Penggunaan antibiotik di rumah sakit sampai saat ini pada beberapa negara masih tinggi, yang berpotensi penggunaan antibiotik yang tidak rasional dan akan berakibat terjadinya resistensi antibiotik. Oleh karena itu diperlukan langkah strategis dan menyeluruh untuk mencegah tarjadinya resistensi antibiotik dan untuk meningkatkan penggunaan antibiotik secara rasional. Praktik kolaboratif antar profesi kesehatan dalam perawatan pasien dapat mengoptimalkan penggunaan antimikroba dan mencegah terjadinya resistensi.
Sebuah studi yang dilakukan oleh Vermont Oxford Network melaporkan terdapat pengurangan risiko relatif 34% dari tingkat penggunaan antibiotik rata-rata dengan peningkatan praktik kolaboratif antar tenaga kesehatan. Penurunan risiko terjadinya resistensi antimikroba dan peningkatan efektivitas pengobatan dilaporkan sebagai hasil dari praktik kolaborasi apoteker dan dokter dalam menentukan dosis awal vankomisin untuk pasien dewasa di unit perawatan intensif. Dilaporkan dalam sebuah penelitian, bahwa melibatkan apoteker, sebagai tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi terkait obat, dalam visitasi dokter di unit perawatan intensif mengurangi permintaan resep sebesar 66%. Penelitian survey pada artikel ini dilakukan terhadap tenaga kesehatan di beberapa rumah sakit. Responden penelitian ini terdiri dari perwakilan dari lima profesi kesehatan: perawat, bidan, apoteker, tenaga teknis kefarmasian (TTK), dan dokter yang berjumlah 257 responden. Sembilan belas persen dari 257 responden memiliki skor pengetahuan lebih rendah dari rerata keseluruhan terkait pelayanan antimikroba. Rerata pengetahuan penatalayanan antibiotik dari total responden adalah 9,9 ± 1,5. Rerata pengetahuan penatalayanan antibiotik apoteker dan dokter lebih tinggi dibandingkan dengan teknisi kefarmasian, perawat, dan bidan.
Para dokter memiliki skor yang tinggi pada Perceived Threat, Perceived Self-efficacy , Perceived Benefit, Perceived Barrier, dibandingkan dengan profesi lain. Apoteker memiliki skor tinggi untuk Perceived Threat, Perceived Barrier, dan skor rendah untuk Perceived Benefit, dibandingkan dengan profesi lain. Total skor perbedaan pengetahuan dan keyakinan profesional kesehatan secara statistik signifikan (p <0,05). Pengalaman kerja bagi apoteker berpengaruh terhadap pengetahuan penatalayanan antibiotik, dengan nilai p= 0,07 dan juga berpengaruh terhadap keyakinan dengan nilai p = 0,001, tetapi hasil uji Kruskal-Wallis untuk rofesi kesehatan lain yaitu: perawat, bidan, tenaga teknis kefarmasian dan dokter menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengalaman kerja dengan pengetahuan dan keyakinan.
Dengan demikian dalam penelitian ini, hubungan pengalaman kerja dan pengetahuan atau keyakinan tidak konsisten. Di antara subkelompok apoteker, pengalaman kerja berhubungan dengan skor pengetahuan dan keyakinan, tetapi di antara subkelompok profesi perawat, bidan, teknisi farmasi, dan dokter, pengalaman kerja tidak berhubungan dengan skor pengetahuan dan keyakinan. Pengetahuan tentang penatalayanan antibiotik bervariasi di antara berbagai kelompok praktisi kesehatan. Kurangnya pengetahuan dapat menyebabkan penggunaan antibiotik yang tidak bijaksana. Namun, pengetahuan penatalayanan antibiotik dapat ditingkatkan dengan pendidikan dan pelatihan. Seiring dengan pendidikan dan pelatihan, kemampuan praktisi kesehatan juga akan meningkat.
Sebuah studi tentang efek pendidikan jangka panjang dari peresepan antibiotik pada 171 dokter menunjukkan bahwa peresepan antibiotik pada kelompok intervensi dilaporkan mengalami penurunan yang lebih signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol. Ada dua subkelompok intervensi. Pertama, seminar 2 hari tentang pengobatan berbasis bukti untuk infeksi saluran pernapasan. Kedua, seminar tambahan 1 hari yang berfokus pada strategi pemecahan masalah. Studi menunjukkan bahwa pendidikan tentang manfaat membatasi penggunaan antibiotik sangat dibutuhkan bagi profesional kesehatan. Temuan ini dapat digunakan oleh manajemen rumah sakit untuk merancang materi pendidikan yang lebih baik untuk pelatihan penatagunaan antibiotik berikutnya untuk profesional kesehatan yang terkait dengan penggunaan antibiotik. Selain itu temuan ini dapat digunakan untuk menentukan kebijakan strategis terkait pengendalian resistensi antibiotik dan penggunaan antibiotik secara bijaksana. Diantara para profesional kesehatan, perbedaan pengetahuan dan keyakinan tentang penatagunaan antibiotik sangat bervariasi. Pengetahuan antibiotik dikaitkan dengan keyakinan dan perilaku positif yang berkontribusi terhadap kepatuhan penggunaan antibiotik secara bijaksana dan mengurangi penggunaan antibiotik yang tidak perlu. Pengetahuan tentang antibiotik dan resistensi berkaitan dengan pemahaman tentang konsep penyalahgunaan antibiotik dan kesadaran akan timbulnya resistensi antibiotik. Persepsi tentang keparahan dan konsekuensi penyakit dan manfaat pengobatan antibiotik untuk penyakit menular adalah penentu penggunaan antibiotik dan perilaku peresepan oleh tenaga kesehatan.
Penulis: Fauna Herawati, Abdul Kadir Jaelani, Heru Wijono, Abdul Rahem, Setiasih, Rika Yulia, Retnosari Andrajati, Diantha Soemantri.
Judul artikel: Antibiotic stewardship knowledge and belief differences among healthcare professionals in hospitals: A survey study Link artikel: https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2405844021014808