Penelitian Hemipenis Biawak Air sebagai Dasar Pelestariannya

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto by IDN Times

Biawak air atau disebut juga dengan Water monitor (nama spesies: Varanus salvator), adalah satwa liar asli Asia Selatan hingga Asia Tenggara. Habitat biawak air adalah semi-akuatik, dapat hidup di tepi sungai, rawa-rawa, dan dapat melintasi bentangan air yang luas, sehingga populasinya tersebar di area yang sangat luas.  Persebaran spesies ini adalah yang paling luas di antara semua jenis Varanidae.

Biawak air merupakan salah satu reptil yang banyak diburu dan diperdagangkan secara global untuk berbagai keperluan. Bayi biawak air dipelihara untuk dibesarkan sebagai hewan hobi. Daging biawak air dikonsumsi sebagai sumber protein di daerah-daerah tertentu. Kulitnya sebagai bahan baku kerajinan untuk bahan aksesoris fesyen seperti sepatu, ikat pinggang dan tas yang menjadi komoditas perdagangan global.  

Beberapa bagian tubuh biawak air dipercaya oleh sebagian masyarakat awam sebagai obat tradisional. Penelitian oleh Uyeda dan kawan-kawan pada tahun 2014 menyebutkan bahwa masyarakat beberapa daerah tertentu mempercayai mengkonsumsi sate biawak air sebagai obat untuk berbagai penyakit kulit, misalnya Pitiriasis versikolor (panu), Tinea corporis (kurap), eksim (istilah yang sering digunakan untuk penyakit kulit dermatitis atopic), menjaga stamina dan mengobati asma. Bagian tubuh lain biawak air secara tradisional dipercaya sebagai penangkal beberapa penyakit, misalnya kandung empedu untuk menyembuhkan jantung, gagal ginjal dan hati. Minyak biawak untuk penyakit kulit, dan efektif menghilangkan keloid bekas luka. Lemak dan minyak biawak telah dimanfaatkan oleh suku-suku di Pakistan sebagai salep untuk infeksi kulit dan untuk menghilangkan nyeri rematik, sedangkan bubuk dagingnya untuk pengobatan tuberkulosis dan kusta. Tangkur (alat kelamin) biawak jantan dipercaya berkhasiat sebagai afrodisiaka yang dapat meningkatkan vitalitas pria dan bahkan menyembuhkan impotensi.

Biawak air tahan terhadap paparan logam berat dan radiasi tingkat tinggi.  Padahal, spesies ini memakan bangkai hewan lain yang telah membusuk dan berkuman. Hidup dan berkembang biaknya juga di habitat yang tidak bersih. Namun, biawak air memiliki rentang hidup yang panjang dan jarang dilaporkan terjangkit suatu penyakit atau menderita kanker. Penelitian Jeyamogan dan kawan-kawan pada tahun 2020, dengan alat spektrometri massa kromatografi cair  pada serum biawak air terdeteksi 123 macam peptida antikanker.

Tabel yang dirilis CITES (Convention on International Trade in Endangered Species) of Wild Fauna and Flora (dapat dilihat pada laman http://www.cites.org/eng/app/appendices.php), menempatkan Varanus salvator termasuk memiliki risiko kepunahan yang rendah. Namun, sehubungan dengan kegunaannya yang sangat luas, maka sangat penting untuk mencegah eksploitasi biawak air yang berlebihan. Sampai saat ini, kajian tentang biawak air masih sebatas penelitian ekologi, morfologi tubuh, dan aspek komersialnya. Publikasi tentang aspek biologi reproduksi, terutama pada biawak jantan, sangat jarang ditemukan.   Oleh karena itu dilakukan penelitian untuk mengkaji organ reproduksi jantan pada biawak air berdasarkan kematangan seksualnya. Penelitian ini dilakukan bersama oleh Alif Yahya Al-ma’ruf, Regita Permata Sari, dibawah bimbingan Prof. Dr. Imam Mustofa, drh., M.Kes., dan Suzanita Utama, drh., M.Phil., Ph.D., dari aspek reproduksi, Benjamin Christoffel Tehupuring, drh., M.Sc., dari segi anatomi,  Dr. Maslichah Mafruchati, drh., M.Si.,  berdasarkan embriologi, Chairul Anwar,drh., MS., Dr. Eka Pramyrtha Hestianah, drh., M.Kes., dan Lita Rakhma Yustinasari, drh., M.Vet, dari kajian histologi,  Djoko Legowo, drh., M.Kes.,  dan Dr. Boedi Setiawan, drh., MP, yang selama ini membimbing kegiatan pada Kelompok Minat Profesi Veteriner (KMPV) Satwa Liar pada Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Sampel diperoleh dari tempat pemotongan biawak air di Gang Nyambek, Pagerwojo, Buduran, Sidoarjo, Indonesia.

Biawak jantan memiliki organ reproduksi yang disebut hemipenis, yang berkembang seiring dengan perkembangan tubuh. Hemipenis diukur menggunakan Snout-Vent Length (SVL), yaitu panjang dari moncong (ujung kepala) sampai kloaka. Hemipenis belum tumbuh jika SVL kurang dari 40 cm (belum matang secara seksual, untuk selanjutnya disebut sebagai biawak muda), sedangkan ukuran SVL lebih dari 40 cm (matang secara seksual, untuk selanjutnya disebut sebagai biawak dewasa), memiliki bentuk hemipenis yang lebih berkembang sempurna. Pada ujung hemipenis terdapat formasi tulang rawan seperti kerucut yang disebut hemibaculum. Morfologi dan ukuran hemipenis pada beberapa spesies varanid telah diketahui, yaitu terdapat tulang rawan fibrosa sebagai kerangka internal hemipenis. Namun, ada beberapa karakteristik yang masih belum jelas, antara lain tentang histologis paryphasmata dan tulang dalam struktur jaringan hemipenis. Oleh karena itu, dilakukan penelitian untuk mengetahui secara komprehensif morfologi, histologi, dan histometri pada paryphasmata dan hemibaculum berdasarkan SVL sebagai indikator kematangan seksual biawak.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ukuran glans hemipenis, paryphasmata, dan hemibaculum, serta ketebalan jaringan ikat padat paryphasmata, dan area sel kondrosit meningkat sesuai dengan peningkatan SVL. Lapisan epidermis paryphasmata lebih basofilik, terdiri dari epitel pipih berlapis dengan banyak melanosit. Jaringan ikat longgar lebih tebal dan memiliki lebih banyak pembuluh darah, sedangkan jaringan ikat padat tersusun atas berkas serat kolagen tebal tidak beraturan. Rata-rata jumlah baris paryphasmata, epidermis, dan ketebalan jaringan ikat longgar hampir sama antara biawak muda dan biawak dewasa. Namun, jaringan ikat padat lebih tebal pada biawak dewasa. Hemibaculum terdiri dari jaringan ikat padat dan tulang rawan, campuran tulang rawan fibrosa dan hialin yang ditandai dengan adanya sel kondrosit. SVL juga mempengaruhi osifikasi hialin pada hemipenis, sedangkan area sel kondrosit mengikuti persamaan linier terhadap SVL.    

Studi morfologi, histologi, dan histometri pada hemipenis biawak air ini adalah dasar untuk studi lebih lanjut tentang biologi reproduksinya. Berdasarkan fakta bahwa daging biawak air dikonsumsi sebagai sumber protein, dan beberapa bagian tubuh lainnya digunakan sebagai obat tradisional berbagai macam penyakit, maka perlu penelitian lebih lanjut untuk menemukan konfirmasi khasiatnya, dan pada saat yang sama, upaya untuk melestarikan spesies ini harus terus dilakukan. Apabila eksploitasi biawak terus berlanjut dan lebih massif daripada upaya pelestariannya, dikhawatirkan lambat laun populasi biawak air akan menjadi langka dan berlanjut mengalami kepunahan.

Penulis: Prof. Dr. Imam Mustofa, drh., M.Kes. (Corresponding author)

 Artikel ilmiah hasil penelitian ini sudah terbit pada jurnal Open veterinary journal (https://www.openveterinaryjournal.com/), suatu jurnal internasional bereputasi, terindeks Scopus Q2/H-index= 10/SCImago Journal Rank (SJR): 0.39/Cite Score: 1.7/Impact Factor: 1.46. Artikel dapat di akses melalui tautan: https://www.openveterinaryjournal.com/OVJ-2021-03-046%20A.Y.%20Al-maruf%20et%20al.pdf

Disarikan dari artikel: Research article Alif Yahya Al-ma’ruf, Regita Permata Sari, Imam Mustofa, Suzanita Utama, Chairul Anwar, Maslichah Mafruchati, Eka Pramyrtha Hestianah, Lita Rakhma Yustinasari, Benjamin Christoffel Tehupuring, Djoko Legowo and Boedi Setiawan (2021). Morphology and histology of paryphasmata and hemibaculum of Varanus salvator based on sexual maturity. Open veterinary journal11 (2), 330–336. https://doi.org/10.5455/OVJ.2021.v11.i2.18

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp