic treatment. Kuesioner MARS mempunyai rentang skor 0-10. Seseorang penderita skizofrenia dikatakan patuh dalam pengobatan jika skor MARS nimimal atau sama dengan 8.

Dalam survei ini didapatkan fakta bahwa hanya sekitar 40% penderita skizofrenia yang patuh dalam pengobatan. Beberapa alasan ketidakpatuhan dalam pengobatan meliputi: lupa minum obat (50%), menunda jadwal minum obat (43,3%), merasa bosan dengan pengobatan yang dijalani (63,3%), dan mengalami efek samping ekstrapiramidal sindrom (30%). Menariknya, peneliti menemukan bahwa 100% responden penderita skizofrenia mempunyai sikap yang positif bahwa dengan terus meminum obat dapat mencegah kekambuhan.

Peneliti menyatakan bahwa apoteker sebagai tenaga kesehatan yang terakhir ditemui oleh pasien mempunyai peranan strategis dalam memberikan konseling dalam bentuk Motivational Interviewing, kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain dan pelayanan telefarmasi sebagai salah satu cara untuk meningkatkan kepatuhan dan monitoring efek samping yang mungkin timbul akibat pengobatan yang dijalani oleh penderita skizofrenia. Strategi ini tentu tidak dapat dilepaskan dari peran lingkungan sosial pasien yang mendukung perbaikan kondisi pasien.

Penulisan: Umi Athiyah, Julaeha, Andi Hermansyah

Link Jurnal: “Revisiting the intractable barriers affecting medication adherence among outpatients with schizophrenia”

https://www.abap.co.in/index.php/home/issue/view/3/1

Berita Terkait

newsunair

newsunair

Scroll to Top