Penyakit Tidak Bisa Disembuhkan, Tanpa Patuh Menggunakan Obat

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto by JawaPos.com

Prevalensi penderita Diabetes Melitus (DM) di dunia untuk orang dewasa pada rentang usia 20-79 tahun sebesar 6,4%, sekitar 285 juta orang dewasa pada 2010, dan akan meningkat menjadi 7,7% kurang lebih 439 juta orang dewasa pada tahun 2030. Prevalensi di Indonesia diperkirakan 6,964.000 tahun 2010 dan menjadi 11.980.000 tahun 2030, diperkirakan naik rata-rata 251.000 setiap tahun. Peningkatan prevalensi diabetes mellitus ini diikuti oleh peningkatan kejadian komplikasi, dengan kodisi yang sangat  bervariasi, diantaranya komplikasi fisik, psikologis, sosial dan ekonomi. Komplikasi fisik yang timbul berupa kerusakan mata, kerusakan ginjal, penyakit jantung, tekanan darah tinggi, stroke.

Tingkat Pendidikan dan sosioekonomi masyarakat, sangat berkaitan dengan pemahaman mereka terhadap faktor resiko terjadinya komplikasi akut dan kronik DM. selain itu faktor sosioekonomi akan berpengaruh terhadap kepatuhan mereka untuk menjalani pengobatan. Pemahaman dalam memanajemen DM sangat penting karena dapat mempengaruhi cara hidup pasien dalam mengelola penyakitnya. Penelitian secara konsisten menunjukkan bahwa peningkatan kontrol glikemik dan kontrol metabolik yang ketat dapat menunda atau mencegah perkembangan komplikasi diabetes. Bukti menunjukkan bahwa pasien yang memiliki pengetahuan tentang perawatan diri DM, memiliki kemampuan pengendalian glikemik jangka panjang yang lebih baik dan dapat mencegah terjadinya komplikasi.

Kepatuhan pasien DM untuk menjalani pengobatan tergantung pada beberapa faktor, salah satunya adalah kemampuan ekonomi mereka, mengingat pengobatan membutuhkan biaya yang tidak sedikit, baik untuk kebutuhan pemeriksaan maupun untuk pembelian obat. Dengan alasan tersebut, pemerintah Indonesia menjalankan program asuransi kesehatan yang disebut “Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)” yang sudah dilaksanakan sejak tanggal 1 Januari 2014 berdasarkan asas kemanusiaan, asas kemanfaatan, dan asas keadilan sosial bagi seluruh warga negara.

Kepesertaan BPJS Kesehatan terdiri dari: 1) Kepesertaan PBI meliputi orang yang tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu; 2) Peserta Bukan Penerima Bantuan Iuran (Non-PBI) yang terdiri dari Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya, Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya, terdiri atas pekerja di luar hubungan kerja dan pekerja mandiri, Bukan Pekerja dan anggota keluarganya.

Sistem pembayaran terhadap fasilitas pelayanan kesehatan dilakukan oleh BPJS melalui mekanisme Kapitasi untuk fasilitas pelayanan tingkat pertama, dan mekanisme Indonesian Case Based Groups  (INA CBGs) untuk fasilitas kesehatan tingkat lanjutan. Kapitasi merupakan pembayaran praupaya atas jumlah peserta yang terdaftar di Fasilitas kesehatan tingkat pertama. Pelayanan obat, Alat Kesehatan, dan bahan medis habis pakai pada Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan merupakan salah satu komponen yang dibayarkan dalam paket INA-CBG’s.

Pembayaran iuran oleh peserta kepada BPJS dilakukan setiap bulan melalui berbagai mekanisme sesuai dengan jenis kepesertaanya. Khusus untuk peserta PBI iuran dibiayai oleh Negara sehingga peserta tidak perlu membayar sendiri. Program JKN sangat membantu masyarakat, terutama penduduk miskin dan tidak mampu yaitu masyarakat yang tidak menerima upah karena iurannya dibantu oleh pemerintah. Mereka ketika sakit bisa langsung datang ke fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama untuk mendapatkan pelayanan tanpa harus bingung dengan biaya. Pelayanan bagi mereka sama dengan peserta non PBI yang iurannya dibayar sendiri. Program ini diharapkan dapat meningkatkan kesehatan masyarakat melalui praupaya, dan meningkatkan keberhasilan terapi pengobatan bagi masyarakat yang sudah menderita sakit

Hasil analisis statistik terhadap Jenis kepesertaan BPJS didapatkan nilai p = 0.863, yang berarti tida ada perbedaan yang signifikan terkait keberhasilan terapinya antara jenis kepesertaan BPJS. Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan terapi DM tidak dipengaruhi oleh jenis kepesertaan BPJS. Walaupun tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan kepesertaan BPJS terhadap keberhasilan terapi pada penderita DM, penulis berpendapat bahwa program JKN yang dijalankan oleh pemerintah cukup sukses untuk meningkatkan partisipasi masyarakat miskin dan tidak mampu dalam pemeriksaan  kesehatan ke Puskesmas. Kondisi ini tidak dijumpai pada sebelum JKN dijalankan karena masyarakat miskin dan tidak mampu jarang ke fasilitas pelayanan kesehatan keculai sangat terpaksa dengan alasan ketidakmampuan ekonomi. Hasil analisis statistik didapatkan nilai p = 0,000, yang berarti ada perbedaan yang signifikan terkait keberhasilan terapi antara penderita yang patuh minum obat dengan yang tidak patuh. Jenis kepesertan BPJS tidak berpengaruh terhadap keberhasilan terapi pada penderita Diabetes melitus. Sementara keberhasilan terapi pada penelitian ini dipengaruhi oleh kepatuhan penderita dalam menggunakan obat.

Penulis: Abdul Rahem, Umi Athiyah, Catur D. Setiawan

Judul artilkel: The Influence of Participation of Healthcare Insurance and Social Security (BPJS) on Therapeutic Success in Diabetes Mellitus Patients at Primary Healthcare Centers in Madura

Link artikel  : http://www.tjnpr.org/viewarticle.aspx?articleid=1189

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp