Keluarga Bisa Semakin Harmonis, Meskipun Memiliki Anak ASD, Kok Bisa?

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto oleh BenarNews

“…visi keluarga kami berubah: kami berusaha memberikan yang terbaik dan membuat anak merasa sangat dicintai oleh kami keluarganya”.

Setiap keluarga pasti mendambakan hadirnya buah hati yang akan tumbuh dan berkembang secara normal sebagaimana anak-anak lainnya. Dalam kenyataannya, beberapa keluarga dihadapkan pada realitasnya bahwa anak mereka didiagnosis mengalami Gangguan Spektrum Autisme (Autism Spectrum Disorder, ASD). Gangguan Spektrum Autisme  merupakan gangguan neurodevelopmental pada Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM–5). Diagnosis gangguan spektrum autisme dipenuhi ketika individu menunjukkan dua tipe gejala, yaitu: defisit pada ranah komunikasi dan interaksi sosial (American Psychiatric Association– APA, 2013). Kondisi anak ASD akan mengalami berbagai gangguan: komunikasi, bersosialisasi, berteman, hiperaktif/hipoaktif, kemampuan memahami (kognitif), juga gangguan fisik lain yang menyertai (gangguan pencernaan, alergi, dll).

Pertanyaan yang sering muncul adalah ketika sebuah keluarga dihadapkan pada realitas bahwa anak mereka didiagnosis ASD; maka ada dua pilihan: Semakin menjauh dan semakin tidak harmonis atau semakin mendekat dan semakin harmonis. Bisakah ketika keluarga memiliki anak ASD, akan semakin harmonis atau semakin mendekat?

Dalam jurnal yang berjudul “Increasing, Stable, or Decreasing? The Dynamics of Family Harmony Involving Children With Autism Spectrum Disorder: A Qualitative Research”, Penulis ingin mengetahui bagaimana dinamika (perubahan) yang terjadi dalam keharmonisan keluarga yang memiliki anak ASD. Penulis melakukan penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus pada 20 partisipan dengan mengisi open ended kuesioner (kuesioner dengan pertanyaan terbuka) yang dibuat oleh peneliti, kemudian dilanjutkan dengan wawancara mendalam. Analisis data dilakukan secara content analisis.

Hasil analisis data menunjukkan bahwa dinamika keharmonisan keluarga adalah fluktuatif (naik turun). Beberapa keluarga dengan anak ASD, menunjukkan keharmonisan keluarga yang semakin menguat. Beberapa indikator perilaku yang menunjukkan keharmonisan keluarga, diantaranya:

  1. Kedekatan suami istri, komitmen yang semakin kuat antara suami istri, pengembangan pola komunikasi yang supportif antara suami istri, adanya pembagian peran dalam pengasuhan yang terencana, serta selalu bersama untuk penyelesaian konflik/krisis yang terjadi.
  2. Proses perjalanan mendampingi terapi anak. Anak ASD membutuhkan terapi sebagai bagian dari intervensi untuk membantu tumbuh kembangnya; oleh karena itu dukungan sosial keluarga besar baik moril maupun materiil memberikan penguatan pada keharmonisan keluarga. Pembagian peran pengasuhan pada seluruh anggota keluarga secara bergantian, serta penerimaan keluarga secara tulus atas kondisi anak ASD membantu menguatkan keharmonisan pasangan dengan anak ASD.

Keluarga yang memiliki Anak ASD akan semakin tidak harmonis karena adanya perasaan stress dan cemas menghadapi anak autis sehingga fokus pada relasi terhadap pasangan berkurang dan semakin menjauh (Churchill, Villareale, Monaghan, Sharp, & Kieckhefer, 2010; Daire, Dominguez, Carlson, & Case-Pease, 2014; Ellis & Hirsch, 2000; Higgins, Bailey, & Pearce, 2005).  Demikian sebaliknya keluarga yang semakin bertumbuh bersama karena respon terhadap stress dan kecemasan yag terjadi menjadikan pasangan semakin intens berkomunikasi untuk mencari jalan keluar dalam mengasuh anak autis (Marciano, 2015; Greef, 2000; Walsh, 1998). Perkawinan yang harmonis terjadi karena relasi yang kuat antara suami istri, memiliki pola komunikasi yang efektif, kejujuran, adanya kemampuan menegosiasikan perbedaan sambil menunjukkan rasa hormat ketika menghadapi sudut pandang yang berbeda, memiliki tingkat intimacy (kedekatan emosional) yang mendalam serta memiliki komitmen yang kuat untuk memperbaiki relasi suami-istri (Walsh, 1999; Greef, 2000).

Keharmonisan keluarga pada dasarnya adalah sebuah kondisi yang kompleks; kehadiran anak baik anak didiagnosis ASD atau tidak bukanlah satu-satunya yang dapat menguatkan atau melemahkan keharmonisan keluarga. Keharmonisan keluarga lebih ditentukan oleh hadirnya kebutuhan untuk menciptakan hubungan (relasi) yang kuat antara pasangan suami istri serta menjaga komitmen bersama sehingga pasangan akan selalu bersama dalam menghadapi beragam permasalahan, konflik, dan krisis dalam keluarga. Relasi yang semakin menjauh akan mendukung ketidakharmonisan dan relasi yang semakin mendekat akan mendukung keharmonisan.

Penulis: Dr. Nurul Hartini

Link Jurnal: https://journals.sagepub.com/home/tfj

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp