Kambing Kacang adalah ternak ruminansia kecil yang telah dikembangbiakkan secara turun-temurun di Indonesia. Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 2840/Kpts/LB.430/8/2012 tentang Penetapan Rumpun Kambing Kacang, bahwa Kambing Kacang termasuk kekayaan sumber daya genetik ternak lokal Indonesia yang harus dilindungi dan dilestarikan. Kambing kacang berukuran kecil, tingginya 55–65 cm, dengan ciri khas telinga kecil dan tegak, serta memiliki leher yang pendek. Kambing Kacang jantan maupun betina memiliki tanduk. Bulu berwarna putih, hitam, coklat, atau campuran dari ketiga warna tersebut. Pubertas dicapai pada umur 8 bulan, dengan masa kebuntingan 146-150 hari, jarak kelahiran 255-260 hari, dan jumlah anak per kelahiran rata-rata 1,36 ekor per induk. Kambing kacang jantan dewasa memiliki berat badan 25-35 kg, sedangkan yang betina 20-30 kg. Kambing Kacang mudah beradaptasi dengan cuaca dan iklim tropis, dapat memakan daun kacang-kacangan, dan dedaunan dari tanaman lain di lingkungan tempat pemeliharaannya.
Pengembangbiakan Kambing Kacang dengan teknik inseminasi buatan (IB), diharapkan dapat mempercepat peningkatan populasi dan sekaligus menjaga kelestarian keragaman genetik. Teknik IB memungkinkan percepatan produksi keturunan yang unggul dan meningkatkan kinerja reproduksi ternak, dapat meningkatkan mutu genetik ternak dengan tidak mengharuskan pejantan unggul untuk dibawa ketempat betina untuk kawin sehingga mengurangi biaya, mengoptimalkan penggunaan bibit pejantan unggul secara lebih luas dalam jangka waktu yang lebih lama, meningkatkan angka kelahiran dengan cepat dan teratur, dan mencegah penularan / penyebaran penyakit kelamin. Namun, sayangnya, semen beku kambing Kacang sampai saat ini belum diproduksi. Masalah utama pada sperma Kambing Kacang adalah sifatnya lebih rentan terhadap stres kejut dingin dibandingkan dengan sperma spesies lain. Beberapa penelitian sebelumnya oleh Tim Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga membuktikan bahwa motilitas sperma Kambing Kacang lebih sensitif terhadap kerusakan akibat pembekuan dibandingkan semen kambing Ettawa, dan sapi Simental, meskipun dengan bahan pengencer dan teknik pembekuan yang sama. Semen Kambing Kacang yang dibekukan tanpa antioksidan apapun menyebabkan lebih dari 60% sel sperma mati, sehingga tersisa kurang dari 40% sel sperma yang hidup dan motil. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI Nomor. SNI 4869.3: 2014 tentang Semen beku – Bagian 3: Kambing dan domba, tingkat motilitas sperma setelah pencairan kembali tersebut belum memenuhi syarat IB, yaitu harus lebih dari 40%.
Sperma Kambing Kacang bersifat kriosensitif disebabkan oleh plasma semen kambing itu sendiri. Pada proses pembekuan, enzim lipase dalam plasma semen kambing Kacang bereaksi dengan fosfolipid, sehingga melemahkan interaksi antara protein plasma semen dengan permukaan sel sperma berakibat penurunan kualitas semen. Sementara itu, plasma semen sapi Simental mengandung kompleks Insulin-Like Growth Factor-1 (IGF-1). IGF-1 adalah komponen plasma semen yang dihasilkan oleh sel Leydig dan Sertoli. Secara fisiologis, protein IGF-1 dalam plasma semen sapi berfungsi melindungi sel sperma selama di epididymis, pasca ejakulasi dan di saluran reproduksi rusa betina. IGF-1 dapat mempengaruhi kesuburan hewan jantan melalui mekanisme biologis tersebut. Dalam menajalankan fungsinya, IGF-1 membentuk kompleks dengan berat molekul 150 kilo Dalton (kDa), yang tersusun atas IGF-1, protein pengikat IGF-1, dan subunit asam-labil. Penelitian kami sebelumnya menunjukkan bahwa protein kasar yang berasal dari plasma semen sapi Simental yang ditambahkan kedalam bahan pengencer semen Kambing Kacang, mampu meningkatkan kualitas semen setelah pencairan kembali. Penggunaan protein kompleks IGF-1 dari semen sapi Simental untuk ditambahkan dalam bahan pengencer semen Kambing Kacang agar meningkatkan kualitas semen beku Kambing Kacang sampai saat ini belum pernah diteliti. Parameter kualitas semen Kambing Kacang setelah pencairan kembali, diukur berdasarkan pada persentase viabilitas, motilitas, dan fertilitas sperma, keutuhan membran plasma, kadar malondialdehid (MDA), status kapasitasi, dan reaksi akrosom.
Penelitian ini dilakukan di Balai Inseminasi Buatan Daerah (BIBD), bagian dari Teaching Farm Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. BIBD tersebut berlokasi di Desa Tanjung, Kecamatan Kedamean, Kabupaten Gresik, telah memproduksi semen beku sapi Simental Limousin, Friesian Holstein, dan semen beku beberapa jenis kambing, yang didstribusikan ke beberapa wilayah di Indonesia. Protein kompleks IGF-1 diisolasi dari semen sapi Simental menggunakan teknik biologi molekuler, kemudian protein yang diperoleh ditambahkan kedalam bahan pengencer semen beku Kambing Kacang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semen Kambing Kacang yang dibekukan tanpa penambahan protein kompleks IGF-1 menghasilkan kualitas semen yang rendah dan tidak memenuhi syarat untuk diprgunakan IB. Pembekuan semen menghasilkan reactive oxygen species (ROS) yang dapat merusak membrane sel dan menghasilkan MDA. MDA adalah indicator kerusakan membrane sel oleh ROS. ROS juga dapat menyebabkan kapasitasi dini yang seharusnya terjadi ketika spermatozoa sudah berada di leher rahim kambing betina, dan menimbulkan reaksi akrosom dini yang seharusnya baru terjadi setelah spermatozoa bertemu sel telur. Penambahan 12 µg protein kompleks IGF-1 /100 mL bahan pengencer memberi hasil terbaik dibandingkan semen Kambing Kacang yang dibekukan tanpa penambahan protein, maupun dengan penambahan protein kompleks IGF-1 dalam bahan pengencer dengan kadar yang lebih tinggi. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk dijadikan bahan acuan dalam menyusun prosedur operasi standar pembekuan semen Kambing Kacang. Semen beku Kambing Kacang yang dihasilkan selanjutnya dapat dimanfaatkan oleh para peternak di sentra-sentra pengembangan Kambing Kacang untuk inseminasi buatan. Teknik IB menggunakan semen beku lebih menguntungkan dibandingkan kawin secara alami. Perkawinan dengan teknik IB menghemat biaya pemeliharaan ternak jantan, karena peternak tidak perlu memelihara pejantan sendiri. Disamping itu, dengan teknik IB jarak kelahiran ternak dapat diatur dengan baik supaya usaha beternak kambing lebih produktif. Dengan teknik IB terjadinya kawin sedarah pada kambing betina dapat dicegah, karena dapat memunculkan sifat-sifat buruk pada keturunannya, serta dapat menghindari ternak dari penularan penyakit terutama penyakit yang ditularkan melalui kawin alam. Semen beku Kambing Kacang dapat simpan dalam jangka waktu yang lama, dapat dipakai untuk beberapa tahun kemudian walaupun pejantan penghasil semen tersebut telah mati.
Penulis: Prof. Dr. Imam Mustofa, drh., M.Kes. (Corresponding author)
Artikel ilmiah hasil penelitian ini sudah terbit pada jurnal Veterinary World (https://www.veterinaryworld.org/) suatu jurnal internasional bereputasi, terindeks Scopus Q1/H index= 18 (38/83)/SCImago Journal Rank (SJR): 0.55/Cite Score: 2.6/Impact Factor: 1.547. Artikel dapat di akses melalui tautan: http://www.veterinaryworld.org/Vol.14/August-2021/12.pdf
Disarikan dari artikel: Research article
Suherni Susilowati, Imam Mustofa, Wurlina Wurlina, Indah Norma Triana, Suzanita Utama and Rimayanti Rimayanti. (2021) Effect of insulin-like growth factor-1 complex of Simmental bull seminal plasma on post-thawed Kacang buck semen fertility, Veterinary World, 14(8): 2073-2084. www.doi.org/10.14202/vetworld.2021.2073-2084.