HIV/AIDS telah menjadi penyakit pandemi secara global yang banyak merenggut nyawa manusia. Pada tahun 2019, terdapat 75,7 juta kasus pengidap HIV dan sekitar 32,7 juta meninggal karena AIDS. Beberapa obat antiretroviral (ART) telah disetujui secara klinis dan digunakan untuk pengobatan. Mereka diklasifikasikan ke dalam beberapa kelas seperti nucleoside reverse transcriptase (NRTI), non nucleoside reverse transcriptase (NNRTI), protease inhibitors dan integrase inhibitors. Setiap obat telah terbukti menyebabkan beberapa masalah umum seperti resistensi dan efek samping yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, perlu dicari kandidat senyawa kimia baru yang mampu menghambat replikasi virus HIV dan berpotensi untuk pengobatan pasien AIDS.
Antioksidan adalah zat yang dapat menghentikan reaksi radikal bebas yang disebabkan oleh kemampuan sistem pertahanan tubuh dalam melawan penyakit kronis seperti kanker dan infeksi virus. Penyakit ini selalu disertai dengan gangguan metabolisme sel/jaringan, yang menghasilkan aktivasi reactive oxygen spesies (ROS). Penelitian sebelumnya melaporkan bahwa peningkatan kadar ROS pada sel epitel bronkus menyebabkan tingginya angka kematian akibat pneumonia akibat virus influenza. Oleh karena itu, aksi kombinasi antioksidan dan antivirus penting untuk mencegah progresi replikasi virus oleh ROS. Sumber daya alam yang kita miliki telah merupakan tempat untuk mengeksplorasi dan menemukan senyawa tersebut karena mengandung metabolit sekunder dengan konformasi struktural yang unik dan kerangka kimia yang beragam. Selanjutnya, beberapa tanaman dilaporkan memiliki efek kombinatorial seperti Euphorbia thymifolia L. dan Origanum acutide. Senyawa yang bertanggung jawab untuk aktivitas tersebut terutama adalah flavonoid dan senyawa fenolik.
Sebagai Negara dengan keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia, Indonesia memiliki berbagai sumber daya alam yang menyediakan tanaman tropis yang dapat dieksplorasi dan diteliti untuk penemuan obat baru. Salah satu tanaman yang endemik di Indonesia yang digunakan untuk mengobati berbagai macam penyakit seperti kanker, demam, batuk dan tuberkolosis adalah Begonia medicinalis (nama local; benalu batu, golongan family Begoniaceae). Tanaman tersebut merupakan spesies baru dari Begonia yang berasal dari Marowali, Sulawesi Tengah, Indonesia. Penelitian sebelumnya melaporkan bahwa Begonia sp memiliki aktivitas terhadap anti kanker yaitu kanker payudara dan kanker serviks.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi potensi antioksidan dan antivirus (HIV) dari fraksi n-heksana, etil asetat dan air dari Begonia medicinalis. Pengujian aktivitas antioksidan dan antivirus (HIV-1) dilakukan pada sel MT-4 yang terinfeksi HIV-1 dengan menggunakan metode DPPH dan penentuan efek sitopatik (CPE).
Penentuan antioksidan menunjukkan bahwa semua fraksi memiliki aktivitas dengan IC50 berkisar antara 2,61 hingga 8,26 g/mL. Dari aktivitas antivirus sel MT-4 yang terinfeksi HIV, fraksi n-heksana B. medicineis menunjukkan potensi paling besar dengan IC50 sebesar 0,04 ± 0,05 g/mL. Ini memiliki sitotoksisitas kurang (11,08 ± 4,60 g/mL) memberikan indeks selektivitas tinggi 238,80. Selanjutnya, analisis GC-MS dari fraksi n-heksana menemukan senyawa utama turunan asam karboksilat dengan persentase luas 76,4% dan adanya senyawa fenolik (8,38%). Sedangkan pada fraksi air, terpenoid ditemukan dalam konsentrasi yang lebih tinggi (10,05%) dibandingkan yang lain. Oleh karena itu, penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Begonia medicinalis sebagai obat herbal berpotensi untuk antioksidan dan antivirus (HIV).
Penulis: Siti Qamariyah Khairunisa, S.Si., M.Si
Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di: https://www.degruyter.com/document/doi/10.1515/jbcpp-2020-0476/html
Zubair, MS, et.al. (2021). Antioxidant and antiviral potency of Begonia medicinalis fractions. Journal of Basic and clinical Physiology and Pharmacology (JBCPP). Vol. 32, No. 4. Available online at https://doi.org/10.1515/jbcpp-2020-0476